Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
The Future Makers Laninka Siamiyono: Temukan Arti Hidup Lewat Lipstik & Eyeliner
8 Maret 2021 14:50 WIB
Diperbarui 17 Maret 2021 23:25 WIB
“Halo, apa kabar?” ujar Laninka Siamiyono menyapa tim kumparanWOMAN sambil memutar kursi rodanya memasuki kantor kumparan pada Rabu, (3/3) lalu. Saling menyapa dari kejauhan, Laninka dan kumparanWOMAN bertukar kabar seraya memasuki ruangan untuk berbincang. Laninka datang ke kantor kumparan untuk melakukan pemotretan dan wawancara program spesial kumparanWOMAN dalam rangka merayakan International Women's Day 2021 yang jatuh pada 8 Maret ini.
Nama Laninka Siamiyono sendiri mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang. Namun kumparanWOMAN yakin, Ladies akan terkesima saat membaca cerita dan pencapaian yang telah diraihnya saat ini dengan segala keterbatasannya.
Laninka adalah pendiri dari komunitas Lipstick untuk Difabel (LUD). Sesuai dengan namanya, komunitas yang dibentuk pada 2018 ini ditujukan untuk para penyandang disabilitas perempuan. LUD memiliki tujuan ingin memberikan pemahaman sekaligus kesadaran kepada para perempuan penyandang disabilitas bahwa mereka bisa menjadi seorang perempuan yang cantik dan percaya diri, serta bangga terhadap dirinya sendiri terlepas dari bagaimana pun kondisi fisik yang dialaminya.
Bisa dibilang, Lipstick untuk Difabel lahir berdasarkan pengalaman Laninka sebagai penyandang disabilitas, khususnya tuna daksa. Namun rupanya, perempuan 30 tahun ini bukanlah terlahir sebagai penyandang disabilitas. Laninka kecil tumbuh dengan sangat aktif, berbagai olahraga ditekuninya, termasuk juga berenang dan main basket. Namun pada kelas 6 SD, ia jatuh sakit hingga berbulan-bulan lamanya.
Kedua orang tuanya sudah membawanya ke berbagai rumah sakit namun tak ada diagnosis yang tepat. Hingga akhirnya, barulah ketahuan bahwa Laninka sebenarnya terkena penyakit auto imun rheumatoid arthritis (RA). Penyakit ini adalah peradangan sendi akibat sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringan hingga menimbulkan nyeri sendiri, bengkak, dan sendi terasa kaku. Sejak saat itulah, Laninka tidak bisa berjalan dan harus memberhentikan semua aktivitasnya. Ia juga memutuskan untuk tidak sekolah demi fokus menjalani terapi.
“Karena penyakit ini, aku jadi minder dan merasa bahwa ini bukan hidupku. Aku menjauhi semua orang selama 10 tahun karena aku nggak suka dilihat dengan tatapan kasihan. Tapi selama 10 tahun itu, aku justru merasa capek sama diri sendiri dan ingin berubah,” cerita Laninka pada kumparanWOMAN, Rabu (3/3).
Hingga akhirnya, perubahan itu datang ketika salah seorang teman datang ke rumahnya menawarkan katalog makeup. Berniat ingin menolong, Laninka akhirnya membeli eyeliner meskipun penyakit autoimun yang dideritanya tidak bisa membuatnya menekuk tangan dan menyentuh wajahnya.
Setelah meminta tolong anggota keluarga di rumah untuk memakaikan eyeliner, Laninka merasa ada sesuatu yang berbeda pada penampilannya. Saat berkaca, ia merasa menemukan dunia baru dalam jiwanya yang membuatnya lebih percaya diri dan merasa penampilannya lebih baik. Sejak saat itulah, Laninka mulai banyak belajar tentang makeup, termasuk cara mengaplikasikan foundation hingga lipstik.
Selama dua tahun, Laninka belajar memakai makeup dengan versinya sendiri. Ia pun menemukan rasa percaya diri dan mulai bisa menerima kondisinya sendiri. Laninka mulai berani main dengan teman-temannya, bahkan tak sedikit yang minta diajarkan bermakeup. Hal inilah yang akhirnya membuatnya tercetus ide mendirikan Lipstick untuk Difabel.
“Di agama yang aku percayai, sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat untuk orang lain dan diri sendiri. Jadi, terbentuklah Lipstik untuk Difabel yang bisa boost confidence perempuan disabilitas supaya mereka sadar bagaimana pun kondisinya mereka tetap cantik dan harus bangga sama dirinya sendiri,” lanjut perempuan yang bekerja sebagai digital marketing di sebuah perusahaan swasta ini.
