Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Estafet Kepemimpinan: Tantangan Prabowo-Gibran dalam Melanjutkan Mega Proyek IKN
7 November 2024 15:45 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Dudi Kurniadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 20 Oktober 2024, Presiden dan Wakil Presiden terpilih Indonesia untuk periode 2024–2029, yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, resmi dilantik. Estafet kepemimpinan dari Presiden sebelumnya, Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin, kini dilanjutkan. Banyak pekerjaan rumah yang harus diteruskan, salah satunya adalah mega proyek pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, yang kini dikenal sebagai Ibu Kota Nusantara.
ADVERTISEMENT
Pemindahan IKN menjadi pekerjaan besar karena prosesnya tidak bisa instan. Membangun sebuah kota baru membutuhkan waktu, serta sumber daya material dan nonmaterial yang besar. Pemindahan ibu kota tidak hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga perlu dibarengi dengan pembangunan sumber daya manusia yang akan menggerakkan kehidupan di kota tersebut.
Sebuah kota besar terbentuk karena adanya simbiosis mutualisme antarwarga, yang saling membutuhkan dan bergantung satu sama lain. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut terakumulasi, terbentuklah pasar yang besar, sistem ekonomi, dan akhirnya sebuah kota yang mapan. Maka, tugas utama Prabowo di IKN adalah menciptakan lapangan pekerjaan yang dapat menarik minat masyarakat untuk berurbanisasi ke sana.
Sebagai seseorang yang pernah tinggal di Jakarta, saya pribadi setuju dengan rencana pemindahan ibu kota. Saya merasakan kerasnya kehidupan di Jakarta dengan berbagai masalah, seperti kemacetan, banjir, sampah, pencemaran udara, serta kriminalitas. Kepadatan bangunan di Jakarta membuatnya sulit dibenahi menjadi kota yang lebih nyaman, terlebih dengan keberadaan permukiman kumuh yang enggan direlokasi. Masalah drainase dan sungai yang sempit semakin mempersulit upaya pembenahan kota ini.
ADVERTISEMENT
Kemacetan di Jakarta memberikan dampak ekonomi yang sangat besar. Berapa waktu yang terbuang, berapa emisi gas buang yang dilepaskan ke udara, serta berapa banyak bahan bakar yang terbuang sia-sia? Meskipun triliunan dana telah digelontorkan untuk perbaikan, dampaknya tidak signifikan.
Proyek pemindahan ibu kota ke IKN menjadi salah satu tugas penting Presiden Prabowo. Jika proyek ini dihentikan, kerugian yang ditimbulkan akan sangat besar, mengingat dana yang telah diinvestasikan sejauh ini. Namun, melanjutkan proyek ini juga membutuhkan dana dan waktu yang tidak sedikit. Oleh karena itu, menurut saya, proyek ini tetap perlu dilanjutkan, karena sudah berada di tengah jalan.
Salah satu prioritas Prabowo adalah memindahkan beberapa industri ke sekitar IKN, menarik investor untuk membangun perusahaan, menciptakan kota-kota penyangga di sekitar IKN, serta mendorong urbanisasi yang lebih merata. Kota-kota penyangga penting untuk mengurangi ketimpangan ekonomi, karena jika pembangunan hanya fokus di wilayah inti IKN, maka kota ini hanya akan menjadi pusat yang kecil dan kurang menarik.
ADVERTISEMENT
Membangun ibu kota yang besar mungkin membutuhkan waktu puluhan tahun. Jika IKN berhasil terwujud dengan baik, hal ini akan berkontribusi pada pemerataan pembangunan, serupa dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, di mana setiap negara bagian tumbuh bersama dengan fasilitas yang merata di berbagai kota.
Rencana strategis Presiden Jokowi untuk IKN adalah menciptakan kota hijau (Green City) dengan transportasi umum ramah lingkungan, gedung-gedung yang dipenuhi tanaman, serta ruang terbuka hijau yang mendukung keberlanjutan ekosistem. Berbagai fasilitas, seperti pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, sekolah, dan pusat kesehatan, akan berada dalam jarak yang dapat diakses dengan berjalan kaki.
Saya membayangkan IKN akan menjadi kota yang ramah lingkungan, ramah disabilitas, dan ramah pejalan kaki. Jika kita melihat negara maju seperti Jepang, Eropa, atau Amerika, penduduknya relatif sehat karena terbiasa berjalan kaki. Sebaliknya, di Jakarta, sulit untuk berjalan kaki karena trotoar sering digunakan oleh kendaraan.
ADVERTISEMENT
Walau mungkin saya tidak dapat merasakan hasilnya nanti, saya membayangkan sebuah kota ikonik di Indonesia—kota yang ramah lingkungan, indah, dengan transportasi umum yang baik, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, tanpa kemacetan, serta masyarakat yang sehat, cerdas, dan berpendapatan tinggi.
Indonesia tidak perlu mencontoh kota-kota megah seperti Dubai atau Shanghai, namun bisa membangun kota yang asri, indah, dan damai sebagai percontohan kota hijau di dunia. Meskipun visi Prabowo adalah swasembada pangan, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan gizi, proporsi anggaran untuk pembangunan IKN tetap perlu disisihkan agar proyek ini tidak menjadi mangkrak. Menurut saya, pembangunan IKN perlu dijalankan dengan prinsip “alon-alon asal kelakon.”