Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Kiai Haji Raden Mas Muhammad Ilyas, Sang Penyebar Tarekat Naqsyabandiyah
10 Desember 2022 22:41 WIB
Tulisan dari Lafiana Ferika Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kiai Haji Raden Mas Muhammad Ilyas (Mbah Ilyas) lahir di Kedung Paruk sekitar tahun 1186 H (1765 M) dari pasangan Raden Mas Haji Ali Dipowongso bin Kanjeng Pangeran Haryo Diponegoro II (Raden Mas Muhammad Ngarip) bin Pangeran Diponegoro (Ontowiryo, Sultan Abdul Hamid) bin Sultan Hamengku Buwana III Yogyakarta dan Siti Zaenab binti Maseh bin Kiai Haji Abdussamad (Mbah Jombor). Mbah Ilyas mempunyai saudara bernama Raden Mas Sulaiman yang pada waktu mudanya berguru ke kota Banten. Di kalangan para Habib, Mbah Ilyas mempunyai gelar “Al-Alim Al- ‘Allamah Al-Arif Billah As-Syaikh Muhammad Ilyas bin Raden Mas Haji Ali Dipowongso”.
Sejak kecil Mbah Ilyas belajar ilmu agama dari orang tuanya yaitu Raden Mas Haji Ali Dipowongso yang merupakan seorang priyayi, putra kerabat keraton Ngayogyakarta dan ulama di Kedung Paruk. Mbah Ilyas di pesantren kan oleh ayahnya di Surabaya kepada Kiai Ubaidah dan Kiai Abdurrohman. Kemudian, Mbah Ilyas berangkat ke Makkah untuk melanjutkan belajarnya dan berguru ke Syekh Sulaiman Zuhdi dan Syekh Sulaiman al-Qorimi selaku guru mursyid Tarekat Naqsyabandiyah. Beliau belajar di Makkah cukup lama sekitar 45 tahun. Syekh Sulaiman Zuhdi mengangkat tiga orang untuk menjadi khalifah tarekat di Pulau Jawa dan mengembangkannya, yaitu Muhammad Hadi dari Giri Kusumo, Abdullah dari Kepastian, Tegal, dan Mbah Ilyas dari Kedung Paruk, Banyumas.
ADVERTISEMENT
Istri dan Keturunan Kiai Haji Raden Mas Muhammad Ilyas (Mbah Ilyas)
1. Mbah Ilyas dijodohkan dengan putri dari teman seperguruan nya yaitu Abdullah. Namun, dari istri tersebut Mbah Ilyas tidak dikaruniai keturunan hingga istrinya wafat.
2. Kemudian, Mbah Ilyas menikah lagi dengan putri dari Syekh Abu Bakar yang bernama Siti Chotijah, yang merupakan seorang janda. Dari pernikahan tersebut Mbah Ilyas dikaruniai empat orang putra, yaitu:
1) Kiai Haji Raden Afandi sebagai penerus kemursyidan periode ke II.
2) Kiai Haji Raden Hamrawi sebagai pedagang.
3) Kiai Hamid (di kemudian hari) diketahui merantau ke Banyuwangi, Jawa Timur dan bergelar Raden Mas Abdul Hamid Ba'abud Harbasyani, dan memiliki tiga orang istri.
ADVERTISEMENT
4) Kiai Yahya menikah dengan Syarifah Zainab dan tinggal di Sumenep, Madura.
3. Lalu, Mbah Ilyas memperistri seorang perempuan desa dari daerah Purbalingga bernama Robi'ah, yang merupakan pelayan atau juru masak Mbah Ilyas. Dalam pernikahannya dengan Robi’ah, Mbah Ilyas dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Maemunah yang kemudian dipersunting oleh Haji Ifrad, beliau merupakan keturunan dari Arsantaka yaitu cikal bakal bupati Purbalingga.
