Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cantik, muda, pintar, berwawasan luas, serta memiliki semangat yang tinggi untuk menghadirkan perubahan bagi perempuan menjadi kesan pertama yang kami dapatkan dari sosok Tania Soerianto.
Bagi Anda yang belum familier, Tania Soerianto merupakan Co-founder sekaligus CPO dari Generation Girl. Generation Girl sendiri adalah organisasi non-profit yang didirikan dengan tujuan untuk memperkenalkan perempuan-perempuan muda ke bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) melalui aktivitas yang menyenangkan.
Sebelum mendirikan Generation Girl, perempuan lulusan University of Wisconsin-Madison, AS, di bidang Biochemistry and Global Health itu pernah bekerja di sebuah startup yang menyediakan solusi teknologi dan big data bagi dunia kesehatan, mClinica. Selain itu, ia juga pernah bekerja sebagai Product Manager di perusahaan teknologi yang menyediakan layanan jasa perjalanan, Traveloka, selama 2 tahun lebih.
Kemudian, baru-baru ini Tania bersama rekannya, Anbita Nadine Siregar yang sama-sama mendirikan Generation Girl, juga masuk ke dalam daftar Forbes Indonesia 30 Under 30 Class of 2021 edisi Maret 2021.
Bagi Tania, masuk ke dalam daftar penghargaan paling bergengsi itu menjadi hal yang sangat membanggakan dan tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
“Ya, kita bersyukur banget bisa mendapatkan kesempatan ini. Tapi, of course, itu bukan goals kami saat pertama mendirikan organisasi non-profit ini. Jadi, kami mendirikan organisasi non-profit itu sebenarnya dengan tujuan untuk problem solving. Namun, kami bersyukur di saat kami punya niatan untuk problem solving, (usaha) kami juga diakui sama media lain,” ungkap Tania ketika diwawancarai kumparanWOMAN beberapa waktu lalu.
Resign dari perusahaan besar demi fokus di Generation Girl
Sebagai perempuan muda, Tania bisa dibilang berani mengambil kesempatan dan membuka jalan untuk masa depannya sendiri dan perempuan lain. Bahkan, ia berani keluar dari zona nyaman dengan resign dari sebuah perusahaan besar demi fokus di organisasi yang ia bangun dan dirikan.
“Awalnya kami bikin Generation Girl itu iseng-iseng. Itu semacam side project yang aku buat saat masih di Traveloka, sedangkan Nadine masih di perusahaan dia yang sebelumnya. Kemudian, pada saat kami mulai pada Desember 2018 lalu, kami melihat bahwa ini akan sukses banget karena banyak anak-anak perempuan yang tertarik,” ungkap perempuan berusia 29 tahun itu.
Bagi Tania, platform tersebut tidak hanya menjadi wadah bagi perempuan dan remaja-remaja perempuan untuk menggali potensi diri, namun juga menjadi wadah untuk menciptakan lebih banyak pemimpin perempuan masa depan, khususnya di bidang STEM.
“Generation Girl sendiri tujuannya adalah untuk creating more female future leaders, tapi kita spesifik di bidang STEM. Di Generation Girl, kami mengadakan program seperti coding bootcamp di-mana anak-anak perempuan usia 14-18 tahun (anak-anak SMP dan SMP) diajarkan coding dan membuat website sendiri,” tambahnya.
Dengan mendirikan Generation Girl, Tania berharap agar banyak perempuan dan remaja-remaja perempuan untuk dapat berkarier dan membuka jalan bagi masa depannya di bidang STEM.
“Aku dan Nadine mendirikan Generation Girl sebenarnya karena pengalaman pribadi. Kerja di industri teknologi Indonesia di mana sedikit sekali partisipasi perempuannya. Contohnya saat aku dulu menjabat sebagai Product Manager dan aku punya tim Engineer. Tim Engineer aku saat itu bisa sekitar 15 orang, sedangkan aku yang merupakan perempuan cuma 1 orang. Jadi rasionya sangat tidak setara,” keluh Tania.
Dari situlah, ia dan Nadine pun yakin untuk fokus membangun Generation Girl karena ingin memastikan bahwa perempuan bisa lebih included di bidang tersebut. Setelah yakin dengan tujuannya, ia pun mulai menekuni Generation Girl secara lebih serius.
“Debutnya itu lumayan cepat ya. Jadi yang tadinya cuma 30 orang peserta di satu program, akhirnya bisa reach hingga 100 orang dalam satu kali program. Melihat perkembangan itu, mau enggak mau aku harus put more focus there. Akhirnya aku resign tuh pas awal pandemi 2020 lalu dan memutuskan untuk fokus di Generation Girl saja,” pungkasnya.
