Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT ) tak hanya bisa terjadi dalam bentuk fisik, tetapi juga psikis yang bentuknya berupa ungkapan verbal. Tindakan tersebut termasuk melanggar hukum, tetapi apakah KDRT verbal bisa dilaporkan?
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, segala jenis KDRT verbal harus segera ditangani. Untuk mengetahui apakah KDRT verbal bisa dilaporkan atau tidak, simaklah artikel ini hingga habis!
Apakah KDRT Verbal Bisa Dilaporkan?
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 1, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang menyebabkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kemudian, pasal 5 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kekerasan psikis atau verbal adalah salah satu jenis kekerasan dalam rumah tangga . Kekerasan psikis menurut undang-undang tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, mengutip Very Well Mind, kekerasan verbal terjadi ketika seseorang menggunakan kata-katanya untuk menyerang, mendominasi, mengejek, memanipulasi, dan merendahkan orang lain, hingga berdampak negatif pada psikologis orang tersebut.
Apakah KDRT verbal bisa dilaporkan? Menurut undang-undang PKDRT, jawabannya adalah bisa dilaporkan. Setiap orang yang melakukan KDRT verbal dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp9 juta.
Sementara, apabila KDRT verbal yang dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk bekerja dan beraktivitas sehari-hari, pelaku akan mendapat pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp3 juta.
Maka dari itu, apabila Anda mengalami KDRT, meskipun bukan secara fisik, segeralah mencari perlindungan dan melaporkan pelaku. Berdasarkan undang-undang PKDRT pasal 26, korban dapat melaporkan secara langsung KDRT kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat terjadinya perkara.
ADVERTISEMENT
Laporan KDRT dapat dilakukan langsung oleh korban, atau memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain, seperti wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan. Nantinya, laporan akan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jenis-Jenis KDRT Verbal
Bagi beberapa orang, KDRT verbal sering kali terabaikan karena kekerasan ini terasa seperti cara berkomunikasi yang normal. Namun, perlu diingat bahwa menyalahkan, meremehkan, hingga merendahkan bukanlah hal yang wajar.
Merangkum dari Very Well Mind, berikut ini beberapa jenis KDRT verbal:
1. Menyalahkan
Menyalahkan korban secara terus menerus dapat membuat korban percaya bahwa mereka yang bertanggung jawab atas perilaku kasar yang menyebabkan pasangan melakukan kekerasan tersebut.
2. Sikap Merendahkan
Beberapa pasangan yang melakukan KDRT verbal dengan cara merendahkan akan menyamarkan sebagai humor atau komentar sarkastis. Hal tersebut bertujuan untuk meremehkan dan merendahkan korban.
ADVERTISEMENT
3. Kritik
Kritik yang melibatkan komentar kasar dan terjadi secara terus menerus untuk membuat korban merasa buruk tentang dirinya sendiri termasuk dalam jenis KDRT verbal. Kritik tersebut bukanlah kritik yang membangun. Pelaku dengan sengaja melakukannya, baik di depan umum maupun secara pribadi.
4. Gaslighting
Gaslighting adalah jenis KDRT yang berbahaya dan terkadang tak terlihat atau secara terselubung. Pelaku akan membuat korban bertanya tentang diri mereka sendiri, sehingga korban akan menyalahkan dirinya sendiri.
5. Penghinaan
Jenis KDRT verbal satu ini ditandai dengan pelaku yang meremehkan korban, tak menerima korban apa adanya, atau memaksakan harapan yang tak realistis pada korban. Pelaku juga tak jarang mengeluarkan bahasa yang kasar dan menghina yang dapat merusak harga diri korban.
6. Manipulasi
Pelaku yang menggunakan kata-kata untuk memanipulasi dan mengendalikan orang lain termasuk ke dalam KDRT verbal. Contoh kalimat manipulasi, yaitu: “Jika kamu benar-benar mencintaiku, kamu tidak akan berbicara dengan orang lain tentang hubungan kita.”
ADVERTISEMENT
Beberapa dari pelaku seringkali menggunakan rasa bersalah untuk membuat korban hal-hal yang mereka harapan.
7. Ejekan
Bentuk KDRT verbal yang satu ini umumnya dilakukan dengan menjadikan korban sebagai sasaran lelucon. Hal ini dapat dilakukan secara pribadi atau di tempat umum.
Apabila korban tak menganggap lucu, hal tersebut tak dapat disebut kesenangan. Terlebih, jika pelaku mengejek hal-hal yang membuat korban merasa lemah.
8. Ancaman
Ancaman melibatkan pernyataan yang dimaksudkan untuk menakut-nakuti, mengendalikan, dan memanipulasi korban, sehingga korban akan patuh. KDRT verbal dengan bentuk mengancam ini tak bisa dianggap enteng. Ketika pelaku memberi ancaman, mereka akan mencoba mengendalikan korban dan membuatnya takut.
Dampak KDRT Verbal
KDRT verbal dapat membingungkan karena pasangan mungkin tak selalu melakukan kekerasan dan perilaku kekerasan akan muncul perlahan seiring berjalannya waktu. Hal tersebut yang membuat KDRT verbal dapat berbahaya dan tak terlihat.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, korban akan selalu memaafkan pelaku atau membuat alasan atas perilaku, seperti mungkin pelaku sedang mengalami masa sulit.
Namun, dampak KDRT verbal yang dialami korban bisa sangat serius, bahkan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari korban. Berdasarkan laman Very Well Mind, beberapa dampak KDRT verbal, yaitu:
Apabila mengalami atau melihat tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), segera hubungi hotline pengaduan kekerasan pada perempuan dan anak di nomor 129 (telepon) atau 081111129129 (WhatsApp).
(NSF)