Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Cerpen : Lima Hari
12 Januari 2025 10:15 WIB
·
waktu baca 19 menitTulisan dari Cicih Kurniasih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berlari
Hanya kata itu yang ada di pikiranku pada saat itu, aku dan keempat teman ku yang lainnya terus berlari tanpa mengetahui tempat apa yang kita tuju. Orang-orang itu terus mengejar kami tanpa henti, seolah-olah kami adalah buruan berharga yang harus mereka tangkap. Kami berada di dalam hutan yang dipenuhi pohon-pohon tinggi yang membuat cahaya matahari seperti mengintip di celah-celah dahannya.
Pukul 4 sore tadi, kami berniat untuk mencari kupu-kupu disekitar taman yang dekat dengan hutan perbatasan. Awalnya aku menolak untuk mengikuti saran dari Jeffan temanku, tapi Jeffan terus meyakini kepadaku dan ketiga temanku yang lainnya yaitu, Yuki, Wana, dan Danendra.
ADVERTISEMENT
“Ayolah Sada ikut saja tidak akan terjadi apa-apa, Kita hanya di taman saja tidak sampai ke hutan perbatasan.” Bujuk Jeffan kepadaku.
“Tidak Jeffan! Itu terlalu bahaya, walau kita hanya di taman saja tapi tetap saja taman itu begitu dekat dengan hutan perbatasan. Bukankah orang tua kita sudah berkali-kali mengingatkan kita semua agar sebisa mungkin tidak mendekati hutan perbatasan?”
“Benar yang dikatakan Sada, Jeff. Tidak seharusnya kita kesana.” Ucap Yuki.
“Ayolah tidak perlu mengkhawatirkan itu. Lagi pula ini untuk tugas kita bukan? Meneliti kupu-kupu. Dan taman itu memiliki beraneka ragam kupu-kupu yang begitu indah. Hanya taman itu yang menjadi tujuan kita, percaya padaku takkan terjadi apa-apa.” Jawab jeffan.
Dia terus menerus meyakinkan kita semua bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Aku, Yuki, Wana, dan Danendra saling bertukar pandang, kita benar-benar sulit untuk membuat keputusan, tapi yang dikatakan Jeffan ada benarnya juga. Hanya taman itu yang memili ragam jenis kupu-kupu yang begitu indah. Aku menatap mata mereka satu per satu, terlihat tatapan yakin di mata Jeffan dan tatapan keraguan di mata ketiga temanku yang lainnya.
ADVERTISEMENT
“Benar yang di ucapkan Jeffan, hanya taman itu yang bisa menjadi pilihan kita. Pencarian kita hanya di bagian barat jangan di bagian timur arah hutan perbatasan.” Kini Yuki yang membuka suara.
Jeffan terlihat senang dengan jawaban dari Yuki, aku melihat ke arah Wana dan Danendra mereka terlihat menganggukan kepalanya, walau aku yakin mereka masih ragu tapi memang tidak ada pilihan.
“Baiklah, aku ikut!” jawab Danendra.
“Aku juga!” kini wana ikut menjawab.
Aku menarik nafasku dan menghembuskannya perlahan, menenangkan pikiran ku dan meyakinkan hatiku untuk ikut bersama mereka. Entah kenapa aku merasa bahwa aku harus menjaga mereka semua, mungkin karena usia ku lebih tua diantara mereka. Mereka berusia 15 tahun, sedangkan aku sudah menginjak usia 17 tahun. Ya, memang aku terlambat masuk sekolah karena masalah biaya sampai akhirnya ada orang baik yang membantuku untuk bersekolah.
ADVERTISEMENT
“Baiklah aku juga ikut, tapi ingat! Hanya di bagian barat. Siapapun dari kita jangan mendekati daerah timur.”
Jeffan Mengangguk semangat, dan yang lain pun ikut mengangguk menyetujui peringatan ku. Jarak dari tempat tinggal kita ke taman itu membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Kita berangkat pukul 16.30, aku menyuruh mereka untuk membawa minum dan makan untuk bekal mereka di jalan nanti.
