Konten dari Pengguna

Netralitas ASN dalam Menjaga Profesionalisme di Tengah Godaan Kekuasaan

L Ya Esty Pratiwi
AKADEMISI Dosen Fakultas Hukum UMSurabaya Mediator Indonesia Praktisi Hukum
30 Agustus 2024 14:47 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari L Ya Esty Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber gambar : shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber gambar : shutterstock.com
sumber ilustrasi gambar : isotockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber ilustrasi gambar : isotockphoto.com
ADVERTISEMENT
Pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan momen penting dalam demokrasi lokal di Indonesia. Di tengah geliat politik ini, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi sorotan utama. Peran ASN yang vital dalam penyelenggaraan pemerintahan membuat mereka rentan terhadap godaan untuk berpihak pada kandidat tertentu. Menjaga netralitas ASN dalam pilkada tidak hanya penting untuk memastikan proses yang adil, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik terhadap integritas pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah perjalanan politik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil (PNS) selalu menjadi sasaran empuk bagi para politisi untuk mendapatkan dukungan suara. Pada masa pemerintahan Orde Baru, PNS dilarang mendukung partai politik. Namun, mereka diwajibkan memberikan suara mereka kepada Golkar melalui KORPRI. Hal ini menunjukkan bahwa netralitas PNS pada masa itu masih belum sepenuhnya terwujud.
Setelah Orde Baru runtuh melalui gerakan reformasi pada tahun 1998, terjadi perubahan signifikan dalam upaya menjaga netralitas PNS. Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan UU No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam pasal 3 ayat (3) undang-undang tersebut, ditegaskan bahwa untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri Sipil, mereka dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Ini merupakan langkah penting dalam upaya mewujudkan birokrasi yang netral dan profesional.
ADVERTISEMENT
Regulasi terkini tentang netralitas ASN
Saat ini, regulasi terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) telah semakin diperkuat. Salah satu langkah penting adalah ditetapkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan pada September 2022 2. SKB ini mengatur peran lima instansi pemerintah yang tergabung dalam Satgas Netralitas untuk mengawasi dan menjaga netralitas ASN.
Dalam konteks Pemilu dan Pemilihan serentak 2024, pelanggaran netralitas ASN masih menjadi perhatian utama. Hingga 31 Januari 2024, tercatat 47 laporan pelanggaran netralitas ASN, yang terdiri dari 42 laporan pelanggaran disiplin dan 5 laporan pelanggaran kode etik. Jenis pelanggaran yang dilaporkan meliputi pemberian dukungan kepada pasangan calon tertentu, menjadi anggota atau pengurus partai politik, dan ikut serta dalam kampanye.
ADVERTISEMENT
Untuk menindaklanjuti pelanggaran netralitas ASN, telah ditetapkan sanksi yang tegas. Pelanggaran disiplin dapat mengakibatkan hukuman berupa pemotongan Tunjangan Kinerja (Tukin) hingga pemberhentian tidak dengan hormat, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah 49 Tahun 2018. Sementara itu, pelanggaran kode etik dapat dikenakan sanksi moral sesuai Peraturan Pemerintah 42 Tahun 2004.
Upaya untuk menjaga netralitas ASN terus dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran netralitas ASN melalui berbagai kanal informasi dan pengaduan pemerintah, seperti media sosial dan lapor. Laporan-laporan ini kemudian diproses oleh Satgas Netralitas melalui Sistem Berbagi Terintegrasi (SBT) untuk ditindaklanjuti.
Bentuk-bentuk Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada
Pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) masih menjadi masalah serius yang perlu diatasi. Berbagai bentuk pelanggaran telah teridentifikasi, mulai dari yang terselubung hingga yang terang-terangan. Berikut ini adalah beberapa bentuk pelanggaran netralitas ASN yang sering terjadi selama proses Pilkada.
ADVERTISEMENT
Kampanye terselubung merupakan salah satu bentuk pelanggaran netralitas ASN yang paling sering terjadi. Beberapa modus yang digunakan antara lain:
1) Memanfaatkan anggaran pemerintah daerah untuk memasang baliho dengan kata-kata yang mendukung kepemimpinan kepala daerah tertentu.
2) Menggunakan program pemerintah, seperti program Keluarga Berencana (KB), untuk kampanye terselubung. Misalnya, calon dengan nomor urut 2 sering menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan angka 2.
3) Memasang advertorial profil daerah dengan foto calon kepala daerah menggunakan anggaran pemerintah daerah.
4) Melakukan kampanye melalui media sosial, yang dikenal dengan istilah "teks books".
