Tantangan Denny Wirawan saat Ciptakan Koleksi Batik Kudus Sandyakala Smara

25 September 2023 13:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peragaan busana Sandyakala Smara, koleksi batik Kudus karya Denny Wirawan, di rumah adat Kudus Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Foto: Dok. Image Dynamics
zoom-in-whitePerbesar
Peragaan busana Sandyakala Smara, koleksi batik Kudus karya Denny Wirawan, di rumah adat Kudus Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Foto: Dok. Image Dynamics
ADVERTISEMENT
Koleksi batik Kudus “Sandyakala Smara” oleh Denny Wirawan dalam kolaborasi bersama Bakti Budaya Djarum Foundation telah sukses diperagakan pada 6 September lalu. Kebaya encim, congsam, hingga berbagai siluet busana yang dihadirkan mampu menyita perhatian. Namun, di balik itu semua, ada berbagai tantangan yang dihadapi oleh Denny ketika menciptakan kreasinya tersebut.
ADVERTISEMENT
Persiapan peragaan busana yang digelar di rumah adat Kudus Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, itu memakan waktu hingga tiga tahun. Penggarapan kain batik saja, contohnya, bisa dilakukan hingga dua tahun. Para pembatik diperkenalkan dengan canting 0 dalam proses mencanting hingga jenis kain yang kurang familier.
“Untuk pengembangan motif memang tidak terlalu bermasalah, yang lebih bermasalah itu adalah teknik, seperti pencantingan; isen-isennya yang harus menggunakan canting berapa. Kalau yang bagus kan canting 0,” ucap Denny ketika ditemui di Jiva Bestari, Kudus, pada Kamis (7/9) lalu.
Desainer Denny Wirawan menceritakan soal koleksi batik Kudus terbarunya, Sandyakala Smara, di Jiva Bestari, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (7/9/2023). Foto: Judith Aura/kumparan
Selain pencantingan, pewarnaan juga menjadi tantangan tersendiri bagi Denny dan para pembatik. Terlebih, warna-warna kain yang ia gunakan di babak kedua peragaan busananya adalah warna yang cerah dan berani. Denny mengungkap, dalam prosesnya, ada beberapa warna yang rusak, sehingga prosesnya harus diulang kembali.
ADVERTISEMENT
“Untuk menemukan warna merah dan biru itu, ada beberapa yang rusak,” kata desainer yang pernah membawa desainnya ke New York Fashion Week itu.

Show yang sempat tertunda

Koleksi Sandyakala Smara ini sudah direncanakan sejak tiga tahun lalu. Namun, akibat sejumlah faktor, salah satunya pandemi, peragaan untuk koleksi ini terpaksa ditunda.
Denny sudah merancang desain-desain untuk koleksi ini sejak lama. Sayangnya, akibat tertunda, ada beberapa desain yang menurutnya sudah kurang kekinian, sehingga ia harus merancang desain-desain baru.
Peragaan busana Sandyakala Smara, koleksi batik Kudus karya Denny Wirawan, di rumah adat Kudus Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Foto: Dok. Image Dynamics
“Saat tertunda, saya sudah menyiapkan desain sebegitu banyaknya. Tapi, karena ada penundaan, ada desain yang sudah tidak up-to-date menurut saya. Ada beberapa yang saya reject, saya bikin desain baru,” ungkap dia.

