news-card-video
9 Ramadhan 1446 HMinggu, 09 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Rekam Jejak Inovasi Kelapa di Indonesia

Kuntoro Boga Andri
Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan (Juli 2024). Sebelumnya Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan (Maret 2018). PhD Agr Economic and Poliicy (2007) dan Peneliti Utama LIPI (2017), Kementerian Pertanian
6 Maret 2025 20:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kuntoro Boga Andri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Plasma nutfah kelapa di kebun instalasi pengujian Mapengat, BSIP Palma di Sulawesi Utara
zoom-in-whitePerbesar
Plasma nutfah kelapa di kebun instalasi pengujian Mapengat, BSIP Palma di Sulawesi Utara
ADVERTISEMENT
Kelapa bukan sekadar simbol budaya, tetapi juga pilar ekonomi Indonesia. Dari total 3,32 juta hektare perkebunan kelapa di Indonesia (BPS, 2023), sekitar 98% dikelola oleh petani kecil yang menopang lebih dari dua juta keluarga. Indonesia menempati posisi kedua sebagai produsen kelapa terbesar dunia, dengan produksi mencapai 2,83 juta metrik ton pada 2023. Ekspor kelapa Indonesia bahkan mencapai USD 1,55 miliar (Rp23 triliun), berkontribusi 38,3% terhadap total ekspor dunia.
ADVERTISEMENT
Namun, meski berperan penting dalam ekonomi nasional, industri kelapa nasional menghadapi berbagai tantangan. Produktivitas rata-rata hanya 1,1 ton kopra per hektare, jauh di bawah potensi genetik kelapa unggul yang bisa mencapai 3,5 ton. Hilirisasi belum menjadi prioritas, sehingga nilai tambah dari produk kelapa belum maksimal. Selain itu, perubahan iklim dan tekanan pasar global semakin menuntut inovasi dalam industri kelapa nasional. Oleh karena itu, menjelang peringatan 100 tahun inovasi kelapa di Indonesia pada 2027, kita perlu menengok kembali jejak modernisasi kelapa serta langkah strategis untuk masa depan.
Sejarah Inovasi Kelapa di Indonesia
Modernisasi melalui inovasi kelapa di Indonesia berakar dari penelitian yang dilakukan oleh Dr. Thames, seorang ilmuwan Belanda, yang pada 1927 menanam benih kelapa di Desa Mapanget, Sulawesi Utara. Ia membawa 500 koleksi bibit dari Kebun Raya Bogor untuk diuji adaptasinya di berbagai ekosistem. Hingga kini, sebanyak 30 pohon kelapa unggul warisannya masih tumbuh di Instalasi Pengujian Standar Instrumen Pertanian (IPSIP) Mapanget. Warisan penelitian ini kemudian berkembang menjadi Klapper Proofstation pada 1930, lembaga riset kelapa pertama di Indonesia. Seiring waktu, lembaga ini mengalami berbagai transformasi.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1967 lembaga tersebut berganti nama menjadi Lembaga Penelitian Tanaman Industri disingkat (LPTI), kemudian Tahun 1979 menjadi Balai Penelitian Tanaman Industri atau Balitri dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang, Kementan), tahun 1984 menjadi Balai Penelitian Kelapa atau Balitka Balitbangtan, selanjutnya Tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Pada 17 Januari 2023 bertransformasi menjadi Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Palma atau yang populer disebut "BSIP Tanaman Palma", di bawah institusi Badan Standarisasi Instrumen Pertanian, Kementerian Pertanian (BSIP Kementan).
Lembaga ini telah menghasilkan 60 varietas kelapa nasional, termasuk kelapa dalam, genjah, dan hibrida dengan produktivitas mencapai 3,5 ton kopra per hektare per tahun. Keunggulan BSIP Tanaman Palma terletak pada bank genetiknya, yang menyimpan 100 aksesi kelapa dari seluruh Indonesia. Teknologi whole genome sequencing memungkinkan identifikasi gen kelapa yang tahan terhadap kekeringan dan salinitas, sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi berbasis kelapa.
