Konten dari Pengguna

Generasi Z dan Sastra: Apakah Masih Relevan?

Kurnia Nanda Septi pratama Pratama
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas PGRI Madiun.
13 Januari 2025 16:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kurnia Nanda Septi pratama Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi literasi karya sastra (sumber:https://pixabay.com/id/photos/buku-kacamata-jam-tangan-1052014/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi literasi karya sastra (sumber:https://pixabay.com/id/photos/buku-kacamata-jam-tangan-1052014/)
ADVERTISEMENT
Generasi Z, yang lahir antara akhir 1990-an dan awal 2010-an, tumbuh dalam dunia digital dengan akses yang sangat cepat ke berbagai informasi. Mereka menghabiskan waktu yang signifikan di platform media sosial dan lebih menyukai konten visual di TikTok, Instagram, atau YouTube, dengan kecenderungan untuk memilih hiburan yang instan. Dengan pola hidup ini, muncul pertanyaan: Apakah karya sastra masih memiliki relevansi bagi Generasi Z?
ADVERTISEMENT
Karya Sastra di Tengah Arus Digital
Bentuk-bentuk karya sastra seperti novel, puisi, cerpen, dan drama mungkin tidak lagi dianggap sebagai pilihan utama untuk hiburan di tengah deras nya konten visual. Namun, di sini muncul tantangan yang menarik. Sastra tidak hanya menghadirkan hiburan, tetapi juga memberikan pengalaman mendalam yang sulit ditemukan dalam media digital.
Beberapa karya sastra klasik seperti “Bumi Manusia” yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dan Saman karya Ayu Utami masih mampu menarik perhatian Generasi Z, terutama ketika mereka diadaptasi menjadi film atau serial. Adaptasi ini memungkinkan mereka untuk menjelajah karya aslinya dan memahami latar belakang sejarah atau masalah sosial yang diangkat.
Karya Sastra dan Platform Digital
Transformasi media atau Perubahan dalam media adalah salah satu metode untuk memastikan bahwa karya sastra masih bisa diterima. Banyak anggota Generasi Z yang mulai menikmati cerpen atau puisi melalui platform seperti Wattpad, Storial, atau bahkan di utas-utas Twitter. Penulis muda contohnya Marchella FP dengan karyanya “Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini” berhasil menghubungkan sastra dengan bentuk komunikasi modern yang lebih mudah dipahami oleh anak muda.
ADVERTISEMENT
Selain itu, berbagai kompetisi menulis online dan kelompok literasi di dunia maya mendorong Generasi Z untuk tidak hanya membaca tetapi juga menciptakan karya mereka sendiri. Ini menunjukkan bahwa sastra terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Manfaat Sastra untuk Generasi Z
Sastra memberikan keuntungan yang penting, terutama di zaman sekarang di mana kecepatan informasi sering mengorbankan kedalaman analisis. Dengan menikmati sastra Generasi Z bisa:
1.Meningkatkan Empati: Sastra menghadirkan beragam perspektif dan pengalaman hidup, yang membantu pembaca memahami orang lain.
2.Memperluas Kreativitas: Melalui cerita yang mendalam, sastra mendorong pembaca untuk berimajinasi lepas.
3.Mengasah Kemampuan Berpikir Kritis: Banyak karya sastra yang mengeksplorasi isu-isu rumit, mendorong pembaca untuk refleksi dan berdiskusi.
Masa Depan Sastra di Tangan Generasi Z
ADVERTISEMENT
Walaupun karya sastra mengalami berbagai tantangan dalam era digital ini, Generasi Z juga memiliki kesempatan yang signifikan untuk mengarahkan sastra ke dalam bentuk yang lebih modern dan inklusif. Dengan adanya memanfaatkan media sosial, mereka dapat memperkenalkan karya sastra, baik yang bersifat tradisional maupun dalam bentuk adaptasi yang kreatif.
Sebagai ilustrasi, komunitas seperti Klub Buku Jakarta dan Goodreads Indonesia secara aktif terlibat dalam membahas karya sastra, sedangkan penulis-penulis muda mempublikasikan karya mereka di platform seperti Medium atau blog pribadi. Dengan adanya semangat tersebut, sastra tidak hanya akan bertahan tetapi juga tumbuh bersama generasi muda.
Karya Sastra masih mempunyai relevansi untuk Generasi Z, selama dapat menyesuaikan diri dengan minat dan cara hidup mereka. Generasi Z memainkan peranan krusial dalam menjaga dan mengubah sastra. Dengan memanfaatkan inovasi dan imajinasi mereka, karya sastra Indonesia akan terus eksis dan menjadi elemen dari jati diri budaya negara di waktu yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Referensi
1.Marchella FP, Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini, Gramedia, 2018.
2.Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, Hasta Mitra, 1980.
3.Ayu Utami, Saman, Kepustakaan Populer Gramedia, 1998.
4.Kusmana, Sastra dan Media Baru: Transformasi Sastra di Era Digital, Pustaka Indonesia, 2020.
5.Pew Research Center, "How Gen Z Engages with Reading and Literature," 2023.
6.Artikel daring: Wattpad Indonesia, "Tren Menulis dan Membaca di Kalangan Anak Muda," 2024.
Kurnia Nanda Septi Pratama, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNIPMA