Konten dari Pengguna

Refleksi Diri Saat Pandemi di Arab Saudi

Kun Rizki P
Diplomat - Sesdilu SA75ET. Penulis insidental untuk isu kasual dan formal
22 September 2023 16:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kun Rizki P tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masjidil Haram yang kosong saat pandemi Covid-19 di tahun 2020. (foto: koleksi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Masjidil Haram yang kosong saat pandemi Covid-19 di tahun 2020. (foto: koleksi pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kakbah yang gagah, terlihat berdiri sendiri. Akibat Covid-19, Masjidil Haram yang biasanya ramai, mendadak sunyi. Ratusan ribu jamaah yang melakukan tawaf, tetiba pergi. Itulah gambaran kondisi Mataf yang sepi ketika puncak pandemi. Namun justru di tengah keheningan itu, saya menyadari sesuatu. Bahwa manusia, tak lebih dari setitik debu di tengah hamparan semesta yang semu.
Kakbah dilihat dari atas Zamzam Tower Mekkah di Januari 2020 (foto: koleksi pribadi)

Awal Pandemi

Sebagai diplomat yang ditempatkan di Jeddah, Arab Saudi, sebenarnya mudah bagi saya untuk pergi ke Masjidil Haram. Jarak Jeddah-Mekkah yang hanya 80 km bisa ditempuh dalam satu jam berkendara. Namun karena kemudahan itulah saya terlena. Saat awal penugasan di tahun 2019, saya relatif jarang ke Mekkah untuk beribadah di depan Kakbah.
ADVERTISEMENT
Di akhir Februari 2020, pandemi Covid-19 datang menyerang. Kegiatan manusia di dunia seakan terhenti akibat wabah ini. Di Arab Saudi, Raja Salman menerapkan lockdown nasional. Penerbangan internasional ditutup, umrah dihentikan dan seluruh jamaah dari berbagai negara diminta kembali ke negaranya.
Semua panik. Sebanyak 43.784 jamaah umrah asal Indonesia, berhasil dipulangkan dalam waktu 2 minggu. Mekkah yang biasa ramai mendadak bagai kota mati.
Pemulangan jamaah umrah asal Indonesia pasca penghentian umrah oleh Kerajaan Arab Saudi (foto: koleksi pribadi)

Umrah Dibuka Kembali

Baru pada 4 Oktober 2020, umrah kembali dibuka hanya untuk mukimin (orang yang memiliki izin tinggal di Arab Saudi). Kami yang tinggal di Saudi, dapat melepas kerinduan melihat Kakbah meski dengan protokol kesehatan ketat.
Persyaratan umrah internal diumumkan. Setiap mukimin hanya dapat umrah sebulan sekali dan terdapat batasan kuota jamaah per harinya. Saya langsung mencoba booking slot umrah melalui aplikasi yang dibuat Kerajaan Saudi. Karena adanya pembatasan kuota jamaah umrah per hari, saya dan istri baru memperoleh jadwal umrah di akhir November 2020.
ADVERTISEMENT
Umrah pertama tersebut merupakan umrah perdana setelah setahun saya dan istri tidak umrah bersama. Sebelum pandemi, saya dan istri terbiasa umrah masing-masing. Harus diakui bahwa dulunya saya menganggap remeh kemudahan yang saya miliki. Saya merasa bahwa saya dan istri akan berada di Jeddah selama tiga tahun sehingga memiliki banyak kesempatan untuk umrah.
Suasana di Mataf (selasar di sekitar Kakbah) sebelum pandemi (foto: koleksi pribadi)

Refleksi Diri

Saya dan istri akhirnya berkesempatan untuk umrah di tanggal 29 November 2020. Tepat sembilan bulan pasca penutupan umrah. Masih teringat jelas di memori saya, rasa haru saat masuk ke Masjidil Haram dan melihat Kakbah. Kalimat Alhamdulillah tak henti saya ucapkan saat itu. Syukur yang luar biasa saya rasakan, karena saya dan istri masih diberi kesehatan untuk kembali mengunjungi rumah-Nya.
ADVERTISEMENT
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)
Ayat Alquran tersebut melukiskan apa yang saya rasakan saat itu. Manusia tidak layak untuk menyombongkan diri. Hanya dengan virus yang berukuran sangat kecil, dunia menjadi ricuh. Manusia seakan disadarkan, bahwa gelar khalifah tidak boleh membuat kita angkuh.
Saat itu, saya bisa benar-benar meresapi makna di balik setiap tahapan ibadah umrah. Mulai dari niat Ihram, Tawaf, hingga Sa'i.
Pakaian ihram berupa kain putih tanpa jahitan adalah simbol lepasnya identitas pribadi. Semua manusia sama nilainya di hadapan Allah. Harta dan jabatan kelak tidak berarti ketika kita mati.
ADVERTISEMENT
Tawaf keliling Kakbah berlawanan jarum jam bagi saya ibarat perjalanan hidup manusia di dunia sejak lahir hingga ke liang lahat. Saya berintrospeksi. Apakah bekal saya cukup untuk menghadapi kehidupan setelah mati?
Sedangkan Sa'i adalah simbol manusia yang tidak boleh berhenti berusaha dan berserah diri. Pengingat bahwa Allah tidak akan pernah salah membagi rezeki.
Umrah dengan protokol kesehatan saat pandemi (foto: koleksi pribadi)
Pandemi menjadi alarm saya untuk mawas diri. Teringat bahwa waktu tidak dapat diputar kembali. Oleh sebab itu, saya berjanji agar esok harus selalu lebih baik dari hari ini.
Wabah membuat saya bermuhasabah. Manusia kerap lupa akan nikmat Allah hingga akhirnya nikmat itu dicabut. Sejak pandemi saya menyadari, nikmat sekecil apapun harus selalu disyukuri. (KRP)