news-card-video
28 Ramadhan 1446 HJumat, 28 Februari 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Ekonomi Hijau dalam Sektor Perkebunan

Kuntoro Boga Andri
Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan (Juli 2024). Sebelumnya Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan (Maret 2018). PhD Agr Economic and Poliicy (2007) dan Peneliti Utama LIPI (2017), Kementerian Pertanian
3 Maret 2025 13:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kuntoro Boga Andri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Agroforesteri kelapa, kemiri dan pohon hutan menjamin keberlanjutan ekologi dan pendapatan petani di Sulawesi Utara
zoom-in-whitePerbesar
Agroforesteri kelapa, kemiri dan pohon hutan menjamin keberlanjutan ekologi dan pendapatan petani di Sulawesi Utara
ADVERTISEMENT
Ekonomi hijau sering diimplementasikan dengan prinsip efisiensi, prediktabilitas, dan kontrol ketat. Pendekatan ini menciptakan sistem seragam yang mengabaikan kompleksitas ekologi dan sosial. Contohnya, program aforestasi di India menggantikan hutan alami dengan monokultur akasia atau eukaliptus. Akibatnya, keanekaragaman hayati merosot, sementara masyarakat lokal kehilangan akses pada sumber daya hutan yang menjadi tulang punggung kehidupan mereka. Logika ini mencerminkan warisan kolonial yang memprioritaskan produktivitas jangka pendek di atas keberlanjutan ekosistem dan hak komunitas.​
ADVERTISEMENT
Sistem perkebunan monokultur modern merupakan kelanjutan dari model kolonial yang dirancang untuk ekstraksi massal. Pola ini menciptakan ketergantungan pada tanaman tunggal seperti karet, teh, cengkeh, kelapa, kelapa sawit atau tebu, yang rentan terhadap guncangan pasar dan perubahan iklim. Selain itu, praktik monokultur dapat memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama, dan penyakit. Di sisi lain, sistem ini meminggirkan pengetahuan lokal tentang tata kelola lahan berkelanjutan, seperti rotasi tanaman atau agroforestri, yang justru lebih adaptif terhadap kondisi ekologis setempat.​
Praktik agroforestri, yang mengintegrasikan pohon dan tanaman pertanian, telah terbukti meningkatkan produktivitas lahan dan ketahanan terhadap perubahan iklim. Selain itu, diversifikasi tanaman dapat mengurangi risiko gagal panen akibat serangan hama atau fluktuasi harga pasar. Dengan demikian, mengadopsi pendekatan yang menghargai kearifan lokal dan keanekaragaman hayati dapat menjadi solusi untuk mencapai keberlanjutan dalam sektor perkebunan.​
ADVERTISEMENT
Penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari praktik monokultur terhadap lingkungan dan masyarakat. Dengan mengintegrasikan praktik-praktik berkelanjutan dan melibatkan komunitas lokal dalam pengambilan keputusan, sektor perkebunan dapat berkontribusi positif terhadap ekonomi tanpa mengorbankan kelestarian ekosistem dan kesejahteraan sosial.
Diversifikasi Agroekosistem
Dokumen FAO Greening the Economy with Agriculture menekankan pentingnya solusi berbasis ekosistem, seperti diversifikasi tanaman. Salah satu pendekatan yang disarankan adalah agroforestri, yaitu integrasi tanaman pangan dengan pohon penghasil kayu atau buah-buahan. Pendekatan ini dapat meningkatkan ketahanan lahan terhadap hama dan perubahan iklim. Misalnya, di Kosta Rika, penerapan sistem agroforestri berhasil meningkatkan pendapatan petani sekaligus memulihkan 50% tutupan hutan nasional dalam tiga dekade.
Selain itu, adopsi teknologi ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik yang berasal dari limbah perkebunan atau penerapan sistem irigasi hemat air, terbukti efektif dalam mengurangi dampak negatif monokultur. Pendekatan-pendekatan ini tidak hanya meningkatkan produktivitas lahan tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem. ​
ADVERTISEMENT
Kunci keberhasilan ekonomi hijau terletak pada inklusi petani kecil sebagai aktor utama. Di Brasil, program "Agricultura de Baixo Carbono" (ABC) memberdayakan petani melalui pelatihan teknologi rendah emisi. Program ini berhasil menurunkan deforestasi sebesar 80% di wilayah tertentu. ​
Kolaborasi antara pemerintah, korporasi, dan masyarakat juga esensial. Di Ghana, kemitraan antara pemerintah, Nestlé, dan petani kakao mengembangkan sertifikasi "hijau" yang menjamin harga premium bagi produk ramah lingkungan, meningkatkan kesejahteraan 20.000 petani. ​
Dengan mengintegrasikan solusi berbasis ekosistem, teknologi ramah lingkungan, pemberdayaan petani kecil, dan kolaborasi multi-pihak, sektor pertanian dapat berkontribusi signifikan dalam mencapai ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Penerapan ekonomi hijau dalam sektor perkebunan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang signifikan. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah agroforestri, yaitu integrasi antara tanaman pertanian dan pohon kehutanan. Praktik ini tidak hanya meningkatkan produktivitas lahan tetapi juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan. Misalnya, di Kabupaten Kepahiang, pengembangan tanaman sengon (Falcataria moluccana) sebagai bagian dari strategi diversifikasi pendapatan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani lokal. ​
ADVERTISEMENT
Namun, implementasi agroforestri di Indonesia tidak lepas dari tantangan. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam menerapkan praktik agroforestri menjadi hambatan utama. Di Desa Kuripan Kidul, keterbatasan ini diatasi melalui pelatihan dan pendampingan oleh perangkat desa dan penyuluh pertanian setempat, sehingga petani dapat menerapkan agroforestri dengan tepat. ​
Selain itu, keterbatasan akses pasar juga menjadi kendala bagi petani kecil dalam mengembangkan agroforestri. Di Gunung Kidul, petani jati menghadapi kesulitan dalam memenuhi standar kualitas kayu dan mendapatkan harga yang layak akibat minimnya informasi pasar. Kondisi ini menunjukkan perlunya dukungan pemerintah dan lembaga terkait untuk membuka akses pasar dan memberikan informasi yang dibutuhkan petani.
Di sisi lain, adopsi teknologi ramah lingkungan dalam praktik perkebunan juga memberikan peluang besar bagi penerapan ekonomi hijau. Penggunaan pupuk organik dan sistem irigasi efisien dapat meningkatkan produktivitas sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Di Kalimantan Tengah, implementasi pertanian organik berkelanjutan telah menjadi bagian dari upaya menuju ekonomi hijau, meskipun masih menghadapi tantangan seperti kurangnya investasi dan infrastruktur. ​
Diversifikasi tanaman pada agroforestri meningkatkan ketahanan iklim, hama penyakit dan keberlanjutan ekonomi petani
Rekonstruksi Model Perkebunan
ADVERTISEMENT
Transformasi menuju ekonomi hijau sejati memerlukan pergeseran paradigma dari plantation ecology ke abolition ecology. Konsep abolition ecology menolak eksploitasi ekstraktif dan mengedepankan keadilan sosial-ekologis. Di Filipina, gerakan petani kelapa mengadvokasi redistribusi lahan perkebunan skala besar kepada petani kecil dengan pola polikultur, yang terbukti meningkatkan produktivitas sebesar 30% tanpa perluasan lahan.​
Pemerintah memiliki peran krusial dalam merancang regulasi yang mengakui hak masyarakat adat dan mendorong praktik berkelanjutan. Di Indonesia, revisi Undang-Undang Cipta Kerja dapat menjadi momentum untuk memperkuat hak petani atas lahan dan mengintegrasikan kriteria lingkungan dalam izin usaha perkebunan. Pendekatan ini sejalan dengan upaya untuk mengatasi ketidakseimbangan antara daya dukung lingkungan dan konsumsi sumber daya alam yang sering terjadi akibat perubahan penggunaan lahan. ​
ADVERTISEMENT
Sebagai produsen kelapa sawit terbesar dunia, Indonesia meluncurkan program biodiesel B40, yaitu campuran 40% minyak sawit dalam diesel, untuk mengurangi impor bahan bakar fosil. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), implementasi B40 pada tahun 2025 berpotensi menghemat devisa negara hingga USD 9,33 miliar atau sekitar Rp147,5 triliun. Namun, peningkatan permintaan minyak sawit untuk biodiesel juga perlu perhitungan matang terkait pasokan bahan baku minyak goreng nasional akibat kenaikan permintaan CPO. ​
Untuk memitigasi risiko tersebut, integrasi kelapa sawit dengan tanaman endemis seperti karet atau sagu dapat menjadi model berkelanjutan. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi tekanan pada hutan tetapi juga meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) perlu diperluas dengan insentif bagi perkebunan rakyat yang mengadopsi praktik agroekologi. Langkah ini akan mendorong praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.​
ADVERTISEMENT
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam mendorong transformasi menuju ekonomi hijau. Pemberdayaan petani melalui pelatihan teknologi rendah emisi, seperti yang dilakukan dalam program "Agricultura de Baixo Carbono" di Brasil, dapat menjadi contoh bagi Indonesia. Dengan demikian, transformasi menuju ekonomi hijau tidak hanya menjadi slogan, tetapi juga solusi nyata untuk masa depan yang lebih baik.​