Penting, Ini 3 Bahaya Limbah Fashion untuk Lingkungan yang Wajib Kamu Tahu

10 April 2022 19:28 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi limbah fashion. Foto: VectorMine/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi limbah fashion. Foto: VectorMine/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pernahkah terbersit dalam pikiran kamu tentang dampak koleksi fashion yang kamu miliki? Barang fashion, terutama pakaian yang dikenakan saat ini melewati berbagai proses yang panjang dan ternyata berbahaya untuk lingkungan.
ADVERTISEMENT
UN Conference of Trade and Development (UNCTD) 2019 mengungkap, fashion adalah industri paling berpolusi kedua di dunia setelah industri perminyakan. Sepuluh persen dari emisi karbon yang memengaruhi krisis iklim dihasilkan dari industri fashion.
Tak cuma itu, jumlah emisi karbon dari industri fashion juga lebih besar daripada total emisi yang dihasilkan dari gabungan industri jasa pengiriman dan penerbangan. Ini berarti industri fashion berperan besar dalam mendorong terjadinya perubahan iklim.
Buat kamu yang mungkin belum banyak tahu mengenai dampak buruk dari fashion, kumparanWOMAN telah merangkumnya. Simak tiga bahaya limbah fashion serta cara untuk mengatasinya berikut ini.

1. Fashion menghasilkan limbah cairan yang berbahaya

Tahukah kamu kalau limbah fashion tak cuma berupa kain? Ya, Ladies, limbah fashion memang terdiri dari berbagai bentuk, salah satunya adalah limbah cairan. Menurut Dewi, saat ini 25 persen limbah cairan dunia berasal dari industri fashion.
ADVERTISEMENT
Pewarnaan tekstil menjadi polutan air terbesar kedua di dunia, karena sisa air dari proses pewarnaan sering kali dibuang ke selokan dan sungai. Padahal, limbah ini mengandung zat-zat sisa pewarna kimia sintetis yang berbahaya bagi lingkungan.
Ilustrasi pembuangan limbah cairan fashion. Foto: Shutter Stock
Selain itu, seperti yang sudah banyak diketahui, limbah fashion juga bisa berupa sisa kain dari produksi pakaian di pabrik berskala kecil dan besar, serta pakaian tak terpakai yang kita buang. Limbah pakaian ini berbahaya untuk lingkungan karena sejumlah bahannya tidak mudah terurai secara alami.
Polyester dan nilon membutuhkan waktu antara 20-200 tahun hingga bisa terurai. Meski begitu, ada juga pakaian dari bahan kain bisa terurai secara alami, misalnya katun, terutama yang 100 persen. Katun bisa terurai dalam hitungan minggu hingga lima bulan, sedangkan bahan linen bisa terurai dalam dua minggu.
ADVERTISEMENT
Jadi buat kamu yang ingin beralih ke gaya hidup ramah lingkungan, Ladies bisa mulai memilih busana yang terbuat dari bahan linen dan katun. Tak cuma itu, ada baiknya juga kamu mengurangi belanja produk fast fashion dan menggantinya dengan thrifting atau belanja baju bekas.

2. Mencemari laut dan menguras pasokan sumber daya air

Tak cuma limbah cairan, fashion juga bisa menghasilkan sampah mikroplastik yang sangat berbahaya. Menurut Dewi, sumber terbesar dari mikroplastik berasal dari serat tekstil. Bahayanya lagi, mikroplastik ini tidak bisa terurai secara alami.
“Saat ini 63 persen pakaian terbuat dari kain sintetis atau campuran. Hasil pencucian pakaian dari bahan sintetis bisa menghasilkan lebih dari tujuh ratus ribu serat mikroplastik yang akan langsung mengalir ke pembuangan air dan bermuara di laut,” ungkap Dewi Rizki, Program Director for Sustainable Governance Strategic KEMITRAAN.
Ilustrasi mikroplastik di pantai. Foto: Shutterstock
Di sisi lain, industri fashion juga menyerap begitu banyak sumber daya air. Sebagai gambaran, produksi satu potong jeans membutuhkan 7500 liter air. Ini setara dengan rata-rata jumlah air minum yang kita konsumsi selama tujuh tahun.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, produksi sehelai kaus katun memerlukan 700 galon air yang setara dengan kebutuhan air minum satu orang per hari (delapan gelas) selama 3,5 tahun. Jadi tidak heran kalau industri fashion menjadi konsumen terbesar kedua dalam penggunaan suplai air dunia.