Selama perjalanan Jeffan tak pernah berhenti untuk bicara, dia selalu membuat lelucon lucu dan sesekali di timpali oleh Danendra. Tak terasa 30 menit telah kita lalui, cukup melelahkan tapi begitu menyenangkan selama perjalanan karena candaan yang dibuat oleh Jeffan dan Danendra. Aku menyimpan tas ransel ku di bawah pohon besar dan diikuti oleh yang lainnya. Kita beristirahat sebentar sambil menyantap bekal yang kita bawa. Setelah merasa cukup kenyang, kita mulai mencari kupu-kupu yang akan kita teliti nanti.
ADVERTISEMENT
Begitu banyak kupu-kupu disini, kita berpencar untuk menangkap kupu-kupu itu. Tapi tenang saja, kita tidak benar-benar menangkap kupu-kupu tersebut, setelah kita melihat corak dari sayap mereka, kita lepaskan kembali kupu-kupu itu. Aku melihat objek yang aku tangkap, dengan jalan perlahan aku menghampiri objek buruan ku.
Hap
Aku menangkap satu kupu-kupu yang memiliki sayap depan berwarna hijau hitam dan terdapat bulatan hitam. Sayap belakang perpaduan warna hijau, hitam dan kuning keemasan. Ujung sayap belakang terdapat ekor filament yang memanjang. Corak dan warna yang begitu indah, aku membuka buku ku dan menulis apa yang aku lihat dari kupu-kupu itu. Besok saat di sekolah, guru ku akan memberi tahu termasuk jenis apa kupu-kupu yang aku dapat.
ADVERTISEMENT
“Wowww kupu-kupu ini sangat unik.” Seru jeffan dengan riang.
Kita semua menengok ke arah Jeffan.
“Lihatlah corak sayap dia seperti burung hantu.” Ucap jeffan.
Karena penasaran dengan apa yang di katakan Jeffan, kita berempat menghampirinya. Dan benar kupu-kupu itu mempunyai motif bulat berwana hitam dan kuning keemasan di kedua sayapnya. Saat dibuka, motif itu akan menyerupai mata burung hantu. Sejenak kami mengagumi keindahan kupu-kupu milik Jeffan, tapi untuk sesaat, aku melihat ke sekeliling merasa seperti ada yang mengawasi kami. Aku menggelengkan kepala ku mencoba menghalau apa yang aku pikirkan. Setelah selesai mengagumi kupu-kupu milik Jeffan, kita berpencar dan kembali dengan objek kita masing-masing.
Drap drap drap
Suara langkah kaki yang berkejaran, kami semua tertegun untuk sesaat mendengar suara tersebut. Merasa suara tersebut semakin dekat kami saling mendekat dan berkumpul bersama, kami semua ketakutan sekaligus bingung apa yang sedang terjadi. Semakin rapat jarak kami, mereka bersembunyi di balik punggung ku, seolah-olah mereka mengandalkan ku untuk menjaga mereka. Tak berapa lama muncul lah sekitar 5 orang dari semak-semak, mereka memakai pakaian serba hitam.
ADVERTISEMENT
“LARI!” seru Jeffan.
Kita semua berlari untuk menghindari orang-orang tersebut, tanpa disadari kami berlari ke arah timur memasuki hutan perbatasan. Jeffan berada di depan dan aku di paling belakang memastikan kita terus bersama, aku melihat ke belakang dan orang-orang tersebut masih mengejar kami, entah kenapa aku merasa mereka semakin banyak.
“Terus berlari dan jangan melihat ke belakang.” Perintah ku.
Kita semakin masuk ke hutan perbatasan dan hari pun semakin gelap. Disaat tidak terdengar suara dari kejaran orang-orang itu, kami pun berhenti berlari. Deru nafas berat memenuhi sekeliling ku, kami benar-benar kelelahan dan jangan lupakan bahwa kami tadi langsung berlari tanpa memikirkan ransel kami yang berisi air dan makanan lainnya.
“Bagaimana selanjutnya?” Tanya Yuki.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang membuka suara saat Yuki bertanya seperti itu, kita semua terdiam.
“Apa kita akan mati di sini?” Cicit Wana.
Aku mendekat kepada Wana dan menepuk pundaknya.
“Kita akan keluar dari sini bersama-sama.” Yakin ku kepada Wana.
Aku menyuruh mereka untuk istirahat dan memikirkan rencana untuk keluar dari sini besok pagi. Mereka mencari pohon untuk di jadikan sandaran dan tetap jangan jauh dari pandangan ku, kita harus saling menjaga satu sama lain.
Hari kedua
Sinar matahari membuatku terbangun, aku meregangkan tubuh ku dan mengecek keberadaan teman-teman ku.
‘Yuki, Wana, Danendra, Jef-‘
‘Sebentar, kemana Jeffan?’
Aku melihat sekelilingku dan mencoba mencari keberadaan Jeffan, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Jeffan disana. Aku membangunkan ketiga teman ku. Yuki orang pertama yang ku bangunkan dan dia pun langsung terbangun, aku memintanya untuk membangunkan Wana dan aku akan membangunkan Danendra. Disaat semuanya sudah terbangun, kita duduk melingkar di bawah pohon yang begitu rindang daunnya.
ADVERTISEMENT
“Apa dari kalian ada yang melihat Jeffan sebelumnya? Wana, Jeffan tidur di sebelahmu apa kau tidak menyadari saat dia pergi?”
“Aku terlalu lelah sehingga aku tidak terlalu memperhatikan keberadaan Jeffan.” Jawab Wana.
“Semalam aku terbangun untuk buang air kecil, tapi aku sangat yakin jika Jeffan masih ada di sebelah Wana.” Danendra membuka suara.
“Lalu kemana Jeffan, tidak mungkin kan dia mencari jalan pulang sendiri. Sada bagaimana menurut mu?” Tanya Yuki.
Aku terdiam mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi, kemarin kami hanya berniat untuk mencari kupu-kupu. Lalu kita berlari ketakutan karena kejaran orang-orang aneh itu, hingga akhirnya kita tertidur, dan saat terbangun Jeffan sudah tidak ada. Jujur, aku ketakutan tidak tahu apa yang harus aku lakukan, ini di luar rencana kita sebelumnya. Ketiga teman ku menatap ku seolah-olah aku lah harapan mereka, menunggu keputusan ku.
ADVERTISEMENT
“Untuk saat ini kita harus mencari jalan untuk pulang dan masalah hilang nya Jeffan kita bisa mencari nya saat berjalan nanti. Bagaimana?” Tanya ku.
Mereka mengangguk setuju, aku berjalan di paling depan di belakangku ada Wana, Danendra, dan yang paling belakang adalah Yuki. Kita berjalan ke arah barat, mencoba mengingat jalan yang kita lewati kemarin saat berlari. Hari semakin panas namun kami belum juga menemukan jalan keluar, tidak ada tanda-tanda keberadaan Jeffan juga. Saat berjalan kami terus memanggil nama Jeffan, meneriakinya tapi tidak ada sautan dari Jeffan. Kami memutuskan untuk beristirahat di dekat aliran air, meminum langsung air di sana menghilangkan haus yang sejak kemarin kami rasakan. Aku melihat teman-teman ku yang begitu kelelahan, aku merasa lapar dan mereka pun pasti mersakannya juga. Aku melihat ke sekeliling barangkali ada buah atau binatang yang bisa untuk di makan.
Pandanganku terhenti pada satu pohon yang memiliki banyak buah di dahannya, aku berjalan ke arah pohon tersebut. Langkah ku terhenti di depan pohon itu, aku memperhatikan pohon mencoba mengingat jenis pohon apa ini.
ADVERTISEMENT
‘Buah Loa!’ ucap ku girang di dalam hati.
