Konten dari Pengguna

Mengenal Lebih Dekat Kisah Perjuangan Dewi Sartika Mengangkat Derajat Wanita

Muhammad Kuzal Hizar
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang
5 April 2022 15:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Kuzal Hizar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Dewi Sartika. Sumber : Sendiri
zoom-in-whitePerbesar
Foto Dewi Sartika. Sumber : Sendiri
ADVERTISEMENT
Hi guys! Gue mau kasih tau kalau perjuangan pendidikan untuk perempuan Indonesia tidak hanya RA.Kartini, ada juga nama Raden Dewi Sartika, lho. Gue mau bahas sosok beliau nih. Dewi Sartika memiliki misi mulia dalam merintis pendidikan bagi perempuan, khususnya di tanah sunda. beliau juga merupakan salah satu pahlawan nasional yang dikukuhkan pada 1 Desember 1966 melalui keppres No. 252 Tahun 1966.
ADVERTISEMENT
Dewi Sartika merupakan wanita yang berasal dari cicalengka, Bandung. Menurut survey harian kompas ( 03/12/2010), Dewi Sartika adalah pahlawan terpopuler di Jawa Barat. Seperti yang tadi gue sebutkan, ia menjadi tokoh panutan dalam ranah pendidikan bagi kaum perempuan Jawa Barat. Di Bandung, beliau mendirikan sekolah bernama sakola Istri, lalu berkembang dan berubah nama menjadi sakola kautamaan Istri. Istimewanya. Sekolahan ini dikhususkan bagi kaum perempuan saja.
Tentang Raden Dewi Sartika
Dewi Sartika lahir pada tanggal 4 Desember 1884 di cicalengka, Bandung. Beliau lahir sebagai anak kedua dalam keluarga Sunda ternama dari pasangan itu memiliki lima orang anak, yaitu Raden Somamur, Dewi Sartika, Raden Sripamerat, Raden Entis, dan Raden Yunus.
Raden Somanagara merupakan putra dari Raden Demang Suripraja, seorang Hoof Djaksa ( Jaksa kepala ) di Bandung. Pada tahun 1891, Raden Somanagara dilantik menjadi patih di Bndung. Lalu, ibunya juga merupakan keturunan Sunda yang terpandang. Raden Rajapermas merupakan putri dari R.A. Adipati Wiranatakusumah IV seorang Bupati Bandung ( 1846-1874 ).
ADVERTISEMENT
Sebagai anak yang lahir dari keluarga priayi, Dewi Sartika memiliki privilege untuk mendapatkan pendidikan formal. Beliau mengenyam pendidikan di sekolah kelas satu untuk penduduk non-eropa, yakni Eerste Klasse School (EKS). Sekolah ini kelak menjadi Hollandsch Inlandsche School (HIS).
Namum, Dewi tidak sempat menyelesaikan pendididkan lantaran ayahnya diasingkan ke Ternate pada Tahun 189 hingga ayahnya wafat di sana. Harta bendanya pun turut di sita. Hal ini dipicu oleh tuduhan teerhadap ayahnya yang terlibat dalam sabotase acara pacuan kuda di Tegellega, Bandung, untuk mencelakai R.A.A Martanegara selaku bupati yang baru.setelah itu, kehidupan Dewi Sartika harus tergantung pada pamanya, Raden Demang Suria Karta Hadiningrat (kakak kandung ibunya).
Dewi Sartika berlarut-larut dalam hal tersebut, beliau menunjukan bakat dan kegigihan nya untuk terus berkembang. Di belakang gedung kepatihan, saat bermain dengan teman-temannya, dewi sering berperan layaknya guru di sekolah dengan mengajari baca-tulis dan bahasa Belanda kepada anak-anak pelayan di kepatihan. Berbagai barang yang ia temukan seperti arang dan pecahan genting dibuatnya menjadi alat bantu ajar.
ADVERTISEMENT
Perlu diingat jika saat itu Dewi Sartika juga masih beelia, umurnya sekitar sepluuh tahun. Namun, ia sudah menunjukkan minatnya di bidang pendidikan dengan memerankan perilaku seorang guru. Dewi juga membuat masyarakat gempar kerana membuat anak-anak seusianya memiliki kemampuan baca-tulis dan beberapa kosakata dalam bahasa Belanda. Lebih-lebih karena sosok yang mengajari mereka adalah seorang anak perempaun.
Pemikiran Dewi Sartika
cita-cita Dewi Sartika dapat dilihat dari karanganya yang berjudul De Inland sche Vrouw (Wanita Bumiputera). Di situ, beliau mengemukakan bahwa pendidikan sengat pendidikan sangat penting. Pendidikan kejuruan sama pentingnya untuk dikuasai oleh perempuan.
Saat Dewi Sartika remaja, beliau memperhatikan kedudukan perempuan dalam masyarakat Sunda. Menurutnya, kedudukan perempaun telah mengalami kemunduran. Kala itu, perempuan Sunda dianggap lebih lemah, dikekang dengan perkawinan paksa, dan sebagainya. Bahkan, mereka hanya menjadi lambing status seeorang laki-laki setelah menikah. Pada masa itu, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kedudukan perempuan dalaam masyarakat Sunda mengalami kemunduran.
ADVERTISEMENT
Mendirikan Sekolah
Pada zaman itu, keberadaan sekolah tidak banyak seperti sekarang. Bahkan, masyarakat dari golongan biasa kesulitan untuk mendapatkan akses ke pendidikan. Hanya anak-anak dari golongan priayi atau mereka yang mapan yang dapat bersekolah. Kemudian, Dewi Sartika meluluhlantakkan batasan tersebut deengan meembuka aksess pendidikan untuk semua golongan, terutama bagi perempuan agar tercipta kesetaraan pendidikan antara laki-laki dan perempuan, serta antara (perempuan) golongan priayi dan (perempuan) golongan biasa.
ADVERTISEMENT
Sakola Istri
Pada 16 Januari 1904, keinginan dan perjuangan Dewi Sartika terwujud di usianya yang masih sangat muda seekitar 19 atau 20 tahun. Beliau mendirikan sebuah sekolah Sakola Istri dengan bantuan dari C. Den Hammer dan R.A.A.Martanegra. sekolah tersebut bertempat di ruang Paseban kabupaten, disudut sebelah Barat Pendopo Bupati Bndung (sekarang taman pendopo Alun-Alun Bandung). Awalnya sekolah itu hanya memiliki dua puluh orang murid. Disekolah ini, murid-murid di ajarakan berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam, serta pelajaran agama.
Sakola Kautamaan Istri
Pada tahun 1905, saloka Istri pindah ke Jalan Ciguriang dan sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat belajar. Jumlah pengajar pun ditambah untuk mengimbangi jumlah muridnya. Pada tahun 1909, bagunan sekolah diperluas dengan menghadap kea rah Jalan Kebon Cau (Kini menjadi Jalan Kautamaan Istri). Lalu, pada tahun 1910, sakola Istri berganti nama menjadi Sakola Dewi Sartika dan berganti kembali menjadi Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1914. Sekolah ini memiliki tujuan fundamental yang sama, tetapi terdapat penambahan materi atau pelajaran yang diajarkan. Pemanbahan atau penyempurnaan rencana belajar dimaksudkan agar kelak para wanita yang lulus dari sekolah ini dapat “hidup”.
ADVERTISEMENT
Dewi Sartika sangat berusaha untuk memberikan pendidikan yang berkualitas. Salah satu cara meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan mendapatkan guru-guru yang kompeten dibidangnya. Beliau sampai memanggil Zuster Van Arkel, seorang tenaga ahli dari Rumah Sakit Immanuel, untuk mengajarkan PPPK dan merawat bayi. Kesuksesan sekolah ini memberikan inspirasi untuk membuat sekolah yang sama di berbagai daerah di Jawa Barat. Selain di Bandung, Saloka Kautamaan Istri dapat ditemui di Tasikmalaya, Sumedang, Cianjur, Ciamis, Cicurug. Kuningan, Sukabumi, hingga menyebrang pulau diPadang Panjang.
Penghargaan & Akhir Hayat
Pada tahun 1942, saat masa penjajahan Jepang, sekolah Dewi Sartika dibubarkan oleh Jepang dan diganti namanya menjadi Sekolah Gadis. Pada tahun 1946, saat peristiwa Bandung Lautan Api, gedung sekolah itu pun ikut terbakar. Dewi Sartika beserta keluarganya pun meninggalkan Bandung untuk mengungsi ke ciparay, di sebelah tenggara Bandung. Beliau juga sempat berpindah ke Garut, lalu berpindah lagi ke Cineam, daerah pegunungan di selatan Tasikmalaya. Sementara itu, kodisi kesehatan Dewi Sartika semakin lemah. Dewi menderita sakit keras sampai akhir hayatnya. Dewi Sartika meninggal dunia pada hari Kamis, 11 September 1947. Beliau dimakamkan di Pemakaman Umum Desa Cineam. Kemudian, jasadnya dipindahkan ke makam para Bupati Bandung di Kepatihan pada tahun 1951.
ADVERTISEMENT
Dewi Sartika mendapatkan beberapa penghargaan, slah satunya beliau mendapatkan medali emas kehormatan Orde van Oranje-Nassau dari pemerintah Hindia Belanda pada 199 atas tulisannya dlam De Inlandsche Vrouw. Tentunya penghargaan tersebut tidak diberikan kepada sembarang orang. Pemerintah Indonesia juga mengakui jasa-jasanya dengan menberikan gelar pahlawan nasioanal pada 1 Desember 1966.