4. Mbah Ilyas menikah lagi dengan Zainab, istri keempat nya. Zainab merupakan cicit dari Mbah Abdussamad (Mbah Jombor) yang makamnya diziarahi juga secara umum. Dari pernikahannya, Mbah Ilyas dikaruniai empat orang anak, bernama:
1) Mohammad Ash’ad atau Abdul Malik beristri Siti Chasanah.
2) Siti Chotijah bersuami HA. Hamid.
ADVERTISEMENT
3) Siti Aminah bersuami Kiai Haji Ichsan.
4) Siti Fatmah bersuami Kiai Haji Abdul Jamil.
Yang semua putra putrinya menjadi orang yang saleh dan salihah dan berkembang kebanyakan di Mersi, Purwokerto dan ada juga yang di luar kota terdiri dari putra, wayah, dan buyut.
Karomah Kiai Haji Raden Mas Muhammad Ilyas (Mbah Ilyas)
Para ulama dan waliullah dapat disebut sebagai orang Muqarrabin (dekat dengan Allah) dalam arti amaliah maupun tingkat makrifat nya. Maka, dipastikan banyak memiliki karomah yang Khowariqul ‘Adat, sebagaimana para Nabi mempunyai Irhash dan para Rasul juga mempunyai mukjizat. Karomah Mbah Ilyas baik sewaktu masih hidup maupun setelah wafat, banyak yang mengetahui dan meyakini nya sebagai suatu hal yang Khowariqul ‘Adat:
ADVERTISEMENT
1. Beliau sebagai rujukan dari ulama-ulama lain di Jawa Tengah.
2. Beliau memiliki kewibawaan dan kharisma yang luar biasa sehingga para muridnya tunduk dan taat pada semua ajaran dan fatwa yang diberikannya tentang pengalaman agama Islam.
3. Beliau juga memiliki ilmu hikmah yang tinggi dibanding para ulama lainnya.
4. Beliau pernah mencontohkan derajat kewajiban dengan cara menunjukkan pada aliran sungai pelus, maka seketika itu aliran air sungai terhenti sehingga banyak orang yang kagum.
5. Beliau pernah menyembuhkan seorang kiai yang seketika matanya buta, disebabkan di belakang beliau, kiai itu mengatakan "tidak tau siapa itu Ilyas" setelah kiai itu meminta maaf kepada beliau, matanya dapat melihat kembali.
ADVERTISEMENT
6. Pada suatu waktu, seorang cucunya naik ke atap makam beliau tiba-tiba matanya tidak bisa melihat dan baru dapat disembuhkan oleh putra beliau (Mbah Abdul Malik).
7. Makam beliau sampai saat ini semakin diziarahi umat Islam terutama pada bulan-bulan tertentu yang disunahkan untuk berziarah dari seluruh penjuru wilayah.
8. Pada saat bulan Syawal, terselenggara silaturahmi akbar di pondok pesantren Thoriqoh An-Naqsyabandiyyah Al-Mujaddadiyyah Al-Kholidiyyah, para muridnya berdatangan ziarah ke makam beliau hingga hampir satu bulan terus menerus, dengan jumlah ribuan orang.
Syekh Sulaiman Zuhdi memerintahkan Mbah Ilyas dan dua orang lainnya untuk menyebarkan Tarekat di Pulau Jawa dan mengembangkannya. Sekembalinya dari Makkah, Mbah Ilyas mendirikan Tarekat An-Naqsyabandiyyah Al-Mujaddadiyyah AlKholidiyyah di Kedungparuk sekitar tahun 1864 M dan menjadi guru mursyid di pesantren nya tersebut. Dalam waktu singkat, Mbah Ilyas sudah mendapatkan banyak pengikut (murid-muridnya). Kemudian para murid itu diajari untuk beribadah dan mengamalkan ilmu tarekat nya dengan baik. Karena pengikutnya yang semakin banyak membuat pemerintah Belanda menjadi curiga akan menghimpun kekuatan untuk memberontak. Maka dari itu, Belanda menyusun rencana untuk menangkap dan memasukkan Mbah Ilyas ke penjara yang terletak di dekat alun-alun Banyumas.