Dibantu oleh sahabatnya, Fina, Lipstick untuk Difabel awalnya dikhususkan untuk perempuan dan kaum disabilitas. Namun seiring berjalannya waktu, LUD berkembang mencapai perempuan non-disabilitas karena ia ingin mengangkat kesetaraan perempuan. Menurut Laninka, isu disabilitas ini merupakan isu yang masih cukup sensitif untuk dibahas. Sehingga cara mengolah konten pun harus dipikirkan dengan baik agar tidak menyinggung penyandang disabilitas lainnya, termasuk juga orang tua yang memiliki anak dengan penyandang disabilitas.
1000 lipstik dan kelas makeup untuk perempuan difabel
Sebenarnya, tujuan awal Laninka membuat LUD untuk mengajak para pencinta kecantikan mengumpulkan lipstik baru yang akan dibagikan kepada teman-teman disabilitas sebagai bentuk dukungan. Tak disangka, banyak orang baik yang membantunya, termasuk juga beberapa influencer kecantikan yang membuka donasi dengan target 1.000 lipstik.
Namun di luar dugaan, Laninka justru mendapatkan lebih dari 1.000 lipstik serta uang Rp 90 juta dalam kurun waktu satu bulan saja. Laninka pun juga mendapatkan lipstik berkardus-kardus yang bila ditotal jumlahnya mencapai 2.000 lipstik. Akhirnya, dari situlah ia sepakat bahwa sisa uang donasi akan dipakai untuk membuat kelas makeup bagi penyandang disabilitas.
“Dari sisa uang yang ada, kami belikan produk makeup baru yang komplit dan buat makeup class pada 2019 lalu. Alhamdulillah, hingga saat ini sudah berjalan empat kelas yang dibagi per sesi; tunadaksa, tunanetra, dan tuli di Jakarta dan Yogyakarta,” cerita Laninka lagi.
Menurut Laninka, sebenarnya makeup class sendiri bukanlah hal yang baru di dunia kecantikan. Namun sebagai penyandang disabilitas, ia memiliki cara pandang sendiri dalam menggelar makeup class sesuai dengan kebutuhan masing-masing teman disabilitas. Misalnya, kelas makeup untuk tunadaksa membutuhkan tempat yang besar dan toilet khusus, kelas makeup untuk tunanetra memerlukan bantuan dan kelas tunarungu memerlukan bahasa isyarat untuk menerjemahkan perkataan.
Sayang, sejak pandemi melanda Indonesia pada Maret 2020 lalu, semua kegiatan kelas makeup berhenti total dan berpindah ke kegiatan online. Pada Oktober 2020 lalu, untuk pertama kalinya LUD membuat kelas online entrepreneurship untuk penyandang disabilitas yang inklusif. Ia ingin mengajak teman-teman disabilitas lain untuk meningkatkan kemampuannya, terutama di bidang entrepreneurship untuk bertahan di tengah pandemi.
Ingin jadikan Lipstik untuk Difabel sebagai tempat sosialisasi penyandang disabilitas
Mendirikan Lipstick untuk Difabel hampir tiga tahun, perempuan berhijab ini masih merasa kesulitan untuk membagikan lipstik bagi para penyandang disabilitas.
“Pertama, data penyandang disabilitas di Indonesia tidak valid. Kenapa aku bisa bilang seperti ini, karena tidak semua orang didaftarkan atau mendaftarkan dirinya sebagai penyandang disabilitas. Sedangkan disabilitas itu luas banget, tidak hanya fisik tapi ada juga disabilitas mental,” lanjut perempuan yang biasa disapa Ninka ini.
Namun untuk saat ini, LUD selalu berupaya menyalurkan lipstik untuk para penyandang disabilitas, ke tempat-tempat yang memang ramah disabilitas seperti sekolah luar biasa (SLB). Bahkan dalam waktu dekat ini, LUD juga akan membagikan lipstik ke komunitas olahraga, termasuk juga atlet pebasket perempuan yang duduk di kursi roda.
“Dengan adanya Lipstik untuk Difabel, aku harap orang-orang sadar kalau dunia disabilitas itu ada. Mereka perlu suatu hal yang memang setara dan haknya harus terpenuhi dengan baik. Stigma disabilitas di Indonesia itu masih dipandang belas kasih dan kasihan, aku tidak mau seperti itu. Makanya, aku jadikan Lipstick untuk Difabel sebagai tempat sosialiasi dan edukasi tentang penyandang disabilitas ,” demikian tutup Laninka mengakhiri perbincangan.
---
Simak kisah inspiratif dari The Future Makers dan artikel menarik lainnya dalam rangkaian program Women's Week 2021.