Konten dari Pengguna

Perlunya Pusat Rehabilitasi demi Bantu Orang-orang yang Suka Menumpuk Sampah

Yunita Erniajan
Mahasiswa Universitas Tanjungpura
16 Oktober 2024 14:01 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yunita Erniajan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seseorang dengan hoarding disorder. Olena Yakobchuk/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seseorang dengan hoarding disorder. Olena Yakobchuk/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kertas merupakan hal yang dianggap sepele, tetapi seringkali menjadi pemicu pertikaian kecil antara saya dan keluarga. Sejak kecil, saya terbiasa menulis banyak hal pada deretan kertas tersebut.
ADVERTISEMENT
Terdapat ikatan emosional antara saya dan deretan kertas berdebu yang tertimbun tinggi di hampir setiap sudut kamar saya—menjadi penghalang bagi saya untuk membuang kertas-kertas tersebut.
Bayangkan jika Anda mengalami rasa frustrasi tersebut, tetapi dalam kompleksitas yang lebih tinggi, hal tersebutlah yang dialami oleh penderita hoarding disorder (HD).
National Health Center menjelaskan HD sebagai kondisi kesulitan yang berkelanjutan untuk berpisah dengan barang dan memiliki perasaan perlu untuk menyimpan barang tersebut.
Umumnya dalam jumlah berlebihan dan dalam keadaan kacau. Nyatanya, saya bukanlah satu-satunya yang mengalami permasalahan tersebut. Postletwaite et al. (2019) melakukan penelitian mengenai jumlah penderita HD, mengemukakan bahwa 1,5 - 6 persen dari populasi dunia menderita HD.
Di Indonesia sendiri, terjadi kenaikan tren perilaku HD yang terjadi pasca COVID-19. Syahrival et al. (2021) melakukan penelitian terkait hubungan COVID-19 dan perilaku HD. Ia menemukan bahwa terdapat kewaspadaan tinggi pada situasi pandemi sehingga meningkatkan perilaku antisosial di masyarakat yang bermanifestasi pada penimbunan barang dengan adanya pembelian yang impulsif.
ADVERTISEMENT
Hal ini kemudian diperkuat dengan banyaknya tren TikTok maupun pemberitaan yang menampilkan keadaan penderita HD pada 2022 hingga 2023.
Sangat disayangkan, kesadaran akan HD di Indonesia sangatlah rendah, pemberitaan mengenai HD hanya dipenuhi oleh penghakiman masyarakat yang beranggapan bahwa hal ini merupakan perilaku yang dilandasi kemalasan.
Bahkan, remaja di Indonesia yang aktif di media sosial dan mendapatkan akses untuk melihat pemberitaan tersebut memiliki pengetahuan yang rendah mengenai HD. Dewi dan Mulyana (2022) melakukan survei terkait pengetahuan remaja tentang HD dan melaporkan bahwa sebanyak 65 persen dari 40 remaja tidak mengetahui apa itu HD dan gejalanya.
Keseriusan permasalahan hoarding di Indonesia berbanding terbalik dengan kesadaran masyarakat maupun pemerintah. Keadaan ini menempatkan semakin banyak masyarakat pada risiko terkena HD, yang berujung pada kerentanan kesehatan dan kecenderungan bunuh diri.
Ilustrasi berkonsultasi degan profesional. Foto: Pormezz/Shutterstock
Archer et al. (2019) melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara HD dan kecenderungan bunuh diri. Menemukan bahwa, dari 313 penderita HD dengan 75 persen perempuan dan hampir 20 persen melaporkan telah melakukan setidaknya satu kali percobaan bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Ada 10 persen yang dianggap berisiko tinggi untuk bunuh diri berdasarkan perilaku yang ditunjukkan selama penilaian. Hal ini adalah gambaran dari bahaya penderita HD di Indonesia yang tidak mendapat penanganan dapat berisiko pada kematian akibat bunuh diri.
Pemerintah hingga saat ini belum memberikan perhatian kepada kompleksitas persoalan HD, terlihat dari minimnya penelitian mengenai HD di Indonesia dan rendahnya pengobatan individu dengan gangguan mental.
