Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Stop Kesenjangan Penyakit Kanker, MSD & YKI Gelar Kampanye Close the Care Gap
8 Februari 2024 8:19 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pada puncak acara yang digelar pada Minggu (4/2), MSD dan YKI juga menyelenggarakan diskusi bersama penyintas, caregiver, dan expert. Diskusi bertajuk Ngobrolin Kanker ini membahas beragam mitos kanker, jenis-jenis kanker, hingga pengobatan kanker yang lebih inovatif yakni terapi target dan imunoterapi.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, yang juga hadir dalam kesempatan tersebut menyampaikan imbauannya agar masyarakat bisa melakukan deteksi dini penyakit kanker. Kesadaran deteksi ini dinilai akan menurunkan angka kematian akibat kanker secara signifikan.
“Kalau kanker bisa terdeteksi dini, dengan teknologi yang ada sekarang survivability rate-nya (tingkat keselamatan) akan tinggi. Tapi kalau ketahuannya terlambat, pasien akan menderita lebih lama, penderitaannya besar. Perubahan sosial ini butuh upaya bersama, sehingga 80% cerita sedih dari kematian akibat kanker akan jauh berkurang,” ujar Budi.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan pemahaman soal penyakit kanker
Kanker menjadi salah satu penyakit yang mematikan di seluruh dunia. Sayangnya, masih banyak kesenjangan dalam hal pemahaman hingga pengobatan kanker itu sendiri. Hal yang masih lekat di masyarakat Indonesia adalah mitos soal penyakit kanker sehingga banyak pasien yang terlambat mendapatkan penanganan karena lebih memilih untuk pergi ke pengobatan tradisional atau dukun.
“Kanker itu merupakan penyakit kronis seperti halnya kencing manis dan darah tinggi yang kadang-kadang bisa naik atau turun. Jadi memang kuncinya ya harus ke dokter, bukan percaya mitos-mitos yang belum pasti,” tutur ahli Onkologi, Dr. dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B (K) Onk, M.Epid, MARS.
Penolakan pemeriksaan atau deteksi dini kanker membuat banyak pasien yang terdiagnosis saat sudah berada di stadium lanjut. Kemenkes sendiri memperkirakan bahwa lebih dari 70 persen pasien kanker terlambat didiagnosis sehingga pengobatannya pun terlambat dan tingkat keselamatannya menurun.
Pengobatan metode kemoterapi juga sering menjadi momok bagi penyintas kanker karena dampaknya yang mempengaruhi jaringan normal tubuh lainnya, salah satunya menyebabkan kerontokan rambut hingga pengobatan. Namun, ahli patologi anatomi, dr. Didik Setyo Heriyanto, PhD, SpPA, menyebut ada pengobatan yang lebih inovatif yaitu terapi target dan imunoterapi.
ADVERTISEMENT
“Sel kanker itu pinter, dia bisa lari dari gempuran sistem kekebalan tubuh kita, karenanya sekarang kita ada di era pengobatan kanker lewat imunoterapi. Ada juga terapi target yang bisa cegah penyebaran kanker. Tapi emang semuanya ada rangkaian tes dulu, jadi pasien nggak bisa milih mau terapi pakai teknologi terakhir ini,” imbuh dr. Didik.
Mengutip National Comprehensive Cancer Network, terapi target adalah metode pengobatan yang menargetkan penghentian pertumbuhan protein abnormal yang muncul di tubuh pasien kanker sehingga bisa mencegah penyebaran kanker ke bagian lain. Sementara itu, metode imunoterapi dilakukan dengan memanfaatkan teknologi untuk merancang situasi agar sel kanker bisa terdeteksi dan dibunuh oleh sistem imun.
MSD luncurkan pusat edukasi @ngobrolinkanker
MSD sebagai perusahaan multinasional yang terus mendukung pengembangan obat-obatan dan vaksin berupaya untuk selalu memberikan edukasi soal penyakit kanker pada masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, dalam perayaan Hari Kanker Sedunia 2024 ini, MSD juga meluncurkan pusat edukasi bernama @ngobrolinkanker di Instagram. Akun ini akan memberikan edukasi dan informasi terpercaya seputar kanker.
ADVERTISEMENT
“Kami berharap kehadiran @ngobrolin kanker dapat memudahkan setiap orang mengakses informasi yang akurat tentang kanker. Karena kami percaya bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk membuat perubahan dan kemajuan nyata dalam mengurangi dampak kanker secara lebih luas,” pungkas Country Medical Lead, MSD Indonesia, dr. Mellisa H. Wiyono.