Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Rayakan Women’s Day, Uniqlo & IBCWE Diskusi Tantangan Perempuan di Dunia Kerja
28 Maret 2025 12:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Saat ini, kita melihat semakin banyak perempuan membangun karier gemilang di dunia kerja. Ini merupakan pencapaian membanggakan karena berarti banyak perempuan yang sudah semakin berdaya. Meski begitu, bukan berarti para perempuan tidak menghadapi tantangan berat di dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Untuk menyorot tantangan dan langkah yang bisa diambil, brand ritel Uniqlo Indonesia menggelar talkshow dalam kolaborasi dengan Indonesian Business Coalition of Women Empowerment (IBCWE).
Gelar wicara bertajuk Building Empowering Environments: Cultivating the Future Leaders itu diselenggarakan pada Selasa (25/3) di South Quarter Jakarta, dalam rangka merayakan International Women’s Day (Hari Perempuan Internasional) yang jatuh setiap 8 Maret.
Talkshow ini tidak hanya berfokus pada deretan tantangan yang dihadapi perempuan, tetapi juga menjadi ruang diskusi untuk mencari solusi dalam mencapai kesetaraan gender, membentuk lingkungan kerja yang inklusif, serta mendukung perempuan untuk berani menjadi pemimpin.
Tantangan perempuan dalam dunia kerja
Memangnya, apa saja tantangan yang masih dihadapi oleh perempuan di lingkungan kerja? Menurut World Economic Forum (WEF), bias gender antara laki-laki dan perempuan masih kental mengakar di dunia. Contoh dari bias gender yang banyak dijumpai, terlebih dalam konteks kepemimpinan, yakni bahwa laki-laki itu bijaksana, tegas, dan logis; sementara perempuan terlalu sensitif, perasa, dan tidak tegas.
ADVERTISEMENT
Akibat bias gender ini, muncullah ketidaksetaraan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam lingkungan kerja. Posisi kepemimpinan di perusahaan (C-Level) cenderung masih didominasi laki-laki. Ini menunjukkan bahwa ruang kerja tersebut masih belum inklusif atau belum merangkul seluruh gender.
Menurut estimasi WEF, melihat masih lambatnya progres menuju kesetaraan, dunia baru akan mencapai kesetaraan gender 134 tahun lagi.
Selain itu, menurut Head of Corporate Communications, Sustainability, DEI Culture and Engagement Godrej Indonesia, Wahyu Radita, tantangan besar lainnya yang dialami perempuan adalah rasa tidak percaya diri. Ketidakpercayaan diri itulah yang harus dilawan oleh para perempuan. Caranya? Perusahaan harus mampu memberikan dukungan kepada perempuan, baik lewat kebijakan maupun program mentoring.
“Perempuan bagaimanapun juga masih memiliki baggage (beban) mereka sendiri. Bagaimana caranya kami dari Godrej bisa mendukung mereka agar beban-beban itu tidak menjadi halangan? Pastinya kebijakan, apa pun kebijakan yang kita buat, sebisa mungkin kita akan melampauinya. Lalu, membangun lingkungan yang suportif, mencakup juga laki-laki, membangun allyship (persekutuan),” jelas Dita.
ADVERTISEMENT
Mengajak laki-laki dalam mendukung gerakan mencapai kesetaraan gender dan inklusivitas sangat penting. Sebab, lingkungan kerja yang aman, penuh kepercayaan, dan bebas diskriminasi akan membantu para karyawan semakin berkembang tanpa perlu merasa takut dan khawatir akan didiskriminasi oleh gender lain.
Inisiatif Uniqlo ciptakan ruang kerja inklusif
Director of Corporate Affairs PT Fast Retailing Indonesia (UNIQLO) Irma Yunita mengungkap, isu mengenai inklusivitas dan pemberdayaan perempuan itu sangat relevan bagi Uniqlo. Sebab, di Indonesia sendiri, mayoritas karyawan Uniqlo adalah perempuan.
Namun, jika berbicara soal dari mana kepedulian Uniqlo soal inklusivitas ini hadir, Irma menjelaskan bahwa semuanya datang dari slogan mereka, yaitu Made for All dan LifeWear. Dari slogan inilah lahir kebijakan-kebijakan yang selaras.
ADVERTISEMENT
“Dari level global, kami punya kebijakan yang lahir dari slogan. Made for All, LifeWear, datang dari situ. Kami percaya bahwa menghasilkan pakaian Uniqlo harus memperhatikan filosofi ini, yaitu membuat pakaian untuk semua orang. Bagaimana bisa kami melakukan itu kalau kami di belakangnya saja tidak beragam? Kami harus bisa merepresentasikan semua orang, termasuk gender,” jelas Irma di South Quarter Jakarta, Selasa (25/3).
Sebagai solusi dari berbagai tantangan ketimpangan gender, Uniqlo memiliki sejumlah program dan komitmen tersendiri. Apa saja?
1. Pembentukan Komite Diversity and Inclusion (D&I)
Komite ini terdiri dari anggota dari lintas divisi yang bertugas untuk menghasilkan inisiatif yang mencakup inklusivitas.
2. Menerapkan aturan kerja fleksibel
Menurut Irma, aturan jam kerja yang fleksibel, termasuk jam kerja, akan sangat membantu para perempuan dalam mempertahankan keseimbangan hidup dan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
“Meskipun pimpinan Uniqlo di Jepang itu mayoritas laki-laki, mereka sadar jika perempuan diberdayakan, perusahaan akan semakin berdaya. Kita menerapkan sistem kerja dari rumah (work from home, WFH) dua kali seminggu, membantu kita antara bekerja dan mengurus apa pun yang harus diurus di rumah,” jelas Irma.
3. Hadirkan cuti melahirkan dan cuti ayah
Cuti melahirkan memang sudah menjadi hal yang lazim di berbagai perusahaan. Namun, Uniqlo turut menghadirkan cuti ayah (paternity leave) agar suami bisa membantu istri dalam mengurus anak.
4. Memberikan Childcare Allowance
Di peak season atau puncak musim liburan, kesibukan karyawan Uniqlo akan berlipat ganda. Untuk membantu para ibu dalam mengurus anak di tengah peak season, Uniqlo memberikan bantuan dana agar anak-anak balita para karyawan bisa dititipkan di Childcare.
5. Menghadirkan sesi mentoring perempuan
Mentoring sesama perempuan memiliki dampak yang sangat baik di dunia kerja. Mengapa? Menurut Irma, ketika suara perempuan bersatu, mereka akan lebih didengar.
ADVERTISEMENT
“Women mentorship adalah inisiatif yang baik, karena suara perempuan, jika didengar oleh sesama perempuan, itu jadinya akan kuat sekali; saling mendukung dan saling punya suara juga,” tegas Irma.