Berdasarkan kajian Handayani et al. (2022) mengenai Kesehatan Mental Sebagai Hak Asasi Manusia Pada Remaja Desa Songkar, diperoleh data bahwa 91 persen masyarakat Indonesia yang mengalami gangguan mental tidak mendapatkan penanganan dengan baik. Sehingga Pusat Rehabilitasi Mental HD menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam penanganan HD di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pusat rehabilitasi HD bertujuan memberikan bantuan total, mulai dari terapi, pemantauan berkala, hingga bantuan decluttering. Selain itu, terdapat misi peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya HD melalui sosialisasi dan diskusi.
Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang menganggap HD sebagai permasalahan serius yang membutuhkan penanganan khusus. Terlihat dari banyaknya penelitian mengenai HD untuk menciptakan metode penanganan yang paling tepat.
Pusat rehab juga berkontribusi penting dalam penanganan HD di AS. Sebagai contoh, Center for Hoarding and Cluttering (CHC) adalah salah satu pusat rehab yang sukses dalam menangani permasalahan HD di AS. Ini adalah kondisi yang ingin dicapai oleh Indonesia melalui pusat rehab HD.
Di balik banyaknya manfaat dari pusat rehabilitasi HD, nyatanya implementasinya tidak semudah itu. Masyarakat Indonesia beranggapan bahwa HD dipicu oleh kemalasan yang berujung pada kerusakan properti, sehingga pantas untuk mendapatkan penghakiman dan pelaporan kepada polisi.
ADVERTISEMENT
Meskipun tindakan tersebut dianggap merugikan, memberikan hukuman seperti penjara bukanlah solusi yang tepat. Terdapat kecenderungan pengulangan perilaku bahkan setelah dipenjara, jika tidak dibarengi dengan fungsi terapi dan pengawasan berkala. Oleh karena itu, pusat rehab HD merupakan satu-satunya solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan HD.
Dalam pembentukan pusat rehab HD, terdapat 3 peran yang penting dalam pemenuhan fungsi pusat rehab.
Pertama, regulator dan protokol. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dapat berperan sebagai regulator dan menjamin regulasi serta peraturan yang melindungi penderita HD dan pusat rehab. Kemenkes juga membentuk protokol untuk memastikan standar terapi dan penanganan HD di seluruh pusat rehabilitasi yang tersebar di Indonesia.
Ilustrasi pusat rehabilitasi. Foto: imtmphoto/Shutterstock
BPJS Kesehatan memastikan aksesibilitas pusat rehab bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan memastikan seluruh pengobatan dan terapi dapat diakses melalui BPJS. Lembaga Kesehatan Jiwa, seperti rumah sakit jiwa milik pemerintah, membentuk unit khusus yang fokus pada rehabilitasi HD
ADVERTISEMENT
Kedua, pelaksana rehabilitasi. Perlu tiga aktor utama masing-masing tim operator yang menerima laporan dari masyarakat dan penderita HD secara online maupun langsung.
Tim Declutter membantu dalam penataan ruangan dan pembersihan sampah di kediaman penderita HD. Terakhir, tim konselor dan ahli melakukan penelitian terkait HD dan memberikan terapi kepada penderita HD, bekerja sama dengan Ikatan Psikolog Indonesia.
Ketiga, pengganda yang bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya penanganan HD. Regulator menyusun kemitraan pusat rehab dengan Komunitas Kesehatan Mental Indonesia dan institusi pendidikan untuk sosialisasi dan diskusi terkait HD.

Mekanisme Kerja

Terdapat lima tahapan dalam mekanisme kerja pusat rehab HD. Tahapan dimulai dengan pelaporan yang masuk melalui tim operator. Kemudian, laporan tersebut akan dipastikan kebenarannya dan dilakukan asesmen tingkat keparahan HD.
ADVERTISEMENT
Tahapan selanjutnya adalah bantuan decluttering secara perlahan, dibarengi dengan terapi, agar penderita HD tidak merasa terkejut dengan perubahan yang instan.
Terapi dilakukan oleh ahli dengan durasi dan metode yang disesuaikan dengan hasil asesmen penyandang HD. Setelah terapi selesai dilakukan, tetap dilakukan monitoring perkembangan secara berkala untuk memastikan tidak adanya kecenderungan perulangan perilaku.
Proses terapi merupakan tahapan penting dalam penyelesaian HD. Terapi dilakukan dengan metode D (Decluttering) + CBT (Cognitive Behavioral Therapy), selama 9-12 bulan dengan pertemuan konsultasi khusus yang dilakukan sebanyak 2 kali dalam seminggu.
Tahapan ini dimulai dengan bantuan pembersihan yang akan dilakukan oleh tim decluttering, kemudian akan dilakukan empat tahapan terapi. Pertama, assessment dan personalization treatment.
Dilakukan penilaian kompleksitas HD menggunakan Clutter Image Rating, yang kemudian akan disesuaikan dengan durasi terapi dan kesesuaian metode.
ADVERTISEMENT
Kedua, pengurangan harm dan pelatihan menghadapi trigger. Pengidap HD akan menghindari faktor trigger perilaku HD dan kemudian akan dilatih untuk menghadapi trigger tersebut secara perlahan.
Ketiga, pelatihan keterampilan organize. Pengidap HD akan dilatih untuk menata barang dengan metode yang dianggap sesuai dengan kepribadian untuk menghindari penumpukan kembali.
Keempat, proses pelepasan ketergantungan. Pengidap HD akan dilatih untuk melepaskan ketergantungannya kepada tumpukan barang dan turut aktif dalam proses decluttering.
Kelima, penghindaran pengulangan. Untuk menghindari perilaku pengulangan, maka pengidap HD akan dibantu untuk menemukan ketertarikan baru yang dapat mengalihkan perhatian dari perilaku HD.
Melalui model terapi ini, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh International OCD Foundation pada tahun 2014, dibuktikan bahwa 70-80 persen penderita HD yang menjalani terapi CBT mengalami perkembangan yang signifikan setelah 9 hingga 12 bulan perawatan.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setelah melalui tahap assesment dan personalization, penderita HD mungkin tidak cocok dengan metode CBT atau memerlukan terapi tambahan dikarenakan ikatan emosional yang lebih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan penyelesaian permasalahan dengan pendekatan emosional pula.
CFT (Compassion Focused Therapy) merupakan metode yang akan menjadi alternatif dalam menangani penderita HD. Terapi ini akan dilakukan selama 5-9 bulan yang akan disesuaikan dengan assessment dan personifikasi treatment yang telah dilakukan.
Terdapat 3 tahapan utama yang dilakukan pada metode ini. Pertama, meregulasi emosi. Penderita HD akan diminta untuk mengerti bagaimana emosi dan respon fisik saling berkaitan, yang bertujuan untuk membangun self compassion.
Ilustrasi penderita hoarding disorder. Foto: PanuShot/Shutterstock
Kedua, penyelesaian ketergantungan dan hubungan. Penderita HD diajak untuk mengerti bagaimana perilaku HD berpengaruh pada pembentukan hubungan sosial disekitarnya atau menjadi mindful kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Ketiga, penyelesaian masalah pribadi. Terapi akan berfokus pada penerimaan diri dan melawan keyakinan negatif ketika menyingkirkan tumpukan barang. Melalui proses terapi ini maka dapat memastikan penyelesaian permasalahan kompleks pengidap HD di Indonesia.
Dalam proyeksi masa depan, Pusat Rehab HD akan dibangun secara bertahap seiring dengan pemetaan penderita HD di Indonesia. Pusat Rehab juga akan berperan dalam pengembangan penelitian terkait HD di Indonesia, sehingga dapat menghasilkan perkembangan metode yang lebih cocok dengan masyarakat Indonesia.
Ini akan menciptakan dampak akademis dalam pengembangan ilmu. Penderita HD yang berada pada pusat rehab akan berperan dalam penciptaan komunitas yang dapat berbagi pengalaman dan kesadaran akan HD sedini mungkin, sehingga mampu menciptakan diskusi sosial yang berperan dalam peningkatan pengetahuan mengenai HD.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Indonesia dapat meningkatkan kesadaran terhadap HD dan melakukan penanganan optimal kepada penyandang HD melalui Pusat Rehab.
Sehingga di masa depan kita dapat menggantikan penghakiman kepada penyandang HD menjadi uluran tangan bantuan dengan melaporkannya kepada pusat rehab untuk mendapatkan bantuan.
Satu panggilan laporan yang sering kali dianggap remeh dapat menjadi penyelamat mimpi-mimpi besar mereka, hubungilah pusat rehab untuk menggandeng kemanusiaan.