news-card-video
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Tujuh Macam Kekeliruan Berpikir yang Kerap Terjadi

Labib
Mahasiswa Bahasa Mandarin UNJ
6 Maret 2025 10:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Labib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin kalian pernah menemui pernyataan semacam ini "Orang yang make foto profil anime ga valid argumennya!” Tahukah kalian bahwa pernyataan tersebut merupakan suatu kekeliruan berpikir. Kekeliruan berpikir semacam itu mungkin sering kita jumpai sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Kekeliruan berpikir adalah kesalahan dalam berlogika dan berargumen. Suatu kekeliruan berpikir umumnya disebabkan oleh ketidaktahuan konteks dalam berargumen pada suatu persoalan maupun kekeliruan relevansi antar premis. Berikut adalah 7 macam kesalahan berpikir yang mungkin kerap terjadi pada kita.
Photo by Timur Weber: https://www.pexels.com/photo/a-couple-talking-while-arguing-8560383/
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Timur Weber: https://www.pexels.com/photo/a-couple-talking-while-arguing-8560383/
1. Argumentum Ad Hominem
Agumentum Ad Hominem adalah kekeliruan berpikir yang sering dilakukan dengan menyerang pribadi lawannya alih-alih membantah/mendebat argument lawan. Sebagai contoh, kalimat penyataan di awal “Orang yang make foto profil anime ga valid argumennya!” Alih-alih membantah argument lawan orang tersebut menyerang pribadi si lawan karena menggunakan foto profil anime, padahal tidak ada kaitannya antara kebenaran dengan penggunaan foto profil.
2. False Dichotomy
False dichotomy atau False dilemma, kekeliruan ini dapat terjadi karena adanya anggapan bahwa ada dua kemungkinan yang terjadi, kalau tidak A maka B. Sebagai contoh: ketika temanmu menawarkanmu sate dan kamu menolaknya, lalu ia mengambil kesimpulan kalau kamu seorang vegan. Padahal masih ada kemungkinan-kemungkinan lain, entah kamu sedang kenyang, sedang tidak selera, sedang puasa, dll.
ADVERTISEMENT
3. Slippery Slope
Slippery Slope adalah kekeliruan berlogika dengan beranggapan bahwa suatu hal dapat mengakibatkan efek domino yang ekstrim. Ini menjadi keliru karena kita mengasumsikan konsekuensi-konsekuensi yang terjadi tanpa adanya bukti. Sebagai contoh: Kamu sedang diet dan kamu ingin mengonsumsi makanan manis, lalu kamu berpikir “Kalau aku makan makanan manis nanti makin kepengen, terus ga bisa berhenti makan lalu obesitas dan seluruh hidupku akan hancur.”
4. Strawman
Strawman, jenis kekeliruan ini adalah memelintir pernyataan lawan untuk menyerang argument lawan. Sebagai contoh, kita mengatakan “kita perlu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk mengurangi polusi udara” dan lawan menanggapi seperti ini “Jadi maksud kamu kita tidak boleh menggunakan kendaraan pribadi? Gimana kalau ada keperluan penting?” Padahal poin yang ingin kita sampaikan adalah mengurangi penggunaan kendaraan pribadi bukan melarangnya.
Photo by Keira Burton from Pexels: https://www.pexels.com/photo/unrecognizable-multiracial-students-disputing-with-partner-on-street-6147443/
5. False Cause
ADVERTISEMENT
False Cause, model jenis ini akibat keliru dalam menyimpulkan penyebab suatu hal (menghubungkan dua peristiwa yang tidak ada hubungan sebab-akibatnya secara jelas). Kekeliruan model ini bisa disebabkan karena menyederhanakan penyebab suatu permasalahan, salah melihat korelasi masalah atau juga membalikkan sebab-akibat. Ada 3 macam kekeliruan false cause:
a) Post Hoc Ergo Propter Hoc, kekeliruan ini terjadi ketika kita menganggap bahwa peristiwa A terjadi terlebih dahulu sebelum peristiwa B. Maka A menjadi penyebab peristiwa B, padahal keduanya belum tentu berkaitan. Sebagai contoh: Seorang pedagang meminum air dari sumur yang dikeramatkan lalu keesokannya mendapati usahanya lebih laris dari sebelumnya dan ia yakin bahwa itu disebabkan oleh air keramat tersebut. Padahal ga ada hubungan jelas antara minum air keramat dengan usaha laris.
