news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pendidikan di Qatar dan Kisah Profesor asal Indonesia

Konten dari Pengguna
7 April 2019 4:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kuntum Khaira Ummah HG tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Student Center di Education City, Qatar. Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Student Center di Education City, Qatar. Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Qatar merupakan salah satu negara Teluk yang memiliki banyak cabang kampus dari universitas dunia. Setidaknya, ada 16 universitas asing di Qatar. Sebut saja, University of Aberdeen, Georgetown University, Stenden University, Texas A&M University, Virginia Commonwealth University, University of Calgary, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Selain itu, negara yang kurang lebih sebesar Pulau Bali ini juga memiliki universitas dan perguruan tinggi nasional. Contohnya, Hamad bin Khalifa University dan Qatar University.
Pada masa penugasan di Doha, penulis melihat bagaimana Qatar sangat serius menjalankan misi pembangunan nasional 2030. Salah satunya adalah misi Qatar untuk memajukan sumber daya manusia melalui pendidikan.
Emir (Raja) Qatar saat itu, Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani, bersama istrinya, Sheikha Moza bint Nasser Al Misned, mendirikan Qatar Foundation dan Education City di Doha untuk memajukan pendidikan di Qatar.
Qatar Foundation for Education, Science and Community Development (QF) building (Foto: www.astad.qa)
Education City yang menjadi pusat pendidikan ramai dengan lembaga-lembaga pendidikan nasional dan asing. Terutama perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
“Education City memang visinya Sheikha Moza untuk menghadirkan pendidikan kelas dunia di Qatar,” jelas Profesor Albert.
ADVERTISEMENT
Ya, nama lengkap beserta gelarnya adalah Prof. Ir. Albertus Retnanto, M.Eng., Ph.D.
Ia berasal dari Indonesia. Profesor Albert beserta istri dan anak-anaknya menetap di Qatar sejak 2009. Beliau merupakan Profesor Petroleum Engineering di Texas A&M University Qatar.
Profesor Albert menempuh kuliah di bidang teknik perminyakan. Mulai dari ITB Bandung, lalu melanjutkan pendidikan pascasarjana dan memperoleh gelar Ph.D dari A&M University, College Station, Texas, Amerika Serikat (AS).
When Education City was first conceived, our vision was to provide world-class education to the people of Qatar,” demikian tambah Profesor Albert menjelaskan misi Sheikha Moza.
Saat ditanyakan tentang syarat menjadi dosen di Qatar, Profesor Albert menjelaskan bahwa syarat utamanya adalah harus memiliki gelar Ph.D.
ADVERTISEMENT
“Kalau jalur akademis, harus memiliki publikasi yang cukup di jurnal internasional. Biasanya, mereka mulai dari PostDoc di universitas-universitas di AS,” ujar pria kelahiran 1967 ini.
“Jika jalur profesional, ada pengalaman yang cukup lama bekerja di industri,” imbuhnya.
Sebelum mengajar di Qatar, Profesor Albert pernah bekerja di Schlumberger (Service Oil Company) selama 18 tahun, bekerja di Amerika, Indonesia, Venezuela, Brazil, Libya, Skotlandia, dan Qatar.
Profesor Albert juga menyampaikan bahwa selain dirinya, ada satu orang dosen Indonesia yang menjadi asisten profesor di Virginia Commonwealth University di Qatar. Namanya Anto Muhsin.
Profesor Albert bersama mahasiswa dan mahasisiwi Qatar dan asing. (Dok. Prof. Albert)
Penulis tidak lupa menanyakan kepada Profesor Albert mengenai pendapatannya sebagai Profesor di negara petrodolar ini.
Profesor yang di awal tampak sungkan menyampaikan bahwa dalam setahun, ia memperoleh tunjangan dari Universitas tempat dia mengajar lebih dari USD 200 ribu. Ditambah lagi dengan fasilitas rumah, pendidikan anak hingga SMA, liburan tahunan, dan biaya mobil beserta asuransi.
ADVERTISEMENT
“Di sini (Qatar) orang-orang sangat menghargai profesi pengajar. Bukan materi maksud saya. Tapi anak-anak di sini selalu mengingat gurunya,” jelas Profesor Albert.
Selain berbagi cerita tentang menjadi pengajar di Qatar, Profesor Albert juga bercerita mengenai peluang bagi siapa saja yang berminat untuk menempuh pendidikan di Qatar.
“Standar masuknya sama dengan AS. Dan tentunya biaya pendidikan juga tinggi. Beasiswa ada. Akan tetapi sangat kompetitif,” ungkap Profesor Albert.
Menutup bincang saya saat itu, Profesor Albert berpesan bahwa saat ini dunia telah sudah tanpa batas.
“Kita harus terus meningkatkan kompetensi yang bisa bersaing, sehingga bisa menjadi manusia Indonesia yang kreatif, inovatif, dan mampu bersaing secara global,” jelas Profesor Albert.
ADVERTISEMENT
Indonesia bangga memiliki orang-orang hebat seperti Profesor Albert. Ia memberikan warna bagi pengembangan diplomasi Indonesia di luar negeri.
Semoga semangat kompetensi di antara kawan-kawan muda, para milenial khususnya, dapat melahirkan Profesor Albert lainnya di masa mendatang. Semoga.