Aku belum pernah memakan buah ini tapi aku pernah mendengar bahwa buah ini bisa di makan dan buah ini juga biasa di makan oleh satwa liar, seperti monyet ekor panjang, burung pemakan buah, dan kelelawar. Buah nya benar-benar begitu banyak bergelantungan di dahannya. Aku memanggil ketiga teman ku yan sedang beristirahat.
“Yuki, Wana, Danendra, Kemarilah!”
Mereka langsung menghampiriku dengan pandangan yang bertanya-tanya. Aku melihat ke sekelilingku mencari sesuatu yang bisa ku gunakan untuk mengambil buah tersebut. Aku menemukan kayu yang begitu panjang dan sepertinya bisa digunakan untuk mengambil buah itu.
“Apa yang akan kamu lakukan Sada, dan buah apa ini?” Bingung Danendra.
ADVERTISEMENT
“Akan ku jawab nanti, lebih baik kamu membantu ku memegang kayu ini dan kalian berdua Yuki, Wana, coba kumpulkan buah yang berjatuhan nanti.”
Mereka hanya mengangguk patuh padaku.
Pluk pluk pluk
Buah mulai berjatuhan, aku dan Danendra tetap fokus untuk menjatuhkan buah sebanyak mungkin, sedangkan Yuki dan Wana mengumpulkan buah-buah yang berjatuhan. Setelah merasa cukup banyak yang sudah dijatuhkan, aku pun berhenti. Kami kembali berjalan ke sumber mata air untuk mencuci bersih buah itu dan bisa langsung kami makan.
“Ini adalah buah Loa, aku belum pernah memakannya tapi buah ini bisa di makan kok.” Jelas ku kepada mereka bertiga.
“Apa kau yakin Sada?” ragu Yuki.
Aku mengangguk yakin dan menjadi orang pertama yang memakan buah itu. Aku terkejut dengan rasanya, buah ini terasa menyegarkan rasa masam dan manis mendominasi mulut ku. Aku menyuruh teman-teman ku untuk segera memakannya, mereka pun memakannya. Keraguan tergambar di wajah mereka tapi mereka tetap memakannya dan tepat sekali mereka terkejut dengan rasanya. Kami menghabiskan begitu banyak buah Loa. tak terasa matahari mulai meredupkan sinarnya, yang membuat kami melanjutkan perjalanan kami untuk mencari jalan keluar namun sepertinya kami akan lebih fokus mencari Jeffan bagaimanapun tidak mungkin kita keluar hutan tanpa Jeffan.
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan kami hanya diam, sesekali meneriaki nama Jeffan. Kini, Yuki yang berada di depan dan aku paling belakang. Aku memperhatikan sekitar, merasa seperti kita hanya berputar-putar di tempat yang sama. Sepertinya yang lain juga merasakan hal yang sama tapi mereka memelih diam, mereka masih berharap ada jalan keluar dan bisa bertemu dengan Jeffan.
Hari semakin gelap dan kami belum keluar dari hutan ini. Kami memutuskan beristirahat dan berdiskusi apa yang akan kami lakukan selanjutnya. Kami berada di hamparan padang rumput yang begitu luas, sebelumnya kami juga melewati tempat ini tapi kami hiraukan dan terus berjalan. Kami duduk melingkar, menunggu siapa yang akan membuka pembicaraan.
“Kita benar-benar terjebak disini. Seharian kita berjalan, kita hanya berputar-putar di tempat yang sama.” Keluh Danendra.
ADVERTISEMENT
“Jeffan juga menghilang.” Cicit Wana.
“Atau jangan-jangan Jeffan sudah keluar dari sini. Dia sengaja membawa kita kesini, dia juga bangun pada malam itu dan pergi meninggal kan kita.” Ucap Danendra.
“Jika memang Jeffan sengaja membawa kita kesini, apa alasan dia? kurasa Jeffan tidak mungkin sengaja melakukan ini semua.” Yuki membuka suara.
