UN Women Desak Tindakan Cepat Lindungi Perempuan dari Konflik di Kongo Timur

10 Februari 2025 14:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Wanita Kongo. Foto: Margus Vilbas/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wanita Kongo. Foto: Margus Vilbas/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Republik Demokratik Kongo (RDK) dilanda bentrokan antara militer dan kelompok M23 di Kota Goma, Kongo Timur, sejak akhir Januari. M23 sendiri merupakan kelompok bersenjata yang sebagian besar diisi oleh etnis Tutsi. Mereka memisahkan diri dari militer Kongo lebih dari 10 tahun lalu karena merasa pemerintah berkhianat soal perlindungan bagi etnis Tutsi.
ADVERTISEMENT
Bentrokan itu terus memanas hingga bandara di Goma berhasil dikuasai kelompok M23. Kekacauan pun terus terjadi hingga saat ini. Dilansir dari Guardian, ribuan narapidana dilaporkan melarikan diri dari penjara Munzenze pekan lalu. Akibatnya, ratusan napi perempuan diperkosa dan dibakar hidup-hidup saat bagian penjara tersebut dibakar habis.
Wakil kepala pasukan penjaga perdamaian PBB di Goma, Vivian van de Perre, mengonfirmasi serangan itu.
Petugas keamanan Rwanda mengawal anggota Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC) yang menyerah, setelah pertempuran antara pemberontak M23 dan Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC) di Gisenyi, Rwanda, Selasa (27/1/2025). Foto: Jean Bizimana/REUTERS
“Terjadi pelarian besar-besaran dari penjara yang melibatkan 4.000 tahanan melarikan diri. Beberapa ratus perempuan juga berada di penjara tersebut. Mereka semua diperkosa dan kemudian mereka membakar bagian tahanan perempuan. Mereka semua meninggal setelahnya,” ujarnya, seperti diberitakan Guardian pada Rabu (5/2).
Atas kejadian ini, UN Women menyatakan keprihatinannya atas kerentanan perempuan dan anak perempuan di Republik Demokratik Kongo yang tengah menghadapi krisis kemanusiaan akibat kekerasan yang terus meningkat.
Staf kemanusiaan dan keluarga mereka melarikan diri dari Goma, setelah pertempuran antara pemberontak M23 dan Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC) di Gisenyi, Rwanda, Selasa (27/1/2025). Foto: Jean Bizimana/REUTERS
“Bentrokan yang terjadi di negara tersebut, yang sudah lama dilanda ketidakstabilan, memberikan dampak yang sangat berat bagi perempuan dan anak perempuan. Mereka menjadi pihak yang paling rentan, dengan hak, keselamatan, dan martabat yang semakin terancam,” ujar Chief of Humanitarian Action UN Women and Director of the Geneva Office Sofia Calltorp dalam keterangan resminya, Minggu (9/2).
ADVERTISEMENT
Sofia mengatakan laporan pemerkosaan dan eksploitasi terus meningkat, menciptakan situasi yang sangat memprihatinkan. Tak hanya itu, perempuan di Kongo juga dilaporkan mengalami pemindahan paksa serta kesenjangan besar dalam perlindungan dan layanan sosial dasar bagi perempuan dan anak perempuan. Situasi yang diperburuk oleh ketidaksetaraan gender yang sudah ada sebelumnya ini membuat mereka semakin terperosok dalam kerentanan.
“UN Women mendesak semua pihak terkait untuk mempercepat dialog dan kerja sama guna menciptakan jalan bagi penyelesaian atas konflik yang berkelanjutan,” tegas Sofia.
Ilustrasi Pemerkosaan. Foto: Shutterstock
Menurut Sofia ada beberapa tindakan yang harus segera dilakukan untuk melindungi perempuan dan anak perempuan di Kongo, antara lain:
1. Mengakhiri Kekerasan Seksual dan Berbasis Gender: Salah satu prioritas utama adalah mengakhiri kekerasan seksual dan berbasis gender serta memastikan bahwa pelaku kekerasan tidak dibiarkan begitu saja. Penting untuk memperkuat mekanisme pencegahan, perlindungan, dan respons, serta memastikan akuntabilitas bagi pelaku kekerasan. Selain itu, penyintas harus diberikan dukungan yang komprehensif, baik dari segi medis, hukum, maupun psikososial.
ADVERTISEMENT
2. Meningkatkan Bantuan Kemanusiaan yang Peka Gender: Bantuan kemanusiaan harus diberikan dengan pendekatan yang peka gender, memastikan perempuan berpartisipasi secara setara dalam seluruh siklus program dan distribusi bantuan. Selain itu, perhatian khusus juga harus diberikan pada kesehatan, perlindungan, dan kebutuhan sosial kepada perempuan yang lebih rentan.
3. Mendukung Hak-Hak Perempuan dan Organisasi yang Dipimpin Perempuan: Peran penting perempuan dan organisasi yang dipimpin perempuan dalam respons terhadap krisis harus diakui dan didorong. Investasi yang lebih besar perlu diarahkan untuk memperkuat kelompok-kelompok ini agar mereka dapat lebih efektif dalam memberikan bantuan dan perlindungan.
4. Menjamin Partisipasi Perempuan dalam Proses Perdamaian: Perempuan harus terlibat secara penuh dalam proses negosiasi perdamaian dan pengambilan keputusan. Keterlibatan perempuan sangat penting untuk memastikan tercapainya perdamaian yang berkelanjutan di RDK.
ADVERTISEMENT
5. Berinvestasi dalam Kesetaraan Gender Jangka Panjang: Kesetaraan gender harus menjadi fokus utama dalam pembangunan jangka panjang. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan, pemberdayaan ekonomi, kesempatan kepemimpinan, dan pengentasan ketidaksetaraan struktural perlu diprioritaskan agar perempuan di Kongo dapat membangun ketahanan yang lebih baik untuk masa depan.
Sofia menegaskan bahwa UN Women terus berkomitmen untuk mendukung masyarakat di Republik Demokratik Kongo dan terus mengadvokasi masa depan yang bebas dari kekerasan dan penindasan bagi perempuan dan anak perempuan.
“Dengan dukungan kolektif dari berbagai pihak, UN Women berharap perempuan dan anak perempuan di Kongo dapat berperan secara penuh dalam pembangunan kembali negara mereka dan berkontribusi pada perdamaian yang langgeng,” ujarnya.