Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Polemik Kasus Aisha Weddings, Ini Tanggapan Sejumlah Organisasi Anak & Perempuan
13 Februari 2021 10:11 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Gelombang kecaman terhadap promosi pernikahan di bawah umur yang dilakukan oleh Aisha Weddings juga datang dari sejumlah organisasi perempuan dan pemerhati hak perempuan dan anak. Mereka mengecam bahwa langkah Aisha Weddings dalam mempromosikan penyelenggaraan pernikahan anak dari usia 12-21 tahun itu dinilai bertentangan dengan hukum.
Lalu, seperti apa tanggapan dari sejumlah organisasi perempuan dan pemerhati hak perempuan dan anak mengenai kasus Aisha Weddings? Berikut kumparanWOMAN rangkum beberapa tanggapannya:
1. Tanggapan dari Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti
Terkait promosi pernikahan anak di bawah umur oleh Aisha Weddings, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti, menilai bahwa hal itu merupakan sebuah bentuk ajakan kekerasan terhadap anak perempuan, yang dampaknya bukan hanya sesaat, tapi juga membekas dan berkelanjutan bagi anak-anak yang jadi korban dan anak-anak yang akan lahir dari mereka.
ADVERTISEMENT
Dini melanjutkan, bahwa pihaknya sangat mengapresiasi reaksi tanggap dari berbagai golongan, baik individu atau kelompok yang mengecam apa yang dilakukan Aisha Weddings. Termasuk langkah cepat dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang melaporkan Aisha Weddings ke kepolisian.
"Kasus ini sebenarnya merupakan puncak gunung es dari praktik perkawinan anak yang masih menjamur, menjadi PR (pekerjaan rumah) di negara kita dan di masa pandemi ini semakin menjadi-jadi," tambahnya.
2. Tanggapan dari Ketua Pengurus Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Nursyahbani Katjasungkana
Sementara itu, Ketua Pengurus Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Nursyahbani Katjasungkana, menilai bahwa Aisha Weddings ini telah melanggar beberapa Undang-undang dalam promosi pernikahan dini, termasuk UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hingga terkait pedofilia.
ADVERTISEMENT
“Yang jelas bahwa dengan flyer atau pamflet atau website bahkan fanpage di Facebook-nya, itu jelas bahwa kelompok ini mempromosikan perkawinan anak, perkawinan paksa, perkawinan siri, poligami, perdagangan perempuan dan anak-anak. Dan pelanggaran terhadap ITE karena berkaitan dengan hak konsumen, di dalam Undang-undang ITE juga dinyatakan tidak boleh mempromosikan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, etika, norma sosial, norma kesusilaan," kata Nursyahbani.
Selain itu, Nursyahbani juga menyebut bahwa Aisha Weddings ini mempromosikan pedofilia. “Karena mempromosikan hubungan seksual meski itu di dalam rangka perkawinan, tapi dengan anak-anak, dalam hal ini anak-anak perempuan. Itu sudah jelas tercantum di dalam Pasal 8 Undang-undang Perlindungan Anak, dan ini membahayakan sekali," tegas mantan anggota DPR dari PKB tersebut.
ADVERTISEMENT
3. Tanggapan dari International NGO Forum on Indonesian Development, Dian Kartikasari
Tanggapan mengenai kasus Aisha Weddings ini juga datang dari International NGO Forum on Indonesian Development, Dian Kartikasari. Ia menyebut, jasa layanan yang disediakan Aisha Weddings tak ubahnya dengan perdagangan anak terselubung.
"Perdagangan anak terselubung karena di dalam flyer-nya dia menyebutkan bahwa kalau ada orang tua yang mau mencarikan jodoh, sebutkan saja keinginannya apa, dia akan mencarikan jodohnya. Jawaban mereka dalam hal ini adalah untuk mengatasi situasi miskin, tidak bisa makan, itu justru jelas menunjukkan apa yang mereka lakukan itu masuk ke dalam definisi perdagangan perempuan dan anak," ungkap Dian.
Dian menambahkan, Aisha Weddings disebut melancarkan bujuk rayu, rangkaian kebohongan, dan tipu muslihat lalu menggunakan posisi rentan dan relasi yang tidak setara untuk menimbulkan eksploitasi.
ADVERTISEMENT
"Pasti kalau ada perkawinan anak, itu akan terjadi eksploitasi, baik eksploitasi fisik, mental, maupun seksual. Jadi anak-anak akan menjadi korban eksploitasi seksual, eksploitasi fisik dalam dalam kerangka perkawinan," tambahnya.
4.Tanggapan dari perwakilan Jaringan AKSI, Ferny
Perwakilan dari jaringan yang berfokus pada isu kesetaraan gender Jaringan AKSI, Ferny, juga turut memberikan tanggapan mengenai kasus Aisha Wedding. Menurutnya, dalam menanggapi kasus ini diperlukan partisipasi dari anak dan kaum muda.
5. Tanggapan dari Senior Independent Expert on Legal, Human Rights and Gender, R. Valentina Sagala
R. Valentina Sagala, Senior Independent Expert on Legal, Human Rights and Gender, mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan pengelola situs Aisha Weddings merupakan kejahatan terhadap anak dan perempuan.
“Kami meyakini bahwa tindakan Aisha Weddings ini dalam situs resminya dan beberapa akun media sosialnya yang mempromosikan usia ideal untuk kawin yakni usia 12-21 tahun itu adalah kejahatan terhadap anak dan perempuan,” kata Valentina.
ADVERTISEMENT
Valentina juga mengatakan, Aisha Weddings dinilai telah bertentangan dan melanggar hak anak, karena pada Undang-undang anak telah diatur batas minimal usia perkawinan.
“Padahal kita tahu UU Perlindungan Anak itu menekankan anak adalah seseorang berusia di bawah 18 tahun, sementara UU Perkawinan yang baru diamandemen sudah menyatakan peningkatan usia perkawinan menjadi 19 tahun. Jadi di sini disebutkan 12 tahun sampai 21 tahun,” tutup Valentina.