Penyalahgunaan fasilitas negara juga menjadi bentuk pelanggaran netralitas ASN yang sering terjadi. Beberapa contoh penyalahgunaan fasilitas negara antara lain:
1) Menggunakan kendaraan dinas di luar jam kantor dan untuk keperluan pribadi, seperti rekreasi atau pulang kampung.
ADVERTISEMENT
2) Menggunakan alat tulis kantor dan perlengkapan lainnya untuk keperluan pribadi atau dibawa pulang.
3) Menyalahgunakan anggaran perjalanan dinas untuk kepentingan pribadi.
Intimidasi dan mobilisasi pegawai
Bentuk pelanggaran netralitas ASN yang paling serius adalah intimidasi dan mobilisasi pegawai. Beberapa contoh tindakan ini meliputi:
1) Mengumpulkan kepala dinas atau staf dalam rapat koordinasi atau rapat pimpinan untuk melakukan kampanye dan memberikan pesan-pesan khusus.
2) Melakukan intimidasi dalam pelaksanaan Pilkada dengan ikut campur tangan dalam proses pemilihan.
3) Memobilisasi ASN untuk mendukung calon tertentu dengan memanfaatkan hubungan kekerabatan atau kesukuan.
4) Menggunakan Pilkada sebagai ajang tukar guling untuk mencari promosi jabatan.
Pelanggaran-pelanggaran ini tidak hanya mencederai prinsip netralitas ASN, tetapi juga dapat merusak integritas proses demokrasi lokal. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat dan penegakan aturan yang tegas diperlukan untuk menjaga netralitas ASN dalam Pilkada.
ADVERTISEMENT
Peran Lembaga Pengawas dalam Menjaga Netralitas ASN
Dalam upaya menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selama proses pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, beberapa lembaga pengawas memiliki peran krusial. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) merupakan dua lembaga utama yang bertanggung jawab dalam mengawasi dan menegakkan prinsip netralitas ASN.
Bawaslu memiliki fungsi penting dalam mengawasi netralitas ASN selama proses pemilu. Lembaga ini mengedepankan langkah pencegahan sebagai strategi utama. Namun, jika pelanggaran tetap terjadi, Bawaslu akan melakukan penindakan yang terintegrasi, sinergis, dan efektif.
Dalam upaya pencegahan, Bawaslu melakukan pemetaan potensi pelanggaran netralitas dan merancang strategi pengawasan yang efektif. Salah satu langkah konkret adalah penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP). Selain itu, Bawaslu juga membentuk Gugus Tugas Pengawasan Netralitas ASN yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait.
ADVERTISEMENT
KASN memiliki kewenangan yang luas dalam mengawasi dan menjaga netralitas ASN. Lembaga ini berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN, serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN di instansi pemerintah. Tugas utama KASN meliputi menjaga netralitas pegawai ASN, mengawasi pembinaan profesi ASN, dan melaporkan hasil pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen ASN kepada presiden. KASN juga berwenang untuk mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), mulai dari pembentukan panitia seleksi hingga pelantikan pejabat.
Untuk memastikan efektivitas pengawasan netralitas ASN, koordinasi antar lembaga menjadi sangat penting. Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh beberapa kementerian dan lembaga terkait, termasuk Bawaslu dan KASN, tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.
ADVERTISEMENT
Koordinasi ini juga melibatkan instansi lain seperti TNI dan Polri. Bawaslu menekankan pentingnya kesamaan pemahaman dalam penanganan dugaan pelanggaran netralitas untuk menghindari benturan wewenang antar instansi. Dengan adanya koordinasi yang baik, diharapkan mekanisme penegakan hukum terhadap pelanggaran netralitas ASN dalam pemilu dapat menjadi lebih efektif dan sesuai dengan politik hukum yang berlaku.
Sehingga menjaga netralitas ASN dalam Pilkada merupakan tantangan yang kompleks namun penting untuk menjamin integritas proses demokrasi lokal. Upaya untuk memastikan profesionalisme ASN di tengah godaan kekuasaan membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pengawas, dan masyarakat. Penguatan regulasi dan penegakan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran netralitas ASN adalah langkah penting untuk menciptakan birokrasi yang bersih dan profesional.
ADVERTISEMENT
selanjutnya, perlu ada peningkatan kesadaran di kalangan ASN tentang pentingnya menjaga netralitas dalam Pilkada. Pendidikan dan pelatihan tentang etika dan integritas ASN perlu terus digalakkan. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan dugaan pelanggaran netralitas ASN juga penting untuk mendukung upaya mewujudkan Pilkada yang adil dan demokratis. Dan diharapkan netralitas ASN dapat terjaga, sehingga menciptakan iklim politik yang sehat dan memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintahan.