Tradisi Poliandri dan Poligami di Masyarakat Bhutan

27 Maret 2020 22:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan Bhutan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan Bhutan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sebagian dari Anda mungkin masih asing dengan negara atau Kerajaan Bhutan. Terletak di antara India dan China, negara ini memiliki sistem pemerintahan kerajaan ini dipimpin oleh Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck dan Ratu Jetsun Pema. Keduanya menikah pada 13 Oktober 2011 dan telah dikaruniai dua orang anak laki-laki.
ADVERTISEMENT
Ada banyak hal menarik yang membuat Bhutan menjadi kerajaan yang unik. Selain letaknya yang ada di tengah-tengah pegunungan, Bhutan juga menghitung pertumbuhan ekonominya menggunakan Gross National Happiness (GNH) dengan menyeimbangkan pembangunan ekonomi, budaya, pelestarian lingkungan dan pemerintahan yang baik.
Pemandangan di Sekitar Punakha Dzong, Bhutan. Foto: Flickr/Bill Clifford
GNH mengukur tingkat kebahagiaan masyarakatnya, kualitas hidup dan pembangunan spiritual dan material. Pada 2015, 91,2 persen masyarakatnya merasa bahagia karena perbaikan standar hidup, perawatan kesehatan dan partisipasi mereka dalam acara budaya. Pemimpin Bhutan juga berfokus untuk menciptakan kondisi agar warganya selalu bahagia. Maka tak heran jika Bhutan disebut sebagai Happiest Place on Earth.
Tak hanya itu saja, ada banyak hal yang unik dan menarik dari negara yang luasnya tak jauh berbeda dari provinsi Jawa Tengah ini. Salah satunya adalah soal kebudayaan masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
Bhutan memiliki peraturan kebudayaan yang melegalkan poligami dan poliandri dalam hubungan pernikahan. Baik laki-laki maupun perempuan diperbolehkan untuk memiliki lebih dari satu pasangan.
Poligami dan poliandri terjadi karena alasan ekonomi
Ilustrasi Wanita Bhutan Foto: Shutterstock
Menurut peraturan pernikahan di Bhutan yang dibuat pada 1980, poligami dan poliandri boleh dilakukan sesuai dengan persetujuan perempuan baru yang akan dinikahi. Dalam peraturan juga disebutkan bahwa pasangan poligami atau poliandri tidak mendapatkan pengakuan hukum, baik dari hukum sipil maupun hukum adat.
Untuk para perempuan Bhutan yang melakukan poliandri, mereka boleh menikah dengan beberapa pria, namun mereka hanya diperkenankan memiliki satu suami yang sah.
Tradisi poligami dan poliandri di Bhutan ini biasanya dilakukan dalam lingkup keluarga. Misalnya, satu perempuan akan menikahi seorang pria dan kemudian di pernikahan selanjutnya ia akan menikah dengan adik-adik dari suaminya. Begitu juga sebaliknya, para pria yang melakukan poligami biasanya menikahi adik-adik dari istrinya sendiri. Kabarnya tradisi ini dilakukan dengan tujuan menjaga harta dan aset tetap berada di tangan keluarga.
ADVERTISEMENT
Salah satu daerah di Bhutan yang banyak melakukan poliandri adalah Laya. Melansir Daily Bhutan, Laya merupakan daerah dataran tinggi terpencil di Bhutan. Daerah ini sangat sulit diakses.
Sebagai komunitas kecil dan mandiri, kepercayaan merupakan hal yang penting bagi masyarakat Laya. “Laya terletak di daerah yang sangat terpencil, terpisah, dan tersembunyi di pegunungan. Mereka akan dipandang rendah jika menikah dengan orang luar (bukan penduduk Laya),” ungkap Laya Gup Lhakpa Tshering, salah satu penduduk Laya seperti dikutip dari Daily Bhutan.
Ia melanjutkan, penduduk Laya lebih suka hidup bersama karena tidak banyak yang mampu membangun rumah sendiri. Jadi perempuan menikah dengan lebih dari satu suami merupakan hal yang biasa.
Tak hanya itu, lokasi Laya yang berada di dataran tinggi juga membuat wilayah ini sulit ditanami tanaman. Praktik jual beli juga sulit karena membutuhkan perjalanan yang panjang bahkan berhari-hari dari Laya ke kota-kota lain.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, jika salah satu suami bertugas untuk berbelanja ke luar kota, suami yang lain akan beternak. Keputusan perempuan untuk melakukan poliandri merupakan salah satu cara mereka agar bisa mendapatkan hidup yang layak.
Di era modern, tradisi poligami dan poliandri di Bhutan mulai memudar
Raja Jigme Singye Wangchuck (tengah) Foto: Wikimedia Commons
Tradisi pernikahan poligami dan poliandri ini telah terjadi secara turun temurun sejak dulu di Bhutan. Salah satu contoh tokoh terkenal yang menjalani pernikahan poligami adalah raja keempat dari Bhutan, Raja Jigme Singye Wangchuck. Ia menikah dengan empat perempuan pada 1979, dan mereka merupakan kakak adik. Keempat istri Raja ini semuanya dinobatkan sebagai ratu dalam sebuah perayaan yang sama.
Melansir situs Inquirer, tradisi menikahi kakak beradik ini sudah berlangsung sejak lama. Francoise Pommaret, seorang ahli dan penulis di Bhutan mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar properti dan harta yang dimiliki tetap berada dalam satu keluarga.
ADVERTISEMENT
“Menikahi kakak beradik perempuan, kebanyakan ditemukan di tengah atau timur Bhutan, dan menikah dengan kakak beradik laki-laki, sebagian besar ditemukan di utara. Hal ini dilakukan untuk memungkinkan mereka menyimpan properti dalam satu keluarga,” ungkap Francoise Pommaret.
Meski begitu, di era modern ini praktik poligami dan poliandri sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bhutan. Termasuk juga bagi mereka yang tinggal di daerah Laya.
Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck (kiri) mencium Ratu Jetsun Pema saat upacara di stadion utama di Thimphu di Bhutan. Foto: Prakash SINGH / AFP
Pernikahan antara Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck dan Jetsun Pema disebut-sebut menjadi salah satu alasan masyarakat Bhutan tak lagi melakukan poligami atau poliandri. Hal ini dipercaya lantaran dalam pidato pengumuman pernikahannya, Raja Jigme memastikan bahwa ia tidak akan mengikuti jejak sang ayah yang menikah empat kali. Ia menuturkan hanya akan menikah dengan satu perempuan, yaitu Jetsun Pema.
ADVERTISEMENT
Pasangan yang sudah menikah selama 9 tahun ini kabarnya pertama kali bertemu saat Jetsun Pema dan keluarganya melakukan piknik. Kala itu Pema masih berusia 7 tahun dan Jigme Khesar Namgyel Wangchuck berusia 17 tahun dan masih berstatus menjadi pangeran Bhutan. Jetsun pun kagum dengan ketampanan Jigme.
Kabarnya, dalam pertemuan tersebut Jigme mengatakan pada Jetsun bahwa saat sudah dewasa, Jigme akan menikahi Jetsun jika mereka bertemu lagi dan keduanya masih single dan saling jatuh cinta.
Keduanya kemudian resmi menikah pada 13 Oktober 2011 dan kini telah dikaruniai dua orang anak laki-laki. Hingga saat ini, kisah cinta mereka menjadi inspirasi masyarakat Bhutan dalam menjalin hubungan. Termasuk juga untuk tidak melakukan poligami atau poliandri.
ADVERTISEMENT
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran virus Corona. Yuk, bantu donasi sekarang!