#SHEMOVES Angkie Yudistia: Membuat Terobosan Baru untuk Penyandang Disabilitas

21 Maret 2020 13:35 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Angkie Yudistia untuk #SHEMOVES Foto: Hendry Yadhisna/SweetEscape
zoom-in-whitePerbesar
Angkie Yudistia untuk #SHEMOVES Foto: Hendry Yadhisna/SweetEscape
ADVERTISEMENT
Sejak ditunjuk menjadi Staf Khusus Presiden sekaligus Juru Bicara Presiden di Bidang Sosial pada November 2019 silam, Angkie Yudistia terus berusaha untuk memperjuangkan isu mengenai disabilitas dan hak-haknya agar bisa memiliki kesempatan yang sama dalam berkarier. Tak hanya itu, perempuan berusia 32 tahun itu ingin membuktikan bahwa perempuan disabilitas juga bisa memiliki posisi penting di pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjabat sebagai Staf Khusus Presiden, Angkie sempat mendirikan Thisable Enterprise pada 2011. Thisable Enterprise sendiri adalah pusat penyedia jasa untuk memberdayakan dan memberikan kesempatan kerja bagi para penyandang disabilitas. Berbekal dari sanalah, Angkie ingin meng-empower disabilitas lain agar bisa mandiri secara finansial.
Angkie Yudistia untuk #SHEMOVES Foto: Hendry Yadhisna/SweetEscape
Dalam rangka merayakan International Women’s Day Maret ini, sekaligus kampanye #SHEMOVES, kumparanWOMAN memilih Angkie Yudistia sebagai sosok pilihan Role Model kami. Kepada kami, Angkie bercerita mengenai visinya yang ingin mengubah stigma soal disabilitas yang kerap dianggap tidak mampu di dunia kerja. Selain itu, Angkie juga kerap bercerita mengenai tantangan-tantangan yang dihadapinya sebagai Staf Khusus Presiden dan Juru Bicara Presiden di bidang sosial.
Simak perbincangan kami dengan Angkie Yudistia berikut ini.
ADVERTISEMENT
Empat bulan menjabat sebagai Staf Khusus Presiden, program apa yang sudah Angkie kerjakan?
Stafsus Presiden itu kan dibagi menjadi 3 gugus. Gugus satu komunikasi, gugus dua komunikasi untuk kelompok strategis, dan gugus tiga adalah gugus inovasi untuk milenial. Nah, saya ada di gugus satu dan gugus tiga, artinya gugus satu sebagai jubir Presiden di bidang sosial atau sebagai penjembatan komunikasi antara Istana dan masyarakat mengenai masalah-masalah sosial; seperti krisis, hingga bencana alam.
Sedangkan untuk gugus tiga yaitu inovasi dan kelompok milenial, saya menjadi penjembatan antara kelompok milenial dengan pemerintah. Jadi, apa yang dibutuhkan atau diharapkan kelompok milenial ini bisa menjadi bahan riset kami untuk disampaikan ke Presiden. Intinya, kita berfokus dalam membuat program yang lebih dekat ke teman-teman milenial, sehingga bisa menjadi inovasi di pemerintahan. Hal inilah yang nantinya akan Presiden koordinasikan dengan kementerian-kementerian terkait, contohnya UKM, kartu pra kerja, dan lain sebagainya agar program-program pemerintah ini bisa ditransferkan ke kelompok milenial.
ADVERTISEMENT
Apa perbedaan terbesar dari pekerjaan Angkie sebelumnya dengan sekarang menjabat sebagai Stafsus Presiden?
Perbedaannya sangat besar ya. Karena pekerjaan sebelumnya saya lebih banyak men-develop, sedangkan sekarang ini kan sebagai employment service untuk disability. Di sini saya juga diharapkan agar bisa berpikir lebih tinggi lagi, lebih kritis, dan lebih memahami keadaan. Maksudnya, kami mengabdi kepada negara dengan harapan apa yang menjadi permasalahan bisa dicarikan solusinya.
Angkie Yudistia untuk #SHEMOVES Foto: Hendry Yadhisna/SweetEscape
Sebagai penyandang disabilitas, visi dan misi apa yang Angkie bawa ke Presiden?
Yang ingin saya sampaikan ke Presiden itu adalah sudah saatnya Indonesia menjadi negara industri yang ramah terhadap disabilitas. Kita selalu meng-upgrade skill supaya teman-teman disabilitas juga bisa mendapatkan tempat dan setara dengan kita. Sebagai contoh saya sendiri sebagai perempuan disabilitas yang masuk ke dalam sini (pemerintahan). Ini kan menjadi sebuah bentuk terobosan, di mana kita dulu melihat bahwa teman-teman disabilitas itu dianggap tidak bisa apa-apa, mulai dari cara berpikirnya hingga menyikapi sesuatu. Tapi sebaliknya, Presiden justru berani membuktikan bahwa disabilitas juga memiliki kesempatan yang sama dalam berkarier.
ADVERTISEMENT
Tadi kan Angkie bilang bahwa perbedaan pekerjaan sebelumnya dengan sekarang ini sangat jauh. Lalu, berapa lama Angkie bisa beradaptasi di lingkungan kerja sekarang ini?
Adaptasinya memang butuh effort yang sangat tinggi ya, apalagi saya sebagai perempuan berkebutuhan khusus yang tidak bisa mendengar pula. Saya harus beradaptasi dengan sangat kuat ketika harus bertemu dengan banyak orang, apalagi kalau meeting juga harus banyak orang sedangkan biasanya meeting lebih intense.