3. Peran besar fast fashion pada kerusakan lingkungan

Dua faktor berbahaya dari limbah fashion di atas didukung oleh semakin banyaknya brand yang mengandalkan konsep fast fashion. Tren fast fashion ini memproduksi berbagai model busana dalam waktu sangat singkat, serta menggunakan bahan baku yang buruk dan murah.
Ilustrasi fast fashion. Foto: Visual Generation/Shutterstock
Konsep ini banyak digemari karena harganya lebih murah dan model busana yang ditawarkan sedang tren sehingga menarik minat pembeli.
"Karena harganya murah dan modelnya sedang tren, banyak anak muda yang tertarik untuk membeli pakaian dari merek-merek fast fashion tersebut," pungkas Dewi.
ADVERTISEMENT
Padahal dulu kebanyakan brand fashion hanya merilis koleksi dua kali dalam setahun, yaitu saat musim panas dan musim dingin. Namun, sekarang frekuensinya bisa jauh lebih tinggi. Ada brand global yang merilis hingga belasan hingga puluhan koleksi per tahun.

Cara sederhana untuk menekan angka limbah fashion

Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan terkait fashion ini? Menurut Dinda Ayudita, Runner Up Pertama Putri Indonesia Bengkulu 2022, perilaku konsumen punya peran yang sangat penting. Kebiasaan kita dalam membeli baju juga harus diperhatikan. Dinda menyarankan agar kita menghindari baju yang tidak bisa dipakai untuk berbagai kegiatan.
"Pilih produk fashion yang basic dengan pilihan warna  seperti hitam dan cokelat, sehingga bisa dikenakan di berbagai acara dan dipadankan dengan macam-macam aksesori. Basic item milik saya adalah jeans, kaus ketat atau tank top, dan sepatu putih. Kalau mati gaya, sepatu putih tidak pernah gagal jadi penolong,” pungkas Dinda.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi fashion ramah lingkungan. Foto: HollyHarry/Shutterstock
Selain itu, Ladies juga bisa mulai menyeleksi koleksi busana yang sudah tidak terpakai. Kamu bisa mendonasikan pakaian lama yang masih layak pakai kepada mereka yang membutuhkan. Kalau ingin untung dalam proses decluttering baju, kamu juga bisa membuka garage sale dan menjual koleksi-koleksi tersebut. Kamu juga bisa menyumbangkan hasil penjualan tersebut untuk kegiatan yang lebih bermanfaat.
Jika sangat perlu belanja baju, Dewi menyarankan agar kamu memastikan semua diproses secara bertanggung jawab. Salah satunya memastikan baju tersebut diproses secara berkelanjutan, misalnya dengan memakai bahan daur ulang dan dibuat dari bahan yang tahan lama.
Ilustrasi menyortir baju yang ramah lingkungan. Foto: Shutterstock
Hal yang paling penting, kamu juga bisa mulai terlibat dalam gerakan-gerakan positif yang punya dampak baik untuk kelestarian lingkungan. Salah satunya adalah gerakan Generasi Nol Emisi yang digagas oleh The Partnership for Governance Reform atau yang biasa disebut KEMITRAAN pada 2020.
ADVERTISEMENT
“Generasi Nol Emisi meluncurkan kampanye #MakinBelelMakinNyaman melalui media sosial pada awal 2022. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya limbah fashion dengan tetap merawat pakaian-pakaian lama," ungkap Dewi.
Ia melanjutkan, dalam kampanye tersebut generasi muda diminta menunjukkan koleksi pakaian lama dan berbagi cerita tentang usaha mereka mengurangi belanja fashion untuk menjaga bumi.