Konten dari Pengguna

Definisi "Rumah" Bagi Anak Pertama

Cicih Kurniasih
Seorang mahasiswa Universitas Pamulang prodi Sastra Indoneisa yang menyukai dunia sastra terutama menulis.
20 Juni 2023 6:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cicih Kurniasih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok : Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dok : Pribadi
ADVERTISEMENT
Pada umumnya rumah dijadikan sebagai tempat berlindung dari panasnya matahari, terpaan angin, dan derasnya hujan. Namun definisi rumah bagi setiap orang itu berbeda, terutama bagi anak pertama.
ADVERTISEMENT
Apa salahnya menjadi anak pertama?
Tidak ada yang salah menjadi anak pertama, dia menjadi harapan pertama pada saat ia lahir di dunia. Tangisannya mampu membuat orang di sekitar nya menangis senang, dilahirkan dari seorang wanita yang dimana ia pun lahir kembali menjadi seorang ibu. Begitu menyakitkan baginya, karena itu pengalaman pertama bagi dirinya.
Anak pertama dibimbing oleh kedua orang tuanya yang pertama kali juga membimbing seorang anak. Mereka yang kebingungan menggendong, menenangkannya saat menangis, melakukan berbagai cara agar anaknya bisa tumbuh dengan baik. Namun, semua itu berubah seiring berjalannya waktu.
Kehadiran anggota keluarga baru, yang kita sebut sebagai adik. Dengan jarak usia yang begitu jauh, anak pertama dituntuk untuk menjadi sosok kakak yang baik. Pada awalnya, mungkin rumah yang ditinggalinya merupakan pelindung bagi anak pertama, nyatanya tidak. Rumah yang dulu di artikan sebagai tempat berpulang saat lelah, kini menjadi tempat dengan penuh sesak dan tuntutan.
ADVERTISEMENT
Kedua orang tua nya memang tidak mengerti apapun, karena mereka juga tidak menyelesaikan pendidikan sekolah dasar mereka. Wajar jika mereka tidak terlalu menuntut, tetapi anak pertama mampu memahami apa yang sebenarnya mereka inginkan untuk masa depan anaknya. Hidup berkecukupan namun juga kekurangan, ayah yang hanya seorang buruh tani dan ibu yang hanya menjadi ibu rumah tangga. Adik yang mulai memasuki bangku sekolah menengah, dan anak pertama yang sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.
Anak pertama yang segalanya ia lakukan sendiri, mengurus data diri, mendaftar ke Perguruan tinggi, mencari pekerjaan, dan hal lainnya yang harus ia lakukan sendiri. Tanpa panduan orang lain, tanpa bantuan atau bimbingan orang lain, hanya dengan mencari informasi sendiri dan pergi pun ia sendiri. Persis seperti julukannya "Anak Pertama", apapun ia lakukan untuk pertama kalinya dan sendiri. Lalu kemana ia berkeluh kesah disaat ia lakukan semuanya sendiri? Kemana ia harus mengatakan bahwa ia lelah? Kenapa ia harus sendirian di kamar dipenuhi dengan tangisan? Kenapa tidak ada yang bertanya bagaimana keadaanya?
ADVERTISEMENT
Sebenarnya ayah dan ibu selalu menanyakan keadaanya, bertanya apakah anaknya sudah makan, apakah kamu ada kelas hari ini? Atau sekedar bertanya apakah uang bekal nya habis?
Tapi anak pertama selalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, mengatakan bahwa dirinya sudah makan walau sebenarnya belum, mengatakan tabungan nya masih tersedia, namun ia sendiri tercekik dengan kemelaratan di tempat rantauan. Dia berpikir jika dia mengatakan dengan jujur, ia khawatir ayah ibunya akan pusing dengan beban yang ia berikan.
Kepalanya begitu penuh, memikirkan masa ini, esok, dan masa depannya. Anak pertama yang dituntut menjadi pengubah rantai kehidupan keluarganya yang sulit. Menjadi garda terdepan sebelum adiknya menghadapi segala hiruk-pikuk kehidupan. Dia rela mengorbankan hidupnya, dia rela meninggalkan masa mudanya demi kebahagian keluarganya.
ADVERTISEMENT
Lalu jika di rumah sendiri ia tidak menjadi diri sendiri, kemana anak pertama harus pulang dan menjadikan rumah sebagai tempat ternyaman untuk berkeluh kesah?