Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Optimalisasi Potensi Hutan Produksi dengan Konsep Pelestarian Berkelanjutan
16 September 2023 8:47 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kurnia Albarkati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hutan Produksi - Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Untuk itu hutan harus diurus dan kelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan (UU No 41 Tahun 1999). Pengelolaan hutan produksi yang profesional adalah penyiapan data dasar biofisik hutan produksi diantaranya berupa potensi tegakan dari berbagai jenis dan tipe tegakan yang ada (Mukrimin, 2011).
ADVERTISEMENT
Prof. Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P. Guru Besar Unila memaparan materi “The 5 Capital Assets”. Dari kelima Capital ini sangatlah penting dan tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaan hutan lestari. Hal ini penting untuk menjadi pertimbangan pimpinan dan manager kehutanan dalam menyusun strategi pengelolaan hutan dan pengusahaannya secara lestari.
Ir. Purwadi Soeprihanto, S.Hut., ME Selaku Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mengatakan "Build forward better" memiliki 6 strategi diantaranya yaitu :
1. SDM berdaya saing
2. Produktivitas sektor ekonomi
3. Ekonomi hijau
4. Tranformasi digital
5. Integrasi ekonomi domestik
6. Ibu Kota Nusantara
Keenam strategi tersebut diharapkan akan didukung oleh stabilitas ekonomi makro, sistem pendanaan, pasar yang kompetitif, dan reformasi birokrasi. Salah satu contoh di lapangan yang tidak memperlihatkan 6 strategi tersebut, seperti yang terjadi di Sulawesi berikut ini marak terjadinya perambahan hutan yang dilakukan tanpa adanya izin. Seperti di Penegakan Hukum KLHK Wilayah Sulawesi, kejadian bermula dari informasi masyarakat bahwa ada pembukaan atau pengolahan lahan tanpa izin untuk dijadikan kebun sawit yang diduga masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Dari informasi ini, Balai Penegakan Hukum KLHK Wilayah Sulawesi membentuk tim operasi untuk melakukan penindakan pengamanan dan perlindungan hutan di Kabupaten Luwu Timur.
ADVERTISEMENT
Dari hasil penyelidikan, tim memperoleh data dan informasi bahwa AM mengaku sebagai pemilik lahan/pemodal dan NS sebagai penanggungjawab lapangan. Selanjutnya tim menyerahkan para pelaku ke penyidik untuk dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). Dari hasil pulbaket ini kemudian penyidik meningkatkan ke proses penyidikan dan melakukan pemeriksaan - pemeriksaan saksi ahli dan melakukan olah TKP. Penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dan melakukan penangkapan dan penahanan serta menitipkan tersangka di Rumah Tahanan Polres Luwu Timur.
Apakah sampai sekarang belum ada keputusan untuk para pelaku perambahan hutan ini? Masih kurangnya perhatian pemerintah akan kasus perambahan dan hukuman jera untuk para pelaku memicu banyak oknum terus melakukan perambahan besar - besaran. Kurang ditegakannya hukum dalam tindak kejahatan perambahan hutan ini membuat para pelaku tidak jera dan semakin banyak orang yang melakukan hal itu secara berulang kali. Hal ini menyebabkan pemanfaatan yang berlebihan atau over cutting mengakibatkan berkurangnya potensi hasil kayu yang mana tidak diikuti dengan upaya peningkatan kualitas dan upaya permudaan, sehingga potensi yang ada semakin berkurang bahkan terdapat jenis tanaman hutan yang telah mengalami penurunan populasi yang sangat besar. Hal ini akan menyebabkan hilangnya potensi.
Langkah awal yang sebaiknya dilaksanakan dalam rangka penyusunan rencana pemanfaatan potensi dan pengelolaan hutan produksi yang profesional yaitu dengan konsep hutan normal. Menurut Osmaton dalam Simon (2006: 91) hutan normal merupakan tegakan dengan persebaran kelas umur yang merata dan riap yang maksimal. Tebangan tahunan atau tebangan periodik pada hakikatnya harus sama dengan riap untuk jangka waktu yang bersangkutan. Dengan demikian hasil kayu yang maksimal dapat diperluas sepanjang waktu tanpa membahayakan hasil di masa yang akan datang dan oleh karena itu kelestarian hutan dapat dipertahankan.
ADVERTISEMENT
Selain strategi yang dijabarkan oleh Ir. Purwadi Soeprihanto, S.Hut., ME di atas, perlu juga diterapkan kelestarian hutan yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Salah satu lainnya yang menjadi pertimbangan menuju kelestarian hutan adalah dilaksanakannya skema sertifikasi hutan. Konsep kelestarian hasil hutan sekarang pada umumnya dianggap mempunyai hubungan dengan lingkup yang lebih luas dari segi ekologi dan sosial ekonomi suatu wilayah, untuk tetap mempertahankan tingkat kelestarian hutan seperti yang diinginkan Forest Stewardship Counsil (FSC) dan European Forest Certification (PEFC) yang merupakan organisasi yang mengembangkan standar pengelolaan hutan berkelanjutan, yang ditetapkan oleh masing-masing institusi (Sastroprawiro, 2008).
Prodi Magister Kehutanan Universitas Lampung
1. Birgita Diah Puspitarani Setiawan
2. Kurnia Albarkati
3. Prof. Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P.
ADVERTISEMENT
4. Hari Kaskoyo, S.Hut., M.P.,P.hD.
5. Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si.