Unik, Pemerintah Tokyo Jepang Bakal Rilis Aplikasi Kencan buat Warganya

22 Januari 2024 15:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kencan online lewat aplikasi kencan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kencan online lewat aplikasi kencan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pemerintah Metropolitan Tokyo akan turut serta dalam mencarikan jodoh untuk warganya. Ya, pemerintah daerah metropolitan di Jepang ini dikabarkan akan segera merilis aplikasi kencan yang dikhususkan untuk warga yang tinggal, bekerja, dan mengenyam pendidikan di area Tokyo.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari South China Morning Post, versi website dari aplikasi ini sudah diluncurkan sejak akhir tahun lalu. Bernama Tokyo Futari Story, situs ini sudah diuji coba oleh laki-laki dan perempuan di Tokyo dengan jumlah partisipan yang masih terbatas.
Meskipun sudah banyak aplikasi kencan online yang tersedia di internet, aplikasi oleh Pemerintah Metropolitan Tokyo ini menawarkan fitur yang cukup berbeda dengan aplikasi kencan pada umumnya.
Orang-orang yang ingin mendaftar di aplikasi ini diharuskan memverifikasi data diri mereka untuk mengonfirmasi status lajang dan usia mereka lewat dokumen-dokumen tertentu. Para pendaftar harus terbukti belum menikah dan sudah berusia di atas 18 tahun. Calon pengguna juga harus mengonfirmasi pendapatan tahunan mereka dengan dokumen khusus.
Ilustrasi kencan di Jepang. Foto: Shutterstock
Kemudian, dokumen tersebut akan diperiksa dengan menyeluruh untuk menghindari adanya penipuan atau pemalsuan data diri. Para pendaftar juga harus menjalani wawancara secara online sebelum akhirnya bisa diperkenalkan dengan calon pasangan kencannya.
ADVERTISEMENT
Dilansir South China Morning Post, setelah registrasi mereka selesai, mereka diminta menyusun daftar hal-hal yang mereka inginkan pada pasangan. Lalu, teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam aplikasi tersebut akan mencarikan calon pasangan yang memiliki kecocokan secara visi misi dengan pengguna.
Usai pengguna diperkenalkan dengan calon pasangannya, operator dari aplikasi tersebut akan membiarkan keduanya berkenalan lebih lanjut.

Alasan aplikasi kencan diciptakan oleh Pemerintah Metropolitan Tokyo

Ilustrasi Jinrikisha di Asakusa, Tokyo, Jepang. Foto: FOTOGRIN/Shutterstock
Jepang saat ini tercatat mengalami penurunan angka kelahiran. Bahkan, mengutip NHK, angka kelahiran di Jepang pada 2022 berada di bawah angka 800 ribu kelahiran untuk pertama kalinya. Krisis populasi di Jepang ini disebut menjadi alasan bagi pemerintah untuk mendorong warganya untuk menikah dan memiliki keturunan.
Selain itu, dalam keterangan kepada This Week in Asia, seorang pejabat Pemerintah Metropolitan Tokyo mengatakan, banyak warga Jepang yang ingin menikah, tetapi tidak tahu bagaimana caranya menemukan pasangan yang potensial.
ADVERTISEMENT
Survei pada 2021 mengungkap, 70 persen orang yang ingin menikah menyatakan bahwa mereka tidak nyaman menggunakan aplikasi cari jodoh dari perusahaan swasta.
“Sebagai jawabannya, agar bisa memberikan kesempatan bagi mereka yang tidak terlibat dalam pencarian pasangan untuk menikah, kami memutuskan untuk menciptakan kesempatan mereka untuk bertemu (dengan calon pasangan) lewat sistem mak comblang dengan AI,” ucap pejabat tersebut, dilansir South China Morning Post.
Ilustrasi keluarga Jepang Foto: Shutter Stock
Meskipun sejumlah warga menyambut inisiatif ini dengan tangan terbuka, banyak juga yang tidak setuju. Mereka menganggap, pemerintah sepatutnya menyelesaikan masalah fundamental yang menyebabkan banyak warga Jepang tidak menikah dan punya anak: Ketidakstabilan ekonomi dan sedikitnya waktu di luar kerja.
Dosen di Yamanashi Gakuin University, Sumie Kawakami, menyebut, pemerintah lebih baik mengarahkan anggaran mereka untuk menangani masalah-masalah fundamental tersebut.
ADVERTISEMENT
“Lebih banyak yang harus dilakukan untuk membantu keluarga-keluarga tidak mampu, membantu ibu-ibu tunggal, menyediakan layanan pengasuhan anak yang lebih baik, menurunkan biaya dalam membesarkan anak, dan membiarkan warga untuk punya lebih banyak waktu di luar pekerjaan,” kata Sumie kepada This Week in Asia.
“Kami memang memiliki masalah (dengan populasi), tetapi menurut saya, ini bukan disebabkan oleh mereka tidak ingin menikah atau punya anak. Ini karena mereka tidak punya biayanya,” imbuh Sumie.