Kelapa Bido, VUB kelapa dalam super hasil perakitan varitas oleh Balitpalma Balitbangtan
Strategi Inovasi Kelapa di Indonesia
ADVERTISEMENT
Meski memiliki potensi besar, industri kelapa Indonesia menghadapi sejumlah tantangan serius. Salah satu tantangan utama adalah usia tanaman yang menua, dengan sekitar 15% pohon kelapa di Indonesia berusia lebih dari 50 tahun. Kondisi ini menyebabkan produktivitas kelapa terus menurun. Di samping itu, serangan hama Brontispa longissima dapat mengurangi hasil panen hingga 60%, dengan potensi kerugian ekonomi mencapai USD 40 juta per tahun. Selain faktor biologis dan ekologis, industri kelapa juga menghadapi persoalan dalam hilirisasi dan pengolahan produk. Sebagian besar produk kelapa Indonesia masih diekspor dalam bentuk bahan mentah, tanpa nilai tambah yang maksimal. Hilirisasi, seperti pengolahan minyak kelapa, asam laurat, dan bioethanol, belum menjadi prioritas dalam pengembangan industri kelapa nasional.
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim juga menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan industri kelapa Indonesia. Pola cuaca yang tidak menentu berdampak pada produktivitas tanaman, sementara persaingan global semakin meningkat, terutama dengan negara-negara produsen lain seperti Filipina dan India. Untuk menjawab berbagai tantangan ini, Indonesia perlu mengadopsi strategi yang terarah dan berkelanjutan. Salah satunya adalah dengan melakukan peremajaan kebun kelapa secara masif. Kementerian Pertanian telah meluncurkan program peremajaan 200.000 hektare kelapa pada 2023-2024 dengan menyediakan benih unggul bersertifikat.
Selain peremajaan, upaya peningkatan hilirisasi dan inovasi produk kelapa harus menjadi prioritas. Peningkatan investasi di sektor hilir, seperti pembangunan bio-refinery untuk produksi bioethanol dan kosmetik berbasis kelapa, akan meningkatkan nilai tambah industri kelapa nasional. Pengembangan varietas unggul dengan produktivitas tinggi, seperti Kelapa Hibrida KHINA-1 hingga KHINA-5, juga menjadi solusi dalam meningkatkan produksi kelapa nasional. Selain itu, digitalisasi industri kelapa dapat meningkatkan daya saing global. Integrasi teknologi blockchain untuk keterlacakan produk kelapa di pasar global akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan memastikan produk kelapa Indonesia memenuhi standar internasional. Peningkatan sertifikasi indikasi geografis bagi produk kelapa khas daerah juga penting untuk memperkuat daya saing di pasar ekspor. Di tingkat internasional, Indonesia terus memperkuat diplomasi kelapa melalui International Coconut Community (ICC) dengan menjalin kolaborasi riset bersama Filipina, India, dan Sri Lanka untuk mengembangkan industri kelapa negara anggota.
ADVERTISEMENT
Indonesia harus memanfaatkan momentum 100 tahun, sejak 1927 awal momentum inovasi kelapa Indonesia yang ditandai penanaman benih kelapa di Desa Mapanget, Sulawesi Utara, sebagai titik tolak membangun ekosistem kelapa yang berkelanjutan. Ke depan, kita perlu mendorong penelitian lebih lanjut, memperkuat kolaborasi dengan sektor swasta, serta memastikan petani mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih besar dari industri ini. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat memimpin modernisasi kelapa global dan menjadikan kelapa sebagai komoditas unggulan yang berdaya saing tinggi di pasar internasional. Pada akhirnya, modernisasi kelapa bukan hanya soal peningkatan produksi, tetapi juga tentang membangun kesejahteraan petani, mengembangkan industri berbasis riset, dan melestarikan warisan budaya Nusantara. Saatnya Indonesia mengambil peran utama dalam revolusi kelapa global, menuju 100 tahun modernisasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT