Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Ribuan Orang Rayakan Hari Perempuan Internasional di Women's March Jakarta 2020
9 Maret 2020 8:26 WIB
ADVERTISEMENT
"Perempuan bersatu, tak bisa dikalahkan," begitu seruan para perempuan dan laki-laki yang mengikuti Women's March Jakarta 2020 pada Minggu (8/3). Sejak pukul 10.00 sekitar ribuan perempuan dan laki-laki berkumpul di Jalan MH Thamrin, tepatnya di depan pusat perbelanjaan Sarinah, untuk merayakan International Women's Day atau Hari Perempuan Internasional .
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2017, Women's March Jakarta memang diselenggarakan untuk merayakan International Women's Day . Sama halnya dengan Women's March secara global, pawai perempuan ini juga dilakukan sebagai ajang untuk menyampaikan suara-suara perempuan Indonesia dan kelompok lainnya, khususnya di Jakarta yang ingin memperjuangkan hak-haknya.
Mereka datang dengan membawa beragam papan aspirasi dan tuntutan terkait isu-isu perempuan yang belum juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Mulai dari isu kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual, body positivity, kesetaraan gender di dunia profesional, hingga tuntutan bagi pemerintah agar segera mengesahkan RUU PKS yang dinilai bisa menjadi payung hukum bagi perempuan dan korban pelecehan serta kekerasan seksual namun belum juga disahkan.
Para partisipan yang hadir datang dari berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, organisasi, komunitas, hingga individu. Beberapa dari mereka mengaku sudah rutin mengikuti Women's March Jakarta sejak tiga tahun lalu.
ADVERTISEMENT
"Semakin kesini semakin banyak yang aware dan menyuarakan isu-isu perempuan. Saya sendiri tiap tahun selalu ikut. Saya masih konsisten menyuarakan agar RUU PKS segera disahkan. Ini poster saya dari tahun sebelumnya. Sedih ketika poster tahun lalu masih relevan untuk tahun ini, artinya belum ada perubahan. Bahkan kita harus mulai dari awal karena di periode lalu tidak disahkan," ungkap Uti (34), salah satu perempuan yang hadir menyuarakan aksinya di Women's March Jakarta kepada kumparanWOMAN.
Keresahan perempuan karena belum adanya perubahan yang signifikan terhadap kasus pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan, serta kesetaraan gender juga dirasakan oleh Citra, pendiri organisasi Tis the Lyfe, organisasi yang juga aktif menyuarakan isu-isu perempuan.
"Tahun ini saya menyuarakan apa yang juga disuarakan oleh pasangan saya. Ia laki-laki yang meyakini bahwa laki-laki tidak memiliki hak untuk mengatur tubuh perempuan, menentukan apakah kita harus aborsi atau tidak, dan tak boleh memaksa perempuan untuk berhubungan seks. So far, perubahan terkait isu-isu perempuan memang belum ada. Kalaupun ada, gaungnya belum terasa. Untuk itu di tahun 2020 ini suara kami semakin lantang untuk menuntut," ungkap Citra pada kumparanWOMAN.
Tak hanya masyarakat umum, selebriti juga turut hadir di Women's March Jakarta. Salah satunya adalah Hannah Al Rashid . Pemeran film Ratu Ilmu Hitam ini memang terkenal aktif menyuarakan isu-isu perempuan. Ia juga selalu berpartisipasi dalam Women's March setiap tahunnya. Di 2020 ini, Hannah menyuarakan soal isu industri hiburan yang lebih aman dan ramah perempuan.
ADVERTISEMENT
"Lokasi syuting yang paling ideal? No nyamuk, no kecoa, no lelaki yang tangannya kemana-mana," tulis Hannah dalam papan aspirasinya.
Menurut Hannah, industri hiburan memang menjadi salah satu bidang yang juga kerap kental dengan isu pelecehan dan kekerasan seksual. Sedihnya, karena yang banyak mengalami adalah publik figur, mereka jadi tidak mau mengungkap apa yang terjadi sebab mereka sadar akan ada banyak bullying ketika mereka bersuara.
“Saya bisa berani berbicara soal isu-isu perempuan bukan karena pekerjaan yang saya jalani saat ini, namun karena saya mengenal banyak sekali perempuan di industri saya yang pernah mengalami sexual harassment tapi tidak berani bilang. Jadi karena kita bekerja di industri ini bukan berarti kita punya keistimewaan atau privilege bahwa kita akan lebih berani, terbuka, dan lebih teredukasi soal isu-isu ini. Karena dalam pengalaman saya, itu sama sekali tidak terjadi. Malah menurut saya karena judgment pada public figure itu lebih gila lagi dan membuka peluang lebih besar untuk dihujat, makanya tidak banyak yang berani bicara,” ungkap Hannah Al Rashid saat melakukan wawancara bersama kumparanWOMAN untuk program Women on Top .
ADVERTISEMENT