ADVERTISEMENT
Karena karomah dan kesaktian Mbah Ilyas, sel dimana Mbah Ilyas tinggal sering memancarkan cahaya yang terang benderang, Karena itu Mbah Ilyas dipanggil oleh Kiai Abu Bakar selaku penghulu Landrad pada saat itu untuk di interogasi. Dari interogasi tersebut, Mbah Ilyas memang orang yang sakti dan beliau bukan menyusun kekuatan untuk melawan pemerintah Belanda melainkan sedang mengajarkan ilmu tarekat nya yang didapat dari Jabar Qubais.
Mbah Ilyas dibebaskan berkat campur tangan Kiai Abu Bakar dengan syarat:
1. Mbah Ilyas bersedia dijodohkan dengan putri Abu Bakar yang seorang janda bernama Siti Chotijah.
2. Mbah Ilyas diberi tempat untuk mengembangkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah disebelah barat Kawedanan, Sokaraja Lor, yang kemudian menjadi tempat pengembangan tarekat tersebut hingga sekarang, dan beliau dikaruniai empat orang putra.
ADVERTISEMENT
1. Kiai Haji Raden Afandi
Merupakan putra pertama Mbah Ilyas yang melanjutkan tugas kemursyidannya, beliau putra dari Ibu Siti Chotijah binti Kiai Abu Bakar yang makamnya terletak di depan makam mbah Ilyas sebelah kanan. Mbah Afandi di samping sebagai seorang kiai dan guru mursyid thoriqoh, beliau juga seorang saudagar kaya raya bertaraf Internasional. Beliau mempunyai armada kapal laut yang dipakai mengangkut jamaah haji pada saat itu, beliau sangat menyukai kesenian tradisional budaya Jawa yang pada saat itu disukai masyarakat seperti pagelaran wayang kulit, seni tayuban atau tarian lenger, sehingga banyak masyarakat tertarik yang akhirnya masuk sebagai murid-muridnya. Salah seorang penari lengger yang cantik menawan bahkan disunting Mbah Afandi sebagai salah satu istri beliau.
ADVERTISEMENT
Disamping sebagai guru mursyid thoriqoh, Mbah Afandi juga sempat berkhidmat pada Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan jamaah terbesar di negeri ini. Dengan menjabat sebagai pengurus untuk Keresidenan Banyumas, sekaligus selaku perintis berkembangnya NU di Banyumas bersama para kiaikiai lainnya yang kemudian diteruskan oleh generasi berikutnya seperti Kiai Ahmad Satibi, Kiai Mursyid, Kiai Khudori, Kiai Raden Rifa’i sampai dengan Kiai Iskandar dari Karang Moncol, dan Bapak Iskandar Tirtabrata (menantu Kiai Haji Rifa’i) sebagai Ketua NU Cabang Banyumas saat itu.
2. Abdul Malik (Kiai Haji Muhammad Ash'ad)
Merupakan adik Mbah Afandi dari Ibu Zaenab yang bergelar “Al-Alim Al- ‘Allamah Al-Arif Billah Kiai Haji Abdul Malik bin Ilyas”. Beliau meneruskan tugas jabatan kemursyidan Tarekat Naqsyabandiyah dan tinggal serta berkembang di desa Kedung Paruk yang merupakan desa tempat kelahiran beliau, meskipun masa kecilnya tinggal bersama ayahnya di Sokaraja.
ADVERTISEMENT
Mbah Abdul Malik menjadi tokoh idola para murid-muridnya dan juga ulama-ulama lain, karena kealiman dan kearifan nya sudah mencapai tahap Waliullah, hingga kini masih berkembang amaliah thoriqohnya yang diasuh oleh cucu beliau hingga empat periode.