ADVERTISEMENT
b) Cum Hoc Ergo Propter Hoc, kalau kekeliruan ini terjadi ketika kita menggangap dua peristiwa yang terjadi bersamaan maka menjadi sebab dari peristiwa lain. Sebagai contoh: Ketika saya hendak bercocok tanam saat itu turun hujan, maka hujan turun karena saya ingin bercocok tanam.
Kedua model di atas mengabaikan kemungkinan lain bahwa hal tersebut terjadi secara kebetulan.
c) Non Causa Pro Causa, kekeliruan ini juga terjadi ketika kita salah menganggap suatu hal sebagai sebab sebenarnya suatu peristiwa (padahal bukan). Untuk model ini ada 2 macam lagi:
1) Kekeliruan Penyebab Tunggal, kekeliruan ini menganggap bahwa suatu peristiwa mempunyai sebab tunggal sedangkan peristiwa tersebut memiliki lebih dari satu sebab. Sebagai contoh: kita menganggap bahwa ketertinggalan pendidikan di suatu wilayah disebabkan oleh kurikulum yang sudah tidak relevan. Padahal penyebabnya bisa lebih dari itu seperti: terbatasnya akses terhadap fasilitas pendidikan—kesehatan, kesenjangan sosial, ketersediaan dan kualitas sarana & prasarana, lingkungan eksternal peserta didik, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
2) Kesalahan sebab-akibat terbalik, kesalahan ini terjadi saat kita salah dalam melihat sebab, kita menganggap B adalah sebab dari A yang padahal A adalah sebab dari B. Sebagai contoh: Setiap kali ke sekolah aku melihat orang lain memakai jas hujan setiap kali hujan, maka jas hujanlah yang menyebabkan hujan. Contoh tersebut salah menunjukkan penyebab suatu peristiwa bahwa jas hujan menyebabkan hujan padahal karena hujan orang lain memakai jas hujan.
Photo by Jeremy Bishop: https://www.pexels.com/photo/burning-newspaper-3464799/
6. Anecdotal
Anecdotal, kekeliruan ini terjadi saat kita berargumen dengan menunjukkan pengalaman pribadi alih-alih menggunakan data yang valid. Sebagai contoh: Kita membantah argumen lawan mengenai "rokok itu tidak menyehatkan" dengan membawa cerita "saya udah ngerokok 10 tahun masih sehat-sehat aja."
7. Red Herring
ADVERTISEMENT
Kekeliruan red herring merupakan kekeliruan berlogika dengan mengalihkan topik pembahasan. Pembantah tidak menyangkal argumen lawan namun mengalihkam topik pembicaraan, biasanya bertujuan untuk mengacaukan fokus pembahasan/fokus lawan maupun pendengar, menghindari saat terpojok, ataupun menghindari pertanyaan sulit.
Sebagai contoh: Saya mengerti bahwa kita membahas evaluasi pengajaran kepada peserta didik, namun yang tak boleh kita lupakan bahwa guru juga perlu mendapatkan perhatian kesejahteraan. Topik pembahasannya adalah evaluasi pengajaran peserta didik, tapi kita mengalihkan pada kesejahteraan guru.
Nah. Itulah beberapa model kesalahan berlogika yang umum kita temui. Dengan memahami model-model di atas diharapkan kita mampu menantisipasi kekeliruan berlogika.