Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Antara INDUSTRI 4.0 dan TRANSPORTASI 5.0
25 April 2018 11:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari L Tri WiJaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan kali ini, sebagai seorang professional saya tidak akan membahas terkait isu yang lagi trend di media masa nasional dan social media saat ini tentang “puisi”. Apalagi membuat “puisi” tandingan pun tidak kepikiran sama sekali.
ADVERTISEMENT
Akan lebih bijak mungkin kita membahas isu nasional yang lebih produktif beberapa waktu lalu yaitu terkait agenda Industry 4.0 yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian sebagai lembaga yang mewadahi rencana strategis nasional tersebut.
Namun sebelum terlalu jauh kesana, mari coba kita telaah dahulu apa dan bagaimana sebenarnya konsep Industri 4.0 dapat muncul saat ini. Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, Internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. Istilah "Industri 4.0" berasal dari sebuah proyek dalam strategi teknologi canggih pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik. Ada empat prinsip rancangan dalam Industri 4.0. Prinsip-prinsip ini membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengimplementasikan skenario-skenario Industri 4.0, antara lain Interoperabilitas (kesesuaian), Transparansi informasi, Bantuan teknis, dan Keputusan mandiri.
ADVERTISEMENT
Demam Industry 4.0 di Indonesia
Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu telah meresmikan roadmap strategi Indonesia menghadapi era revolusi Industru 4.0 tersebut. Beberapa negara-negara maju masih awal mengembangkan industri 4.0 ini seperti Jerman baru 3 tahun, Amerika baru mulai. ASEAN baru Thailand, Singapura, dan Malaysia yang menyiapkan, sehingga dengan Indonesia punya roadmap diharapkan dapat mengejar ketertinggalan tersebut.
Mengutip laporan lembaga riset McKinsey pada 2015, dampak revolusi industri 4.0 akan tiga ribu kali lebih dahsyat dari revolusi industri pertama di abad ke-19. Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan roadmap Making Indonesia 4.0 disusun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintah, asosiasi industri, pelaku usaha, penyedia teknologi, maupun lembaga riset dan pendidikan. Keterlibatan banyak pihak ini diharapkan dapat memuluskan jalannya implementasi industri 4.0 di Indonesia yang sudah dirancang sejak dua tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Dalam Making Indonesia 4.0, terdapat 10 inisiatif nasional yang bersifat lintas sektoral untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur. Airlangga mengatakan di dalamnya terdapat perbaikan alur distribusi barang dan material, membangun peta jalan zona industri komprehensif dan lintas industri, mengakomodasi standar berkelanjutan, serta memberdayakan industri kecil dan menengah.
Pemerintah juga merancang strategi pembangunan infrastruktur digital nasional, menarik minat investasi asing, peningkatan sumber daya manusia, dan pembangunan ekosistem inovasi. Selain itu ada rancangan insentif untuk investasi teknologi dan harmonisasi aturan.
Industri 4.0 di Indonesia akan dimulai dengan pengembangan lima sektor manufaktur yaitu industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan industri elektronik. Airlangga menuturkan sektor tersebut dipilih setelah melalui evaluasi dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup ukuran PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar
ADVERTISEMENT
The Hidden Effects
Tentunya sebagai warga negara yang baik, kita harus optimis dan berkhusnudzon dengan konsep roadmap Industri 4.0 yang akan dijalankan pemerintah tersebut. Betapa nantinya Indonesia bisa lebih baik dan bersaing dengan negara – negara maju lainnya.
Namun, tentunya disisi lain kita perlu memikirkan pula effects yang secara tak langsung akan muncul ditengah – tengah masyarakat kita ketika implementasi dari roadmap ini benar – benar dijalankan sehari – hari diruang kehidupan social mereka yang mostly masih bersifat “konvensional”.
Ya, kenapa saya katakan demikian ? Karena perlu ditinjau dari beberapa aspek khususnya demografis dan psikologis. Jika berbicara aspek demografis, maka perlu diingat bahwa Indonesia itu tidak hanya wilayah Jawa saja ( yang notabene jumlah penduduk, dan sarana prasarana lebih baik dari wilayah timur Indonesia). Pun dari aspek psikologis, seperti yang dikatakan dalam hasil riset McKinsey bahwa dampak perubahan ini akan lebih besar ribuan kali dari revolusi industry sebelumnya. Apakah masyarakat Indonesia sudah siap dengan segala sesuatu yang serba automatic ? Bagaimana pola pikir dan sikap masyarakat jika dihadapkan dengan masalah “maintenance” dari canggihnya teknologi yang dinikmati nanti ?
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh saja, yang saat ini lagi ramai pula diributkan dan masih belum menemukan titik temu antar stakeholdersnya adalah masalah aplikasi transportasi online ( sejenis Go-Jek dan lainnya). Bagaimana “heboh”nya mereka penyedia jasa transportasi local yang masih menggunakan system konvensional ketika dihadapkan dengan persaingan bisnis transportasi yang sudah serba online.
Bayangkan jika suatu saat ini, beberapa sector bisnis yang masih bertahan dengan system konvensional/ tradisionalnya harus bersaing dengan bisnis tetangga sebelah yang sudah serba online.
Untuk itu tugas berat pemerintah dengan pemangku kepentingan terkait untuk mendesain dengan komprehensif dan detail dampak kedepan ketika era Industri 4.0 ini telah berjalan ditengah – tengah masyarakat Indonesia. Pentingnya Grand Design lintas sectoral untuk dapat mengurangi dampak negative dari ego sectoral tersebut nantinya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan era Transportasi 5.0 ?
Dengan tidak meninggalkan semangat Industri 4.0, yaitu proses integrasi seluruh resource data dengan bantuan akses internet. Konsep Transportasi 5.0 akan sedikit lebih berbeda karena focus di bidang transportasi dan lebih maju secara aplikasi operasional sistemnya.
Konsep Transportasi 5.0 ini pertama kali diperkenalkan oleh IEEE Intelligent Transportation System Society. Jika ditelaah secara teknis, dengan pertimbangan eksplisit dan mendasar untuk aspek sosial dan manusia yang terhubung dan real-time ke dalam sistem transportasi cerdas, IEEE-ITS Society tersebut percaya dapat melompat dari transportasi komputasi ke Transportasi 5.0, yang didasarkan pada Cyber-Physical-Social Systems (CPSS), satu langkah di luar Cyber -Physical Systems (CPS). Lebih khusus lagi, Transportasi 5.0 termasuk sistem transportasi yang ditetapkan perangkat lunak, O2O (online untuk offline dan sebaliknya) eksperimen transportasi komputasi, dan transportasi paralel dengan otomatisasi pengetahuan untuk kontrol loop tertutup dan manajemen dengan umpan balik masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Mungkin sedikit berat jika kita memaksakan untuk membahasnya lebih jauh, apalagi terkait implementasinya secara teknis dan real di wilayah Indonesia nantinya.
Namun, paling tidak kita bisa memahami dan memperkirakan kedepan sudah siapkah Indonesia ?
-------
L. Tri Wijaya N. Kusuma, saat ini sebagai Ph.D Student di Institute of Industrial Management, NCU Taiwan. Ketua PPI Taiwan 2017/2018. Dosen tetap di Univ. Brawijaya. Founder of e-Marine Highway. Aktif sebagai peneliti di IEEE Intelligent Transportation System Society. Penulis beberapa buku dan telah terbit di UB Press dan Gramedia. Reviewer pada Journal of System & Management Industry (JSMI).