Mbah Abdul Malik mengasuh dua tarekat sekaligus yaitu tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah dan As-Syadziliah di Kedung Paruk. Beliau tidak memiliki putra laki-laki, melainkan hanya seorang putri. Setelah Mbah Abdul Malik bin Ilyas wafat (1980 M) dilanjutkan oleh cucu ketiga beliau bernama Kiai Haji Abdul Qodir bin Ilyas Noor (wafat 2002 M), setelah itu dilanjutkan oleh cucu keempat beliau bernama oleh Kiai Haji Said bin Ilyas Noor (wafat 2003 M), kemudian dilanjutkan oleh cucu ketujuh beliau bernama Kiai Haji Muhammad bin Ilyas Noor (wafat 2016 M). Semua yang wafat dimakamkan di pemakaman keluarga di Kedung Paruk.
ADVERTISEMENT
Masa hidup Mbah Abdul Malik mempunyai banyak kisah menarik dari berbagai ilmu dan karomah yang dimilikinya, sehingga makamnya diziarahi banyak orang terutama dari kalangan Habib. Beliau juga merupakan guru mursyid dari Habib Lutfi bin Yahya, Pekalongan.
3. Kiai Haji Raden Rifa'i Afandi
Merupakan cucu Mbah Ilyas dari anaknya Kiai Haji Raden Afandi. Beliau merupakan ulama dan guru mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah yang termasyhur di kalangan para kiai dan santri khususnya di Jawa Tengah.
Kehidupan beliau disamping sebagai guru, mursyid, dan pimpinan para kiai, beliau juga gemar bertani seperti ayahnya. Selain bertani, beliau juga mempunyai usaha kain batik dan perdagangan dengan para pengusaha dagang dari berbagai pihak. Banyak orang-orang China yang merupakan teman bisnis Mbah Rifa'i, karenanya beliau sangat dihafal dan dikenal oleh orang-orang China hingga saat ini. Masjid dan pondok nya disebut Pondok Thoriqoh atau Pesuluknan.
ADVERTISEMENT
Mbah Rifa’I wafat (1969 M) muridnya sudah mencapai jumlah 25.000 orang yang tersebar di berbagai wilayah Jawa Tengah dan sebagian Jawa Barat. Beliau juga memiliki banyak pembantu (badal) yang tersebar di berbagai wilayah tersebut, disamping badal-badal yang membantu di pusat (Sokaraja). Badal tugasnya menjadi perwakilan yang bertugas memberi pembinaan muridmurid thoriqoh melalui pengajian-pengajian di wilayahnya. Para badal pada saat itu adalah:
a. Di daerah Purbalingga
Kiai Hisyam, Kiai Syarbini, Kiai Masaruri, Kiai Yahya, Kiai Jamaludin, Kiai Hasanudin, Kiai Zaelani dan masih banyak lagi.
b. Di daerah Banjarnegara
Kiai Hadis, Kiai Hisyam, Kiai Dulsirin, Kiai ‘Umar, dan sebagainya.
c. Di daerah Ajibarang dan Majenang
ADVERTISEMENT
Kiai Fadil, Kiai Musyawa, Kiai Haji Adnan, Kiai Ibrahim, dan sebagainya.
d. Di daerah Cilacap
Kiai Zaenuri, Kiai Haji Adzkiya, Kiai Haji Muawwam, Kiai Abdul Rohim, Kiai Abdul Jalil, Kiai Muhson dan masih banyak lagi.
Sampai pada daerah Parakan, Temanggung, Papongan, Magelang, dan masih banyak murid dan para badalnya, termasuk kiai yang sangat terkenal yakni Kiai Haji Hasan Askariyang yang dikenal dengan Kiai Magli adalah salah satu murid dari Kiai Haji Raden Rifa'i yang sangat tunduk dan saat menghormati beliau.