Bereksperimen dengan jenis kain

Denny sudah menghabiskan waktu bersama batik Kudus selama delapan tahun lamanya. Seiring dengan perjalanannya bersama batik bermotif ekspresif ini, Denny memiliki keinginan untuk membawa batik Kudus ke level yang lebih tinggi. Itulah mengapa, ia tak gentar untuk bereksperimen dengan kain-kain yang ia pakai untuk koleksinya.
ADVERTISEMENT
“Nah, saya di sini bereksperimennya menggunakan kain-kain. Konsep yang saya pikirkan dan siapkan itu adalah ketika saya membuat baju, saya mau batik ini ada naik level,” jelas Denny.
Peragaan busana Sandyakala Smara, koleksi batik Kudus karya Denny Wirawan, di rumah adat Kudus Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Foto: Dok. Image Dynamics
Para pembatik cenderung terbiasa menggunakan kain katun. Namun, di koleksi ini, Denny menggunakan kain-kain seperti shantung, organza, hingga sutra garut. Baginya, pemilihan kain ini mengikuti DNA dia sebagai seorang desainer. Denny terkenal dengan rancangan busana outer yang terstruktur dan cocok dikenakan di Indonesia maupun luar negeri di musim semi, gugur, atau dingin.
“Jadi, pilihan saya untuk memberi ke pembatik kain-kain yang tidak biasa. seperti misalnya ada sutra garut. Nah, itu pembatik menemukan kesulitan karena teksturnya itu dalam. Pembatik bilang, “Aduh, Mas Denny ini susah banget karena ini dalam banget tekstur kainnya itu, sehingga canting saya kadang-kadang tidak nyampe,’” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Tekstur kain yang dalam itu, menurut Denny, turut mempersulit proses pencelupan. “Canting itu, kan, isinya malam. Jadi, pada saat dicanting lalu dicelup, waktu sudah kering, enggak keluar, dan hilang. Jadi itu harus diulang lagi [prosesnya].”
Peragaan busana Sandyakala Smara, koleksi batik Kudus karya Denny Wirawan, di rumah adat Kudus Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Foto: Dok. Image Dynamics
Kemudian, pembatikan pada kain organza juga menemui kesulitan. Denny mengatakan, ia memilih organza yang bertekstur kaku untuk menyesuaikan dengan desainnya.
“Ternyata setelah melalui proses dilorot—dilorot itu, kan, pakai air mendidih, sedangkan organza sendiri raw-nya itu ada kanjinya. Jadinya, pas dilorot, ya, larut semua itu. Waktu [kainnya] dikasih ke saya, “Ya, ampun, kok, kainnya jadi lemas, kiwir-kiwir begini?’ Langsung ubah konsep,” ucap Denny sembari terkekeh.

Kain batik yang bermasalah

Tantangan Denny Wirawan tidak sampai di sana. Setelah kain-kain batik Kudus itu sampai di tangannya pada 2021, ia harus menyimpannya dengan rapi untuk mencegah ada kain yang hilang. Ia pun akhirnya melipat kain-kain tersebut dan menyimpannya di dalam koper.
ADVERTISEMENT
“Nah, yang kain saya yang saya lipat itu, terutama yang bahannya shantung, itu membekas lipatannya,” kenang Denny.
Peragaan busana Sandyakala Smara, koleksi batik Kudus karya Denny Wirawan, di rumah adat Kudus Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Foto: Dok. Image Dynamics
Denny mengatakan, kain-kain tersebut diwarnai dengan pewarna kimia, bukan pewarna alami. Oleh sebab itu, bekas lipatan tersebut kemungkinan besar terjadi akibat reaksi kimia.
ADVERTISEMENT
Bekas garis-garis lipatan pada kain batik Kudus tersebut membuat Denny dan timnya cukup kebingungan. Tak hanya itu, ada beberapa kain yang tampak kusut di sejumlah bagian akibat proses pemerasan usai dilorot.
“Saya juga tidak menyangka pada saat mau saya kerjakan. Jadi, saya dan tim saya ini diskusi terus. ‘Aduh, sayang, ya, kain yang bagus-bagus ini ada bekas lipatannya.’ Jadi, kayak garis-garis gitu. Buat saya, kalau dipaksain dipakai, ya, enggak lucu banget.”
Peragaan busana Sandyakala Smara, koleksi batik Kudus karya Denny Wirawan, di rumah adat Kudus Yasa Amrta, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (6/9/2023). Foto: Dok. Image Dynamics
Namun, ia tetap mengkreasikan dan mengaplikasikan bagian kain yang tidak bermasalah ke dalam koleksinya tersebut.
ADVERTISEMENT
“Berarti, proses pembuatan batik tadi kurang lebih tiga tahun. Produksinya sendiri sekitar tiga sampai empat bulan, dari Mei sampai Agustus, untuk bikin seluruh koleksi kemarin. Jadi, sangat ekspres,” tutup Denny.
Meskipun telah melalui jungkir balik tantangan yang cukup berat, Denny Wirawan dan timnya berhasil merealisasikan kain-kain batik Kudus tersebut ke dalam koleksi Sandyakala Smara yang apik dan timeless. Sebanyak lebih dari 70 looks yang terinspirasi dari budaya Nusantara, Tionghoa, dan Eropa itu sukses menghipnotis hingga 250 tamu undangan yang hadir di Yasa Amrta Kudus.