Pernah diremehkan saat berkarier di dunia teknologi
Berkarier di dunia teknologi diakui Tania penuh dengan lika-liku serta tantangan. Tania menceritakan, bahwa dirinya pernah mendapatkan pengalaman kurang mengenakkan saat berkarier di bidang yang didominasi oleh laki-laki tersebut.
“Aku pernah kayak merasa di-underestimate, especially saat waktu aku masih muda. Saat itu, aku sering berhubungan dengan orang-orang yang usianya lebih tua dibanding aku. Jadi, enggak cuma karena usia aku lebih muda, tapi karena aku juga perempuan lalu mereka mungkin berpikir ‘ngapain sih ini anak’,” cerita Tania.
Meski di awal ia sempat minder dan tidak percaya diri karena sentimen-sentimen tersebut, namun lama-kelamaan ia sadar akan kemampuannya dan berhasil membuktikan bahwa ia bisa bersanding dengan para pria yang ada di bidang tersebut.
“Aku melihatnya seperti as soon as you can show and you actually understand what you are doing, dan you are knowledge juga bukan yang kayak asal-asal ngomong saja, menurut aku mereka lama-lama akan putting you on the same level,” tegas perempuan yang awalnya bercita-cita menjadi dokter tersebut.
Melihat pengalaman pribadi serta pengalaman beberapa perempuan yang berkarier di bidang teknologi , Tania pun berharap agar ke depannya industri tersebut bisa memberikan banyak partisipasi untuk perempuan.
“As simple as giving more sit at the table for women. Pokoknya gimana caranya agar perusahaan-perusahaan teknologi untuk inviting more women untuk bisa masuk ke industri yang male dominated ini. Dan bagaimana caranya supaya ada seperti value company atau program-program khusus untuk bisa mengundang perempuan lebih tertarik di bidang ini,” tambahnya.
Mimpi masa depan Tania Soerianto: Ingin merevolusi pendidikan STEM
Sejalan dengan keinginannya itu, Tania juga memiliki misi pribadi di masa depan. Misi itu tak hanya untuk dirinya sendiri, namun perempuan lain dan juga untuk organisasi yang ia bangun.
“Kalau misi untuk organisasi mungkin lebih bagaimana caranya kita bisa merevolusi pendidikan STEM di Indonesia. Jadi kami ingin bisa mengambil bagian untuk membantu revolusi pendidikan. Makanya kami mulai beberapa program pelatihan guru itu sebenarnya karena mau lebih fokus changing the education system. Tapi itu sebenarnya jadi misi pribadi aku juga sih, gimana caranya memperkenalkan kurikulum STEM ini di kelas-kelas agar nantinya ilmu yang dipelajari anak-anak itu bisa berguna saat bekerja di industri,” paparnya.
Selain itu, Tania juga ingin mengembangkan organisasi non-profit yang dibangun. Ia ingin agar organisasi tersebut bisa lebih besar dan memiliki banyak karyawan. “Memang my short term goals itu bagaimana caranya membesarkan organisasi ini supaya jalannya semakin lebih cepat dan bisa hiring more people.”
Kemudian, misi masa depan yang terkait dengan perempuan, ia ingin mendorong perempuan-perempuan lain untuk lebih berani dalam mengambil kesempatan dan tidak takut gagal, khususnya saat berkarier di bidang STEM.
“Aku ingin perempuan-perempuan di luar sana lebih berani dan fearless ya. Jadi kayak taking more chances yang ada di luar sana. Selain itu, aku juga ingin agar perempuan-perempuan di luar sana tidak takut mencoba dan tidak takut untuk gagal,” kata perempuan yang hobi traveling tersebut.
Karena itulah, ia pun berpesan kepada perempuan-perempuan agar tidak takut untuk mencoba-coba dan tidak takut gagal. Sebab, bagi Tania kegagalan merupakan suatu pelajaran yang sangat berharga.
“Pesan ini sebenarnya datang dari pengalaman pribadi, karena aku sering ganti major, industri, hingga karier. Jadi salah satu pelajaran yang aku dapatkan adalah untuk tidak takut gagal. Intinya, bagaimana caranya kita embracing failure dan menjadikan failure itu sebagai pelajaran inside of takut atau khawatir. Selain itu, jadikan kegagalan itu menjadi batu loncatan untuk kita mengerti diri sendiri dan mengerti apa yang kita mau,” tutup Tania Soerianto.
----
Simak kisah inspiratif dari The Future Makers dan artikel menarik lainnya dalam rangkaian program Women's Week 2021.