Kita semua terdiam, ini terlalu rumit untuk dipahami. Bagaimana bisa kita berakhir di hutan ini. Dan untuk Jeffan, dimana dia sekarang? Tidak mungkin kan dia berkeliling di hutan ini sendirian. Kita yang berempat saja ketakutan, bagaimana dengan dia yang sendiri. Atau dia sudah keluar dari hutan ini? Atau dia bertemu dengan hewan buas di sini? Atau dia sudah mati?
ADVERTISEMENT
Aku menggelengkan kepalaku menghapus pikiran bodohku itu. Kita datang kesini berlima dan pulang juga harus dengan jumlah anggota yang sama. Aku melihat ketiga teman ku satu persatu, Danendra yang bingung dangan amarah yang ia rasakan saat ini karena merasa di permainkan, Wana yang hanya diam menunduk, dan Yuki yang mencoba menenangkan Danendra. Yuki mengalihkan perhatiannya dari Danendra dan menatap ke arah ku, tatapan itu seolah-olah bertanya ‘apa yang akan kita lakukan?’. Aku menghela nafasku dan menggeleng lemah kepada yuki.
Hening yang begitu lama membuat kantuk menyerang kami secara bersamaan, seakan-akan ada hembusan angin yang membawa hempasan debu halus. Kami memutuskan untuk tidur karena pada saat kami mencoba untuk tidak tertidur mata ini terasa begitu berat. Posisi tidur kami berdekatan, berpegangan dengan erat berharap pada saat kita tertidur tidak terjadi apa-apa dan tidak ada yang menghilang saat kita bangun nanti.
ADVERTISEMENT
Hari Ketiga
Aku membuka mataku dan cahaya putih menyambut pandangan ku. Aku mememjamkan mataku saat cahaya itu memasuki netra ku, setelah cahaya itu sedikit meredup aku membuka mataku dengan perlahan mengamati sekitarku. Ini masih di tempat yang sama seperti tempat yang kita gunakan tidur semalam, hamparan padang rumput yang begitu luas. Tapi di mana ketiga teman ku Yuki, Wana, dan Danendra, kemana mereka bukankah semalam kita tidur bersama. Aku bangkit dari duduk ku berlari memasuki hutan yang di penuhi pohon-pohon tinggi, berteriak memanggil teman-teman ku. Aku terus berlari entah kemana dan sial nya aku kembali di tempat yang sama. Aku tidak menyerah, aku berlari lagi dan terus meneriaki nama keempat teman ku.
ADVERTISEMENT
“JEFFAN, YUKI, WANA, DANENDRA! DIMANA KALIAN?”
“KUMOHON JAWAB AKU, KALIAN DIMANA?”
“AKU AKAN MENGHAMPIRI KALIAN, TAPI JAWABLAH PANGGILAN KU!”
“KALIAN SEDANG BERCANDA BUKAN?”
“Kumohon jawablah aku, aku ketakutan.” Cicitku.
“Aku tidak ingin sendiri, BUKANKAH KITA BERJANJI AKAN KEMBALI BERSAMA? LALU DIAMANA KALIAN? MENGAPA HANYA AKU DISINI SENDIRI?” teriak ku sambil menendang pohon yang ada di depan ku.
Aku tidak merasakan sakit sedikitpun saat menendang pohon itu begitu keras. Aku hanya merasa takut, aku takut sendiri disini, aku takut jika tidak bisa bertemu dengan keempat teman ku, aku takut jika aku akan keluar sendiri dari hutan ini, aku tidak ingin meninggalkan teman-teman ku. Bukankah lebih baik mati bersama?
Aku terduduk di bawah pohon besar, menekuk kedua kakiku dan menenggelamkan kepalaku diantara lututku. Aku menangis, aku ketakutan, aku tidak tahu harus berbuat apa. Seharusnya sejak awal aku tetap teguh pada pendirian ku agar tidak datang ke taman itu, dan seharusnya aku bisa meyakini keempat teman ku bahwa itu sangat berbahaya. Seharusnya aku tidak tertidur pada malam itu, karena setiap aku tertidur aku selalu kehilangan orang-orang terdekatku. Aku terus menyalahkan diri ku sendiri, hingga tidak menyadari bahwa ada yang mengawasiku.
