Role Model: Memimpin dengan Percaya Diri ala COO Blibli Lisa Widodo

27 Mei 2022 17:41 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Role Model: Memimpin dengan Percaya Diri ala COO Blibli Lisa Widodo. Foto: Dok. blibli
zoom-in-whitePerbesar
Role Model: Memimpin dengan Percaya Diri ala COO Blibli Lisa Widodo. Foto: Dok. blibli
Penuh semangat dan dedikasi adalah dua hal yang bisa menggambarkan sosok Chief Operating Officer (COO) Blibli, Lisa Widodo. Ibu dua anak ini merupakan salah satu jajaran pendiri e-commerce asli Indonesia, Blibli. Lisa bergabung dengan grup Djarum sejak 2009, tepat ketika Blibli sedang dalam proses pendirian.
Selesai mengemban pendidikan dan lanjut bekerja di Amerika Serikat (AS), Lisa pun memutuskan untuk pulang dan berkarier di Tanah Air. Meskipun sempat menghadapi tantangan dari sisi kultur lingkungan pekerjaan, Lisa tetap fokus meniti kariernya dengan skill set yang dimiliki.
Hal inilah yang mendorong Lisa fokus membawa Blibli menjadi salah satu perusahaan e-commerce terkemuka di Indonesia. Dalam berkarier, Lisa bekerja dengan penuh passion, rasa percaya diri tinggi, berani mengambil risiko, dan tidak pernah memandang materi. Bagi Lisa, materi dan pujian bukanlah tujuan.
Buat Ladies yang ingin tahu lebih lengkap mengenai perjalanan Lisa Widodo, simak perbincangan singkat kami dalam program Role Model kumparanWOMAN berikut ini.

Bisa dibilang Anda merupakan salah satu perempuan di balik terbentuknya Blibli sejak awal. Bagaimana awalnya Anda bisa bergabung di Blibli?

Saya dulu sekolah di AS dan sempat bekerja di sana. Tapi kemudian memutuskan untuk pulang pada 2006, saat itu usia saya masih sekitar 26 tahun. Saya ingin mencoba berbagai kesempatan dan melihat pilihannya ada apa saja di Indonesia.
Melalui proses riset dan berdiskusi dengan senior yang sudah berhasil meniti karier di Indonesia, saya memutuskan untuk memulai karier saya di Indonesia di industri perbankan. Di sini, saya banyak belajar dari sisi proses kerja, profesionalisme, kolaborasi, dan people management.
Setelah beberapa tahun bekerja di bank, kesempatan bekerja di grup Djarum pun datang ketika mereka sedang membangun perusahaan teknologi berbasis digital (startup) Blibli. Karena saya passionate dalam bidang teknologi, tanpa pikir panjang, saya ambil kesempatan itu.
Pada 2009 saya bergabung dengan grup Djarum dan saat itu timnya masih kecil sekali untuk membangun Blibli. Bisa dibilang saat itu saya adalah salah satu orang pertama yang bergabung di Blibli.
Lisa Widodo, COO Blibli Indonesia. Foto: Dok. Blibli

Membangun sesuatu dari nol bukanlah hal yang mudah. Apa yang membuat Anda berani mengambil risiko itu?

Keputusannya memang berisiko karena kulturnya berbeda. Bisa dibilang pembentukan kedewasaan saya terjadi ketika di AS, karena saya hampir 10 tahun tinggal di sana. Tapi saya meyakini bahwa setiap orang punya jalannya masing-masing. Saya tidak pernah melihat orang lain, yang selalu saya perhatikan adalah jalan saya sendiri. Sudah lebih baik dari kemarin atau belum.
Dalam hidup, saya juga cukup peka dengan setiap perjalanan saya. Saya bisa merasakan apakah yang saya kerjakan saat ini bisa berguna di kemudian hari atau tidak. Kalau ya, maka saya akan bekerja keras karena saya percaya sekali kalau kerja keras yang saya lakukan saat ini akan berguna di kemudian hari.

Saat ini Anda berperan sebagai COO di Blibli, bisa dijelaskan mengenai peran Anda sehari-hari?