Bulan pertama dan kedua adalah masa-masa yang cukup berat bagi saya karena harus beradaptasi. Saya harus bisa memposisikan diri untuk sama dengan yang lain, baik laki-laki mau perempuan, atau antara milenial maupun yang lebih senior. Saya sangat berusaha keras untuk itu, awalnya sulit, tapi lama-lama jadi terbiasa. Di sini saya juga harus belajar lebih cepat, beradaptasi lebih cepat dan berusaha untuk mengharmonisasi dengan sektoral yang terkait.
ADVERTISEMENT
Lalu apa tantangan lain yang Angkie hadapi saat terpilih menjadi Stafsus Presiden?
Pas awal-awal menjabat, jujur saya sempat diinfus sebulan sekali. Lalu pada bulan ketiga, saya mulai meng-hire tim, lalu mendelegasikan ke tim karena saya tahu enggak mungkin bisa bekerja sendiri.
Kalau ditanya tantangan sih pasti ada ya, tapi bukan menjadi tantangan terbesar. Namun yang paling utama itu bagaimana kita sebagai kelompok milenial bisa berada di sistem birokrasi yang didominasi oleh senior-senior yang lebih tua dan baby boomer. Jadi, tantangannya lebih ke bagaimana mengharmonisasi substansi dan ide-ide antara kelompok milenial dan senior yang lebih tua. Soalnya ada beberapa yang skeptis namun ada juga yang menerima, namun kita sebagai kelompok milenial berusaha untuk mengharmonisasi semua itu.
Angkie Yudistia untuk #SHEMOVES Foto: Hendry Yadhisna/SweetEscape
Lalu menurut Angkie, apakah lingkungan pekerjaan sekarang sudah mendukung perempuan disabilitas dalam bekerja atau memiliki karier?
ADVERTISEMENT
Tentu saja. Begitu di sini kita ditanya kebutuhannya seperti apa. Kalau saya kebutuhannya memang satu, yaitu teknologi dan tim yang bisa membantu untuk meminjamkan telinganya kepada saya.
Lingkungan saya juga cukup mendukung, terbukti ada kursi roda di akses masuk, di Gedung 3 juga sudah ada ram (bidang miring sebagai pengganti anak tangga), terus juga ada blocking kuning untuk teman-teman tunanetra. Kita juga sudah meng-hire teman-teman disabilitas di sini, artinya untuk menciptakan lingkungan inklusif sehingga bisa menjadi contoh bagi perusahaan atau industri terkait untuk mulai merekrut teman-teman disabilitas.
Sebagai Stafsus Presiden dan disable entrepreneur prinsip apa yang selalu Angkie pegang teguh dalam memimpin tim?
Saya percaya bahwa support system itu sangat penting, karena sebagai pemimpin kita tidak mungkin bisa memimpin dengan sendiri kan? Jadi saya lebih percaya sepenuhnya dengan tim. Dengan begitu, tim juga akan jauh lebih kreatif, dan berinovasi.
ADVERTISEMENT
Lalu, saat ini juga saya berada di titik tengah antara generasi baby boomer, generasi X, Y, dan Z. Sehingga, dengan demikian bagaimana gaya kepemimpinan saya ini bisa berada di tengah-tengah dan menjadi penjembatan antara generasi-generasi tersebut.
Siapa sosok yang menjadi role model Angkie?
Dulu saya sering membaca bukunya Helen Keller, dia itu enggak bisa mendengar dan melihat, tapi dia bisa membuat buku. Dia lah yang kemudian menginspirasi saya untuk membuat buku yang pertama, dan yang membawa saya seperti ini. Saya percaya bahwa Helen Keller itu hebat karena memiliki support system yang hebat, dan saya bisa sampai ke sini karena memiliki support system yang hebat dan positif juga.
Angkie Yudistia untuk #SHEMOVES Foto: Hendry Yadhisna/SweetEscape
Pernahkan Angkie membayangkan sebelumnya sampai di posisi ini, menjadi staf khusus untuk presiden?
ADVERTISEMENT
Enggak sama sekali. Jadi ketika ditunjuk sebagai Stafsus, saya sempat bertanya-tanya kenapa harus saya, apa tugas saya dan apa ekspektasi presiden terhadap saya. Awalnya enggak pernah kebayang di posisi ini, apalagi kelompok milenial yang berada di pusaran birokrasi. Namun, tempat ini menjadi tempat bagi saya untuk mengabdi dan melayani dengan semua ilmu, semua networking dan pengalaman yang sudah dimiliki bertahun-tahun untuk dikembalikan lagi ke masyarakat.
Dengan posisi dan pencapaian sekarang ini, bagaimana cara Angkie menginspirasi teman-teman penyandang disabilitas lainnya?
Sebenarnya yang menginspirasi itu kan Presiden, karena beliaulah yang berani mengambil keputusan itu (keputusan untuk mengangkat sebagai Stafsus). Saya yakin Presiden pasti memiliki alasan dan sudah berpikir panjang kenapa dia berani mengambil keputusan demikian. Artinya, secara tidak langsung Presiden pun berharap stakeholder lain bisa melakukan hal yang sama (untuk meng-hire teman-teman disabilitas) tanpa harus ada aturan atau UUD dahulu.
ADVERTISEMENT
Terakhir, adakah pesan-pesan yang ingin disampaikan Angkie untuk perempuan disabilitas di luar sana untuk meraih mimpi?
Saya melihat bahwa banyak perempuan di luar sana berlomba-lomba mencari jati dirinya, tapi mereka lupa bagaimana menciptakan karakter. Karakter inilah yang bisa membedakan kita dengan orang lain.
Angkie Yudistia untuk #SHEMOVES Foto: Hendry Yadhisna/SweetEscape