ADVERTISEMENT
Aku merasakan udara yang semakin dingin, aku mengangkat kepalaku melihat sekitar. Langit yang tadinya begitu cerah seketika berubah menjadi hitam keabuan. Aku segera bangkit dari duduk ku karena merasakan hal aneh di sekitarku. Aku mencoba melangkahkan kakiku dan pergi dari sini namun entah kenapa aku seperti terikat disni, aku kesulitan untuk bergerak. Dan tiba-tiba ada yang menutup kepalaku dengan kain hitam, aku memberontak tapi entah kenapa aku merasakan tubuhku yang semakin lemas. Dan pada akhirnya yang kurasakan adalah gelap.
Hari Keempat
Aku membuka kedua mataku, memegang kepalaku yang terasa sakit mencoba bangun dari tidurku. Memperhatikan sekitarku, bukankan ini tempat saat pertama kali aku dan keempat teman ku tertidur, tempat di mana Jeffan menghilang. Bagaimana bisa aku ada di sini. Seingatku kemarin, tunggu apakah ini sudah hari keempat? Apa yang sebenarnya terjadi.
ADVERTISEMENT
“Sada?”
Lamunanku terhenti saat ada yang mengguncang tubuhku. Aku mengfokuskan penglihatanku pada orang yang berada di hadapanku.
“Yuki?” Panggil ku.
“Iya aku Yuki, akhirnya aku bisa menemukanmu.” Ucap Yuki dengan senang.
Aku masih belum mengerti apa yang terjadi di sini, benarkah ini Yuki. Aku menampar pipiku dengan kencang, dan aku merasakan sakitnya. Tapi masih belum yakin dan saat aku ingin menampar pipi ku lagi, tangnku di tahan oleh Yuki.
“Apa yang kau lakukan Sada, kenapa kau menampar pipimu sangat keras? Lihatlah itu membekas.” Yuki memegang pipi ku.
Aku langsung menghamburkan tubuh ku kepada Yuki, memeluknya dengan erat. Berharap ini bukanlah mimpi, setidaknya ada seseorang yang aku kenal di sini. Tapi tunggu, di di mana Wana dan Danendra? Aku melepaskan pelukan ku dan menghapus air mataku.
ADVERTISEMENT
“Di mana Wana dan Danendra? Lalu Jeffan apa kau sudah bertemu dengannya?” tanya ku cepat.
“Aku tidak tahu mereka di mana, aku hanya terbangun dari tidurku dan menemukan mu sedang melamun di sini.” Jawab Yuki.
“Baiklah kalau begitu, ayo kita cari mereka.” Ajak ku.
Aku dan Yuki mulai berjalan menelusuri hutan, kami mencoba menghafal jalan yang kemarin kita lewati. Sesekali memanggil nama ketiga teman kita. Aku merasakan lapar dan haus tapi aku hiraukan itu, aku teringat Wana, Danendra, dan Jeffan apakah mereka sudah makan? Apakah mereka kelaparan? Apalagi Jeffan yang sejak hari kedua telah menghilang. Aku melihat ke arah Yuki, dia terlihat kelelahan tapi hanya diam. Yuki adalah orang yang sangat aku andalkan pembawaanya yang tenang membuatku ikut tenang saat bersamanya, di saat ada pertengkaran diantara kita berlima dia adalah orang yang benar-benar santai saat menanggapinya. Tapi dia juga selalu punya cara untuk menghentikan perdebatan itu.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Jeffan yang selalu bertengkar dengan Danendra, Jeffan yang jahil dan Danendra yang selalu emosi saat di ganggu Jeffan. Mereka berdua seperti Tom and Jerry tokoh kartun kucing dan tikus yang tidak pernah akur. Aku juga teringat saat kita berempat berpura-pura bertengkar di depan Wana karena pada saat itu Wana berulang tahun, kita berempat mengerjai Wana dan kita tidak mengira bahwa Wana akan menangis, dia benar-benar menangis. Kita berempat kebingungan dan memilih untuk menyudahi pertengkaran itu, aku menenangkan Wana sambil meminta maaf padanya, hingga Yuki datang membawa kue disertai lilin yang sudah menyala. Disitu Wana Berhenti menangis dan tersenyum begitu lebar, kami berlima menghabiskan malam itu bersama-sama dengan canda tawa. Aku sedikit tersenyum mengingat kejadian itu. Aku ingin kita berlima bisa bersatu kembali.
ADVERTISEMENT
“SADA!YUKI!”
Aku menolehkan kepalaku ke arah suara yang memanggil nama ku dan Yuki. Aku memfokuskan pandanganku, aku melihat seseorang yang ku kenal sedang melambai ke arah ku dan Yuki. Setelah aku mengenali seseorang itu, aku dan Yuki langsung berlari ke arah Danendra, ya orang itu Danendra. Melambaikan tangannya dengan senyuman riang di wajah nya. Kami bertiga berpelukan dengan erat, melepaskan rindu kami, menghilangkan rasa ketakutan kami.
“Akhirnya aku bisa bertemu dengan kalin berdua.” Riang Danendra.
“Aku juga senang bisa bertemu dengan mu Danendra, tapi apakah kamu sendirian? Dimana Wana?” Tanya Yuki.
Senyuman riang itu tiba-tiba saja hilang tergantikan dengan wajah sendu. Danendra menggeleng lemah, aku mengelus punggung Danendra mencoba memberikan kekuatan padanya. Aku melihat sekitarku.
ADVERTISEMENT
Tunggu
Bukankah ini tempat kita berempat beristirahat kemarin. Tempat yang dekat dengan aliran air, tempat dimana kita bersama-sama memakan buah Loa. Dan lihatlah! Benar saja ada pohon Loa disana. Aku bertemu Yuki di tempat pertama kali kita beristirahat, dan kali ini aku bertemu Danendra di tempat kedua kita beristirahat. Apa kemungkinan padang rumput itu jadi tempat pertemuan kita dengan Wana?
“Sepertinya aku tau di mana Wana. Ayo kita kesana!” Ajak ku.
Namun saat akan berjalan lengan ku di tahan oleh Yuki.
“Lebih baik kita beristirahat di sini dulu Sada, langit sudah mulai gelap dan kamu juga pasti lapar kan?” Cegah Yuki.
Aku memang sangat lelah dan perut ku juga terasa lapar, tapi bagaimana dengan Wana? Apakah dia menunggu sendirian disana? Apa dia sudah makan? Apakah dia ketakutan dan sedang menangis sekarang?
ADVERTISEMENT
“Lebih baik kita istirahat di sini Sada.” Kini Danendra membuka suara.
Aku pun mengikuti apa kata Yuki dan Danendra, kami duduk melingkar. Danendra telah mengumpuli buah Loa yang sebelumnya kita makan. Dia mengatakan saat dia terbangun buah itu sudah ada di tanah dan dalam kondisi yang baik. Kami memakan buah itu dengan lahap. Setelah merasa kenyang, kami mulai merasakan kantuk yang begitu berat.
'Tidak, aku tidak boleh tertidur.’
Aku menggelengkan kepalaku dengan kuat berupaya menghilangkan kantuk ini, aku melihat Yuki dan Danendra yang sudah terlelap. Aku tidak ingin tertidur, aku ingin terus terjaga sampai besok pagi. Aku tidak ingin saat terbangun nanti, aku kehilangan teman-teman ku lagi. Tapi bagaimanapun usaha yang ku lakukan untuk menghilang kan kantuk ini, tetap saja aku menutup kedua mata ku dan tertidur.
ADVERTISEMENT
Hari kelima
Aku terperanjat dari tidurku dan langsung melihat ke samping ku. Aku menghela nafas lega karena Yuki dan Danendra masih terlelap di samping ku. Aku mengguncang tubuh Yuki dan dia pun terbangun lalu aku membangunkan Danendra dan ia pun langsung terbangun.
