Tradisi Unik Kerajaan Thailand yang Sudah Dilakukan Sejak Ratusan Tahun Lalu

20 Juli 2020 17:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn yang baru dinobatkan di Bangkok, Thailand. Foto: REUTERS / Soe Zeya Tun
zoom-in-whitePerbesar
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn yang baru dinobatkan di Bangkok, Thailand. Foto: REUTERS / Soe Zeya Tun
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap kerajaan di seluruh dunia memiliki tradisi unik yang berlaku sejak ratusan tahun lalu. Tradisi ini mulai banyak ditinggalkan di zaman modern, namun tak sedikit pula yang masih melakukan berbagai macam tradisi turun-temurun ini. Salah satunya adalah Kerajaan Thailand.
ADVERTISEMENT
Di Thailand, ada beberapa tradisi yang terbilang cukup unik. Mulai dari mengumpulkan air suci untuk memandikan raja sebelum penobatan, hingga para staf istana yang duduk di lantai karena tidak boleh berada dengan posisi lebih tinggi dari raja.
Selengkapnya, berikut tradisi unik Kerajaan Thailand yang berhasil kumparanWOMAN rangkum dari berbagai sumber.

1. Air suci yang diambil dari 100 sumber mata air, digunakan raja untuk mandi

Sebelum penobatan resmi Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn, para pejabat istana mengumpulkan air dari 100 sumber mata air di seluruh penjuru Thailand. Air tersebut harus diambil antara pukul 11.52 hingga 12.38 karena dianggap sebagai waktu yang baik dalam astrologi Thailand.
Raja Thailand Vajiralongkorn Foto: REUTERS/Athit Perawongmetha
Air itu kemudian diberkati dalam upacara-upacara agama Buddha di kuil-kuil besar sebelum digabungkan dalam upacara gabungan di Wat Suthat, salah satu kuil tertua di Bangkok. Air yang disucikan itu digunakan dalam dua ritual di Grand Palace.
ADVERTISEMENT
Yang pertama digunakan untuk 'menyucikan' raja dengan cara disiram perlahan ke tubuh raja sebelum resmi dinobatkan.Yang kedua, air suci tersebut digunakan untuk memberikan berkat kepada Raja Vajiralongkor yang mengenakan jubah agung dan duduk di atas singgasana. Ada delapan orang yang menuangkan air suci tersebut ke tangan raja, termasuk adik perempuannya, Putri Maha Chakri Sirindhorn, dan beberapa cendikiawan istana.
Kabarnya, mengumpulkan air suci ini didasarkan pada tradisi Brahmana yang telah dilakukan sejak berabad-abad lalu.

2. Atribut kerajaan yang sudah ada sejak zaman Rama I, seluruhnya terbuat dari emas

Saat pelantikan Raja Thailand, akan ada beberapa atribut yang harus digunakan dan harus berada di dekat raja. Seluruh atribut ini seluruhnya dibuat dari emas dan diciptakan pada masa pemerintahan Raja Rama I dan Rama IV. Saat penobatan raja di awal pemerintahan, atribut ini akan dikeluarkan dari Museum Grand Palace Bangkok untuk digunakan oleh raja.
Raja Maha Vajiralongkorn terlihat selama prosesi penobatan, di Bangkok, Thailand. Foto: REUTERS / Soe Zeya Tun
Atribut tersebut adalah Phra Maha Swetachatra atau payung. Saat ini ada tujuh payung yang ditaruh di berbagai istana. Selain itu ada juga mahkota Phra Maha Phijay Mongkut yang hanya bisa dipakai oleh raja, pedang Phra Saengkharga Jay Sri yang mewakili kekuatan militer Thailand, Chalong Phra Bada (sepatu resmi yang terbuat dari emas) dan Walawijani (kipas yang terbuat dari emas dan ekor gajah putih).
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ada juga Phra Khattiya Rajuprapoke atau peralatan yang khusus digunakan untuk penggunaan pribadi raja. Terdiri dari guci untuk menaruh air, buah pinang yang diletakan di wadah khusus, persembahan anggur dan wadah untuk menaruhnya. Benda-benda ini selalu ditempatkan di kedua sisi singgasana raja selama upacara kerajaan.

3. Mengadakan 'selamatan' di kediaman Raja Thailand dengan membawa kucing dan ayam jantan

Setelah upacara penobatan, Raja Thailand yang terpilih akan melakukan 'selamatan' di Grand Palace yang kini menjadi tempat tinggalnya. Hal ini bersifat pribadi dan hanya dihadiri oleh para keluarga kerajaan saja.
Para keluarga kerajaan akan membawa kucing dan ayam jantan putih yang dianggap sebagai simbol untuk melawan roh jahat. Mengutip Bangkok Post, dalam tradisi Thailand, saat seseorang pindah ke rumah baru, mereka harus memelihara kucing agar rumahnya diberkahi dan terhindar dari godaan mahluk halus. Selain itu, raja juga dihadiahi kunci emas sebagai simbol kepemilikannya atas istana yang ditinggalinya.
Prosesi penobatan untuk Raja Maha Vajiralongkorn yang baru saja dinobatkan di Thailand di Bangkok, Thailand. Foto: REUTERS/Athit Perawongmetha
Setelah tiga hari beristirahat di dalam istana, baru pada hari berikutnya Raja Thailand akan keluar balkon untuk menyapa masyarakat Thailand. Momen ini sering dimanfaatkan rakyat Thailand untuk memberi penghormatan kepada raja.
ADVERTISEMENT

4. Selain Raja Thailand, semua anggota keluarga kerajaan harus duduk di lantai

Menurut tradisi Kerajaan Thailand, pemimpin kerajaan dianggap sebagai seseorang dengan derajat paling tinggi yang posisinya ada di bawah Tuhan. Maka dari itu, seorang Raja Thailand harus berada di posisi lebih tinggi dari siapa pun saat acara kenegaraan atau pun saat memberikan pidato.
Suasana upacara pernikahan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dan Ratu Suthida di Bangkok, Thailand. Foto: Thailand Royal Household via REUTERS
Sehingga, para keluarga kerajaan lainnya, termasuk anak-anak raja serta para staf kerajaan harus duduk di lantai dan berjalan merangkak agar tidak menampakkan kakinya di depan raja. Hal ini dianggap sebagai tanda hormat pada pemimpin kerajaan.
Sedangkan bila ada anggota keluarga kerajaan yang memiliki aktivitas di luar istana, mereka akan memiliki kehormatan untuk duduk di bangku atau sofa. Sedangkan lawan bicara yang ditemuinya harus duduk di lantai. Contohnya anak perempuan Raja Vajiralongkorn, Putri Sirivannavari, tertangkap kamera berfoto dalam posisi duduk di sofa, sedangkan kerabat dan teman-temannya berpose duduk di lantai.
ADVERTISEMENT

5. Ada undang-undang yang melarang masyarakat Thailand untuk menghina raja

Anggota relawan kerajaan Thailand bersiap untuk merapihkan kuil Budha di Bangkok, Thailand. Foto: Reuters/Panu Wongcha-um
Di Thailand, ada undang-undang keagungan yang melarang masyarakatnya untuk mengkritik dan melakukan penghinaan terhadap raja, ratu, pewaris kerajaan maupun walinya. Undang-undang ini memiliki kekuatan hukum yang cukup berat, karena bila terbukti menghina raja, pelaku akan menghadapi hukuman 15 tahun penjara untuk satu pelanggaran.
Namun, undang-undang tersebut telah dikritik karena dianggap menjadi alat politik, karena siapa pun dapat melaporkan dugaan kesalahan tersebut kepada polisi. Penegakan hukum yang dilakukan juga dianggap tidak transparan dan tidak konsisten.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)