Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Kedudukan Paris sebagai kota mode nomor satu tak tergeserkan. Paris Fashion Week merupakan penuntas dari gelaran empat pekan mode terbesar yang selalu mendapat perhatian utama para jurnalis, buyer, hingga selebritas.
ADVERTISEMENT
Jahitan yang berstruktur, renda yang berkelepak, payet-payet bersinar dan benang keemasan siap mendominasi tren tahun depan. Kesemua unsur tadi bahkan mungkin saja dipadukan dalam satu tampilan. Berikut label-label pengukuh tren musim semi dan panas 2025 dari Paris Fashion Week Spring/Summer 2025 yang patut dicatat:
Dior: Terjemahan baru Power Dressing
Janji Maria Grazia Chiuri untuk berpihak pada perempuan sekali lagi terpenuhi di gelaran kali ini. Seniman multi disiplin SAGG Napoli alias Sofia Ginevra Giannì berjalan di atas panggung, membawa busur dan membidik anak panah ke sasaran.
Terinsipirasi dari kuatnya pejuang perempuan suku Amazon, gaun Peplos Yunani, dan semangat atletis Olimpiade, Chiuri berhasil menularkan semangat kegagahan perempuan langsung pada penonton. Efek yang sama seperti saat melihat jagoan perempuan melumpuhkan lawan. Seri hitam berganti menjadi putih, cokelat, dan nude mengusung bodysuit asimetris yang sporty, gaun suit yang tegas, rok silang penuh manik, semuanya membuat berdaya.
ADVERTISEMENT
Louis Vuitton: Kontradiksi abad Renaisans
Nicolas Ghesquière, yang menjabat sebagai direktur kreatif Louis Vuitton lebih dari satu dekade, membawa semangat abad pembaruan atau Renaisans dalam koleksi musim semi/panas 2025. Panggung catwalk yang terbuat dari seribu lebih potongan koper Louis Vuitton memuat jejak langkah model berpakaian retro-futuristik.
Lukisan seniman Laurent Grasso yang menggambarkan paradoks masa lalu dan masa depan muncul dalam jubah-jubah yang disulam benang emas. Di tangan Ghesquière, jaket lengan balon gaya Renaisans berpinggang peplum terlihat begitu ringan dan masuk akal.
Valentino: Maksimalis dari era ke era
Ini merupakan show pertama desainer Alessandro Michele untuk rumah mode Valentino. Mantan direktur kreatif Gucci ini menggebrak debutnya dengan tafsiran maksimalis dari era ke era, 1960an, 1970an, 1980an dengan kemewahan maksimum. Koleksi dipenuhi oleh kekhasan Valentino, pita, kelopak, dan ornamen spektakuler.
Gaun berinspirasi tuksedo dengan jahitan maskulin jadi tampilan pertama, dilembutkan dengan sarung tangan renda dan alas kaki ultra romantis. Polkadot, gaun panjang penuh renda yang berkelopak, bulu dan jaket gemerlap menjodohkan estetika Michele dan rumah mode asal Roma ini.
ADVERTISEMENT
Miu Miu: Jiwa muda tak termakan usia
Instalasi seniman Goshka Macuga berupa alur percetakan koran The Truthless Time menjadi latar pergelaran Miuccia Prada untuk labelnya Miu Miu. Dirinya menggali kebenaran di hati orang muda, dimulai dengan tampilan pertama gaun katun putih yang dikenakan Sunday Rose Kidman Urban, anak perempuan Nicole Kidman yang berusia 16 tahun.
Usai paduan-paduan putih, sang desainer memprovokasi dengan celana dalam nilon yang menggelembung sebagai bawahan, rok silang dengan ikat pinggang ekstrim melorot ke bawah, serta kutang super mini yang mengingatkan pada masa remaja.
Loewe: Reduksi radikal JW Anderson
Menandai sepuluh tahun menjadi direktur kreatif Loewe, JW Anderson membuat panggung melingkar, dengan tiang tinggi menyangga patung seekor burung karya Tracey Emin. “Saat berada dalam jeda, dia mendorong kita untuk membayangkan penerbangan yang akan segera terjadi, dan pada akhirnya kebebasannya.”
Kutipan yang melucuti kebisingan, agar ritme dan melodi terjaga. Maka, karya-karya yang bertajuk Radical Reduction, merupakan koleksi yang fokus dan terkurasi dengan baik. Gaun tanpa lengan dengan gelembung kandang ayam yang dibuat sangat ringan, mantel panjang dengan potongan setengah pinggang, celana dengan wiron samping, dan kaos-kaos berwajah Chopin, Manet, Mozart, merayakan kepiawaian satu dekade.
ADVERTISEMENT
Saint Laurent: Maskulinitas sang legenda Yves Saint Laurent
Siapakah perempuan Saint Laurent? Mendiang Yves Saint Laurent menjawab, “Akulah perempuan Saint Laurent.” Maka, Anthony Vaccarello, menyalin cara dandan Yves dan membariskan para model dengan setelan jas longgar, kemeja berdasi, dan kacamata retro.
Ini babak yang menegaskan kembali warisan Yves, Le Smoking, di mana ia memberi baju pria kepada perempuan, setelan tuksedo dan celana panjang. Perlahan, roh maskulin dilembutkan oleh tunik dan gaun panjang melayang. Tiba-tiba, rok-rok lipit mini berpadu dengan jas dan bolero mengatung nan gemerlap. Kesimpulannya, perempuan dihujani pilihan.
Hermès: Sensual yang hening
Nadège Vanhée, desainer Hermès, mewujudkan sensasi sensual ke tingkat yang paling ringan. Celana palazzo dengan bra top yang tertutup jaket, celana mikro di bawah pantat yang dilapisi kain tipis, baju renang cut-out di balik trench coat.
Mantranya, seperti petak umpet, tentukan satu area saja yang terbuka. Ia lalu memfokuskan pada keunggulan label ini, kemewahan produk kulit dan kehalusan suteranya yang ibarat kulit kedua. Mantel berubah menjadi jaket bomber atau rompi dan bolero. Ritsleting di pinggir bagi rok atau blus. Permainan pinggang ganda tertuang dalam celana dan rok, membuktikan kecerdasan sang desainer.
ADVERTISEMENT
Chanel: Dandanan ringan ala Gabrielle
Tanpa kepemimpinan direktur kreatif, rumah mode Chanel tetap menggelar koleksi musim semi/panas 2025. Bertempat di Grand Palais, sangkar raksasa yang kosong seperti pertanda bagi koleksi-koleksi yang akan lewat sebentar lagi. Ringan ibarat bulu unggas menjadi garis bawah pergelaran.
Secara harafiah, hal ini juga diwujudkan ke dalam gaun putih panjang melayang penuh dengan bulu-bulu yang ditemukan dalam arsip karya Gabrielle Chanel era 1930an. Jubah-jubah transparan seperti sayap yang siap terbang. Bahan tweed yang ikonik muncul ke berbagai wujud, setelan rok dan jas, celana panjang dan rompi, seperti memberi ruang untuk terbang.
Teks: Rifina Marie
ADVERTISEMENT