“Kita harus segera pergi dari sini dan mencari keberadaan Wana serta Jeffan.” Ucapku.
Kita pun langsung pergi dari tempat itu dengan membawa buah Loa yang kami masukkan ke dalam kantung celana kami, barangkali Wana dan Jeffan sedang kelaparan. Kami berjalan sedikit cepat ke arah padang rumput, berharap Wana sedang menunggu di sana. Sesampainya di padang rumput kami melihat sekeliling mencari keberadaan Wana dan benar saja, Wana sedang tertidur di bawah pohon. Kami bertiga langsung menghampiri Wana dan mencoba membangunkannya. Wana perlahan membuka matanya, mengerjapkannya sebentar dan setelah matanya terbuka lebar, raut senang tergambar di wajahnya.
“SADA!’ Pekiknya girang.
ADVERTISEMENT
“Apa kau sudah makan, Wana?” tanyaku.
Wana mengangguk, “Aku sudah makan, kemarin beberapa burung membawakanku buah-buahan yang begitu banyak. Mereka menjatuhkan begitu banyak buah ceri dan Arbei. Kalian tahu bukan kala itu buah kesukaanku.”
“Aku tidak tahu mereka berasal darimana, tapi ada begitu banyak burung di sini kemarin. Mereka menemaniku sampai aku tertidur.” Tambahnya lagi.
Aku sedikit lega mendengar penjelasan dari Wana, setidaknya dia tidak kelaparan dan sendirian di sini. Tiba-tiba aku teringat Jeffan, hanya dia yang belum di temukan. Aku mengingat perjalanan, sejak awal kita datang kemari. Apa mungkin jeffan berada di tempat pertama kali dia menghilang.
“Sada, semalam aku bermimpi. Ada yang memberitahuku bahwa kita harus pergi dari sini. Kita bisa mengikuti kupu-kupu burung hantu. Kamu masih ingat bukan, kupu-kupu yang Jeffan tangkap.” Jelas Wana.
ADVERTISEMENT
Aku mengangguk paham, tapi jika kita pergi dari sini bagaimana dngan Jeffan. Tidak mungkin aku meninggalkan Jeffan di sini sendiri. Aku melihat Yuki, dia seperti paham apa yang sedang aku pikirkan sekarang. Disaat kami semua terdiam muncul lah kupu-kupu itu, kupu-kupu burung hantu yang akan memberi tahu jalan keluar dari hutan ini.
Kupu-kupu itu terbang mendahului kami, seolah-olah memberitahu untuk segera pergi dari sini dan mengikutinya. Kami berempat pun mengikuti kupu-kupu itu, berjalan melewati pohon-pohon tinggi dan tidak ada rintangan yang menghalangi perjalanan kita. Kami sedikit berlari, karena kupu-kupu itu terbang begitu cepat. Sampai akhirnya kami keluar dari hutan itu dan kembali ke taman yang pertama kali kami datangi. Taman itu masih sama dan ransel kami pun masih ada di bawah pohon itu..Kami berjalan ke arah pohon untuk mengambil ransel kami, Saat kami sudah mengambil tas masing-masing, aku kebingungan mencari tas milik Jeffan.
ADVERTISEMENT
“Apa yang kau cari Sada?” tanya Wana padaku.
“Tas milik Jeffan tidak ada, apakah dia sudah kembali?” Heran ku.
“Jeffan? Siapa itu Jeffan?” Tanya Yuki dengan raut kebingungan, tidak hanya Yuki tapi Wana dan Danendra pun sama raut bingung tergambar di wajah mereka.
Aku membalikkan tubuh ku melihat ke arah hutan perbatasan, berbagai jenis kupu-kupu berkumpul menjadi satu. Aku memfokuskan penglihatanku pada kumpulan kupu-kupu itu, dan aku merasa kupu-kupu itu menyerupai Jeffan yang tersenyum manis kepada ku sambil melambaikan tangannya.