Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Jika berbicara mengenai seorang bankir, Anda mungkin akan membayangkan sosok yang profesional, serius dan juga sedikit kaku dalam bertindak. Selain itu, Anda juga mungkin akan membayangkan seseorang yang datang dengan pakaian yang rapi dan formal.
ADVERTISEMENT
Namun, Parwati Surjaudaja, President Director OCBC NISP, jauh dari kesan tersebut. Saat berkunjung ke kantor kumparan di Jakarta Selatan pada Jumat (13/9), perempuan yang telah menjabat sebagai Presdir OCBC NISP sejak 2008 itu justru terlihat sangat ramah, santai, juga atentif terhadap apapun yang diucapkan lawan bicaranya. Ia mendengarkan siapa pun yang berbicara dengan penuh perhatian, tanpa terlihat memandang status maupun jabatan.
Selain itu, ada satu hal yang menarik dari kehadiran Parwati di hari itu. Presdir yang dinobatkan sebagai salah satu 'Top 50 Asia's Power Business Woman' oleh Forbes Asia Magazine pada 2016 ini hadir dengan setelan jeans, kaos dan blazer tipis. Tampilannya hari itu juga dilengkapi dengan sepasang sepatu model ballerina dari rumah mode Chanel, menunjukkan kesan yang sangat kasual sekaligus chic.
ADVERTISEMENT
“Mulai Januari, kami memakai seragam seperti ini,” ujar Parwati dalam sesi wawancara eksklusif bersama kumparanWOMAN pada Jumat lalu.
Parwati menjelaskan, kecuali pada hari yang sudah ditentukan, ia dan segenap karyawannya akan menggunakan kostum yang cenderung kasual dan santai ke kantor. Menurutnya, ini adalah salah satu strategi kantornya untuk menjawab tantangan zaman. Sebab, bank yang dikepalainya itu ingin lebih mengikuti perkembangan zaman yang semakin dinamis dan versatile.
“Bagaimana kita bisa berkreasi kalau harus pakai dasi dan harus begini, harus begitu?” ujar Parwati bersemangat saat mengobrol santai bersama kumparanWOMAN.
Tentunya, itu bukan satu-satunya cara yang digunakan oleh OCBC NISP untuk menjawab tantangan zaman. Parwati mengakui, saat ini ada begitu banyak perubahan dan tantangan yang perlu dijawab. Misalnya, dari segi perubahan demografi dan karakteristik orang-orang yang terlibat dengan OCBC, mulai dari level nasabah hingga karyawan bank.
ADVERTISEMENT
“Dulu, dengan salary, mereka (karyawan) sudah cukup. What more can they ask? Tapi, kalau sekarang, kan, enggak,” tuturnya mencontohkan.
Hal ini kemudian menginspirasinya untuk menggerakkan perubahan dalam bank yang sudah berdiri sejak 1941 itu, baik dari segi pelayanan kepada customer maupun dalam kultur korporasinya. Tentu, bukanlah hal mudah untuk mengubah tatanan yang sudah lama ada. Namun, Parwati menjelaskan bahwa perusahaannya menganggap aneka tantangan yang ada sebagai peluang untuk berkembang.
"Bagi institusi seperti OCBC NISP, kita melihat itu sebagai peluang yang bukan main”, ungkapnya.
Meski begitu, perempuan yang telah puluhan tahun berkarier di bidang industri finansial ini mengatakan, ada hal-hal yang tetap tak bisa ditawar. Di antaranya, integritas dan kehati-hatian. Sebab, ia berpendapat, bank telah diberi kepercayaan memegang uang dari nasabah. Sehingga, mereka harus benar-benar bertanggung jawab akan hal itu.
ADVERTISEMENT
“Kami selalu mengingatkan bahwa kami adalah lembaga perbankan. Lembaga kepercayaan. Kita harus mempertanggung jawabkan apapun yang kita putuskan, lakukan, hari ini hingga lima tahun ke depan,” ujar Parwati.
Belajar dari generasi yang lebih muda
Mengubah kebiasaan dan susunan yang sudah ada memang tidak semudah membalikkan tangan. Apalagi, bila Anda berada di posisi yang sangat krusial.
Namun, Parwati menganggap bahwa perubahan tetap bisa terjadi, bagi orang yang sudah lama memegang tampuk kepemimpinan sekalipun. Kuncinya adalah berani mengakui bahwa mereka yang sudah sangat berpengalaman pun masih perlu mempelajari hal baru.
“Kita (harus) berani mengatakan bahwa pengalaman kita adalah beban. Pengalaman kita sudah tidak relevan lagi, sudah waktunya kita harus melupakan dan mulai mendengar,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Parwati juga menjelaskan, saat ini, ia dan timnya banyak belajar dari generasi yang lebih muda. Ia juga percaya dengan sistem reverse mentoring, istilah yang menggambarkan proses pembelajaran dari mereka yang lebih junior.
Tak cuma itu, secara pribadi, Parwati juga mengaku belajar dari anak-anaknya sendiri. Ia dikaruniai empat orang anak yang merepresentasikan generasi milenial, generasi y, juga generasi z sekaligus. Keempat anak itu bebas mengutarakan pendapat mereka kepadanya, memberikan pandangan baru bagi Parwati. “Jadi, kita pun dalam berkomunikasi perlu melihat ulang. Sekarang, nilai-nilai (yang ada di generasi) mereka seperti apa,” ujarnya.