Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kisah Diaspora Indonesia Dirikan Sanggar Tari Terbesar di Qatar
30 Maret 2019 5:04 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Kuntum Khaira Ummah HG tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sore itu, sekitar 11 orang anak tampak berlatih tarian Borneo di ruangan serba guna KBRI Doha. Sesekali, anak-anak saling menertawakan satu sama lain karena kesulitan mengikuti gerakan tari.
ADVERTISEMENT
“Satu, dua, tiga, empat. Satu, dua, tiga, empat. Adik-adik, perhatikan langkah kakinya, ya," ucap Margi, sambil menuntun gerakan tari anak-anak didiknya.
Margi, atau yang memiliki nama lengkap Margi Listi Wirasani, adalah salah seorang pelatih sanggar tari Puspa Qinarya di Qatar. Ia menetap di Qatar sejak 2011, dan aktif sebagai pegiat seni dan budaya Indonesia di Qatar.
Puspa Qinarya, atau biasa disingkat PQ, merupakan sanggar tari terbesar di Qatar yang didirikan pada 2012 oleh ibu-ibu asal Indonesia di Qatar.
“Puspa itu bunga. Qinarya itu berkarya. Sebetulnya sih Kinarya, pake K. Tapi karena di Qatar diganti Q,” urai Margi sang pelatih PQ dan juga menjadi Kepala Sekolah PQ saat ini.
ADVERTISEMENT
“Jadi ceritanya, ibu-ibu ini ingin jadi bunga-bunga Indonesia yang berkarya di Qatar gitu,” lanjut Margi.
Lahirnya sanggar tari ini diawali dengan kegiatan kumpul-kumpul ibu-ibu Indonesia, seperti acara arisan dan bazar di KBRI. Salah seorang diaspora, Ibu Betayanti, mengusulkan agar ibu-ibu berkumpul untuk berkesenian. Seni apa saja. Seperti menari, bernyanyi, dan bermain alat musik angklung.
Sanggar tari PQ berkembang pesat hingga saat ini. Bahkan, tidak pernah absen mengikuti kegiatan-kegiatan bertaraf internasional di Qatar. PQ juga menggelar pentas seni khusus sebagai showcase capaian PQ setiap tahun.
“Kita ikut meriahkan acara resepsi diplomatik Indonesia. Ikut Asean Festival, ASEAN Night, Charity Night, Qatar National Day, dan kegiatan lain di Qatar,” ucap Margi bangga.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, PQ juga manggung di sekolah-sekolah internasional di Qatar sebagai ajang perkenalan budaya Indonesia untuk anak-anak," ujar ibu dari satu orang putri ini.
Saat ini, PQ aktif mendukung program-program KBRI Doha dan Persatuan Masyarakat Indonesia di Qatar (Permiqa). Pada Februari 2019, PQ ikut tampil pada Indonesian Cultural Festival yang diselenggarakan di Pusat Pengembangan Budaya Qatar, Katara.
Adapun untuk kegiatan latihan, PQ menyelenggarakannya di rumah anggota sanggar secara bergantian. Mereka juga meminjam clubhouse milik anggota sanggar yang ada studionya.
Margi menjelaskan bahwa dahulu latihan diadakan di KBRI. Namun karena sudah semakin banyak anggotanya, sudah tidak memungkinkan lagi menggelar latihan di KBRI. Oleh karena sudah tidak muat, tempat latihan jadi berpindah-pindah.
ADVERTISEMENT
"Saat ini, latihan lebih sering diadakan di clubhouse salah satu compound anggota sanggar yang terletak di daerah Al Waab dan Al Markhiya. Dan pindah-pindah clubhouse-nya. Namun itu jadi salah satu keseruannya,” ucap Margi sambil tersenyum.
Margi juga menjelaskan bahwa sanggar tari PQ saat ini dibagi pada tiga kelompok. Pertama, kelompok tari dewasa, yang terdiri dari ibu-ibu, yang jumlahnya saat ini 21 orang. Kedua, kelompok krucil, yakni anak usia 6-10 tahun, yang jumlahnya saat ini 11 orang. Ada juga grup ABG, usia 11-17 tahun, jumlahnya ada 10 orang.
Saat ditanya mengenai budgeting, Margi menjelaskan bahwa anak-anak sanggar PQ urunan masing-masing sekitar 50-75 Qatari Riyal setiap bulannya untuk 4-5 kali. Iuran yang terkumpul biasanya habis digunakan untuk membeli kostum, konsumsi, goodie bag, atau keperluan lainnya. Sementara untuk pelatih suka rela.
ADVERTISEMENT
"Biaya atau iuran PQ ini masih dibawah standar latihan kelas serupa di Doha yang rata-rata 80-150 Qatari Riyal per sesi latihan,” ujar Margi.
Margi menambahkan, PQ mendatangkan kostum penari langsung dari Indonesia. Tentunya, hal itu juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit, termasuk biaya pengirimannya.
PQ memang sanggar tari yang mandiri. Pada saat bertugas di Doha, penulis sempat melihatnya sendiri secara langsung. Jadi, meskipun dijalankan oleh ibu-ibu yang sebetulnya berprofesi sebagai ibu rumah tangga, tetapi ibu-ibu ini berhasil menjalankan sanggar PQ secara profesional, laiknya sanggar-sangar tari profesional.
“Tidak mudah memang. Melatih ibu-ibu yang tidak ada basic menari. Atau melatih anak-anak yang masih suka bermain. Selain itu, bagaimana kita menyajikan tampilan yang menarik dan masih sesuai dengan pakem kedaerahan dari tari yang kita bawakan,” demikian ungkap Margi.
Margi melanjutkan, meskipun ada dukanya, tetapi dalam perjalanan mengembangkan PQ lebih banyak sukanya. Sebab, kegiatan ini dapat memupuk rasa persaudaraan dengan sesama Diaspora Indonesia di Qatar. Anak-anak juga mengenal seni budaya Indonesia, dan menjadi akrab satu sama lainnya.
ADVERTISEMENT
“Mereka (anak-anak) ini butuh tempat untuk kita bisa memupuk rasa cinta Tanah Air selagi tinggal jauh dari Indonesia. Selain itu, kapan lagi mereka bisa berkumpul setiap minggu, melakukan hobi yang sama,” tambah Margi.
PQ berkomitmen untuk selalu tampil prima. Tidak salah jika sanggar tari Indonesia ini sempat dilirik beberapa kali oleh industri seni di Qatar. Namun, mengingat keterbasan waktu anggotanya dan belum ada kesesuaian kontrak, hingga saat ini belum ada kerja sama.
Yang membuat penulis semakin kagum dengan PQ adalah melihat semangat para pelatih PQ seperti Margi untuk mengembangkan diri secara mandiri. Meskipun punya dasar kemampuan menari, Margi selalu mengasah kemampuannya, terutama tentang tari daerah.
"Akhir-akhir ini, setiap pulang ke Indonesia, sempatkan diri untuk les tari Bali. Biar menambah kemampuan tari tradisional,” ujar Margi.
ADVERTISEMENT
Semoga PQ tetap berjaya. Menyemikan bunga-bunga Indonesia di Qatar. Mengenalkan kekayaan seni budaya Indonesia kepada masyarakat internasional di Qatar.
Kita doakan, kakak Margi! Semangat!