Tugas saya mengurus ranah operasi Blibli. Mulai dari pembayaran, risiko manajemen, customer management, supply chain management, total quality management, operations business development dan business data intelligence hingga sustainability.
Saya juga menaungi bagian yang memikirkan soal kemasan, pengiriman, mitra logistik yang cukup banyak dan menjalin relasi dengan mereka. Selain itu, ada juga sistem return logistic untuk para pembeli yang ingin mengembalikan barang. Itu semua jadi fokus yang harus saya kerjakan bersama tim.

Sebagai salah satu orang yang membangun Blibli dari nol, Anda baru diangkat jadi COO setelah 12 tahun bekerja. Bagaimana Anda melihat hal ini?

Dalam pemikiran saya, Blibli akan menjadi perusahaan yang paling hebat di Indonesia, jadi saya ingin membawa Blibli ke titik itu. Bahkan sebagai salah satu founder, saya turut membantu mencarikan kandidat COO yang tepat dengan visi Blibli.
Apakah saya merasa tidak pantas saat itu? Bagi saya pantas atau tidak, itu tidak penting. Saya melihat perkembangan Blibli sangat cepat dan saya berpikir apakah bisa mengikuti atau tidak. Jadi dari kacamata founder, saya mesti memahami apa yang benar-benar dibutuhkan oleh perusahaan. Dan pada saat itu, saya selalu berpikir kalau Blibli membutuhkan sosok yang kuat untuk mengikuti perkembangan perusahaan yang dinamis.
Buat saya, kepentingan perusahaan harus lebih diutamakan dan saya percaya Blibli yang memiliki misi menjadi platform omnichannel commerce dan gaya hidup Indonesia tepercaya, menurut saya baik untuk Indonesia.
Sehingga setiap ada momen recruitment baru di perusahaan, saya selalu minta kepada HR agar menyampaikan materi yang berkaitan dengan departemen yang saya pimpin, langsung kepada calon karyawan baru. Hal ini saya lakukan supaya mereka bisa punya pemikiran yang sama untuk membawa Blibli mencapai tujuan.

Apa saja hambatan atau tantangan yang Anda hadapi selama menjadi COO Blibli?

Blibli berada di industri yang perkembangannya sangat cepat dan kompetitif. Banyak e-commerce yang geraknya cepat sekali, mereka punya investor dan leaders yang pernah sukses di e-commerce luar negeri sebelumnya. Sedangkan di Blibli berbeda, jajaran kita isinya 100 persen orang Indonesia dan kami sebagai leader pun dituntut untuk terus berinovasi tanpa henti.
Bagi saya pribadi, sejak awal motivasinya adalah menghasilkan karya yang pada akhirnya bisa dirasakan manfaatnya bagi orang banyak, dalam hal ini para pelanggan kami. Saya beruntung punya tim yang berpikiran sama.
Lisa Widodo, COO Blibli Indonesia. Foto: Dok. Blibli

Bertugas di divisi operation kabarnya tidak banyak dapat pujian, tapi ketika melakukan kesalahan bisa kena marah besar. Bagaimana kondisi ini mempengaruhi Anda dalam bekerja? Apakah ini pernah membuat Anda down atau justru memicu motivasi?

Dulu memang seperti itu namun bagi saya sendiri, pujian sebenarnya bukan tujuan.
Hanya saja, saya sadar, pujian kerap kali penting untuk mengapresiasi hasil kerja seseorang. Namun saya juga menanamkan kepada tim bahwa ada hal yang lebih penting daripada pujian, yaitu kepuasan pelanggan. Jadi kalau misalnya pelanggan dapat pengalaman buruk, nah, itu jadi motivasi terbesar saya untuk berusaha menyelesaikannya. Saya bisa melakukan segala hal supaya itu bisa teratasi.

Anda pernah bilang kalau Anda adalah sosok yang sangat percaya diri dan passionate dalam bekerja. Pernahkah Anda merasa ragu dalam berkarier atau mengambil keputusan?

Tentu saja pernah merasa ragu. Tapi saya percaya dengan kekuatan doa. Jadi sebelum melakukan sesuatu, saya akan banyak berdoa. Apalagi kalau saya akan menjalani meeting penting, saya akan berdoa cukup panjang dan meminta dibukakan jalan. Itu membantu sekali untuk mengatasi keraguan. Saya memang meyakini kalau segala hal yang terjadi dalam hidup memang ada campur tangan di luar kemampuan saya.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa pembentukan laki-laki dan perempuan itu berbeda. Ada beberapa cara pikir laki-laki yang berbeda. Itu memang hukum alam dan tidak bisa diubah tapi kita bisa pelajari bagaimana mereka mengambil keputusan.
Jadi menurut saya itu adalah kelebihan perempuan, bisa mempelajari dengan baik apa yang terjadi di sekelilingnya. Dan kalau itu digunakan dengan cara yang tepat, bisa jadi keunggulan.
Lisa Widodo, COO Blibli Indonesia. Foto: Dok. Blibli

Bisa dibilang saat ini Anda juga jadi salah satu perempuan yang jadi panutan atau role model di industri teknologi. Bagaimana Anda memandang hal itu?

Untuk itu saya belum bisa bicara apa-apa karena Blibli perjalanannya masih panjang agar bisa menjadi perusahaan terkuat di Indonesia. Target saya dalam sepuluh tahun ke depan Blibli bisa lebih berkembang.
Hari ini saya belum bisa menanggapi soal role model ini, tapi saya benar-benar ingin mendapatkan feedback dari orang lain. Ini bisa membantu saya mengetahui dampak dari yang saya lakukan itu sudah benar atau belum. Jadi mungkin lima atau sepuluh tahun lagi kita bisa mengobrol dan membicarakan hal ini.

Tapi siapa sosok role model Anda dalam hidup dan karier?

Role model saya adalah orang tua saya. Terlepas dari gaya pemikiran yang berbeda, kedua orang tua menjadi panutan bagi saya. Ayah sangat mengedepankan logika dan sangat visioner.
Dari ayah saya belajar mengambil keputusan, sedangkan dari ibu, saya belajar soal keyakinan, menjalani hidup yang bahagia, membuat obrolan-obrolan simpel, percaya kepada kekuatan doa, dan kesetiaan.

Lalu siapa support system terbesar Anda?

Keluarga kecil saya, suami dan anak-anak. Sebagai ibu, saya beruntung punya anak-anak yang suportif. Ini mungkin terjadi karena sejak dalam kandungan, saya sering ajak mereka bicara, kalau saya sedang kerja, meeting, dan cerita hal-hal lain soal pekerjaan.
Jadi saat mereka lahir dan sudah cukup besar, mereka mengerti kalau ibunya memang bekerja. Dan tentunya suami saya, dia amat sangat mendukung karier saya dan menjadi mentor buat saya, terutama dalam hal mengambil keputusan dalam berkarier.

Adakah pesan yang ingin disampaikan untuk perempuan muda yang mungkin saat ini sedang meniti karier dan ingin jadi leader?

Mulailah belajar untuk mengambil keputusan dengan segala konsekuensinya dan jalani. Percaya bahwa itu yang terbaik.
Di dalam dunia kerja, jika ingin menjadi leader, yang pertama belajar dengan baik, belajar dari buku maupun dari orang yang sudah menjalani dan berhasil. Langkah kedua dan yang terpenting adalah speak up, banyak berdiskusi dengan atasan dan perusahaan tempat kamu bekerja. Diskusilah tentang rencana hidup dan aspirasimu.
Lisa Widodo, COO Blibli Indonesia. Foto: Dok. blibli
Sebelum pandemi, saya sendiri pernah merasakan burn out, pada waktu itu saya memegang tanggung jawab untuk memimpin dua departemen yang sama-sama penting dan strategis.
Saya pun berkomunikasi, berdiskusi, dan mencari jalan keluar yang terbaik untuk perusahaan dengan atasan tentang hal ini dan akhirnya disepakati agar fokus pada satu departemen.
Jadi, dalam bekerja, sebagai perempuan kita harus berani mengambil keputusan dan bernegosiasi dengan rationale yang bisa dibuktikan.