4. Kiai Haji Raden Abdussalam bin Rifa'i
Beliau mengemban amanat sebagai generasi ke empat setelah mbah buyutnya dalam tugasnya mengemban amanat pengembangan dan pengajaran Tarekat Naqsyabandiyah yang sudah tergolong pesat dan sangat melekat di masyarakat. Beliau menggantikan ayahanda nya yang wafat pada akhir 1969 M.
ADVERTISEMENT
Pada mulanya beliau masih tinggal di Yogyakarta dengan menekuni profesi selaku pedagang dan pengusaha yang pesat, namun berkat Inayah Allah Swt. beliau bersedia kembali ke Sokaraja memenuhi panggilan nurani Kang Romo dan juga atas minat pribadinya sendiri untuk mengurusi umat yang membutuhkan bimbingan dan tuntunan dari figur seorang mursyid.
Pada periode kepengurusan beliau struktur organisasi, administrasi dan juga tata laksana sarana dan prasarana semakin tertata rapi, praktis, dan semakin berkembang. Beberapa pembenahan dan penyempurnaan semakin diatur dan didelegasikan kepada para badal sesuai dengan keahlian dan kemampuannya, sehingga lebih menarik bagi masyarakat yang belum mengikuti pengajaran tarekat tersebut. Pengikut atau murid baru semakin banyak yang masuk sebagai pengikut barunya dari berbagai penjuru. Di desa-desa dibentuk lah badal sebagai perwakilan, disamping itu juga dibentuk rewang badal untuk dapat bekerja sama membina umatnya. Dari desa-desa juga dibentuk koordinasi kelompok lingkungan yang terdiri dari 5-7 desa untuk berkoordinasi guna memudahkan pengajian bergilir setiap selapanan.
ADVERTISEMENT
Dipusatnya (Sokaraja) juga diselenggarakan penataran badal-badal setiap hari Senin Wage, gunanya untuk menyeragamkan, membenarkan, dan menyempurnakan amalan thoriqoh agar tidak ada perbedaan sistem, meskipun para murid sudah diberikan pengajian secara langsung oleh Romo Guru. Beliau juga mengangkat tim mubalig untuk diterjunkan ke desa-desa pada pengajian kelompok bergilir, untuk mendatangi undangan pengajian, dan pembinaan amaliah thoriqoh.
Beliau juga menyelenggarakan tempat-tempat untuk melakukan amaliah suluk bagi para muridnya setiap bulan yang tergolong "Ashurul Hurum" seperti bulan Rajab dan Ramadhan pada masjid dan desa yang telah memenuhi syarat sehingga para salik (orang yang sukuk) tidak harus datang ke pusat seperti pada periode sebelumnya. Jauh dari metode yang dulu-dulu beliau juga memudahkan umat yang akan berbai'at tidak harus datang ke pusat, tapi dapat ditampung di desa setempat atau kelompok lingkungan misalnya secara masal ada 25-50 calon murid baru, maka beliau beserta tim mendatanginya untuk membai'at dan memberikan bimbingan pengajaran thoriqoh disamping juga diselenggarakan pengajian khusus thoriqoh. Tidak jarang pula beliau dan tim mendatangi tempat bai'at di Kalimantan, Lampung dan Sumatra.
ADVERTISEMENT
5. Gus Thariq (Ir. Kiai Haji Raden Thariq Arif Ghuzdiwan, MSCE)
Gus Thariq atau nama lengkapnya Ir. Kiai Haji Raden Thariq Arif Ghuzdiwan, MSCE selaku penerus ayahanda nya Kiai Haji Raden Abdussalam.
Beliau sebagai generasi ke lima setelah mbah cicit nya yaitu Mbah Ilyas
Untuk pengembangan sarana dan prasarana, beliau telah membangun MCK yang lebih praktis dan higienis untuk para salik perempuan maupun para salik laki-laki. Beliau juga mereorganisasi kepengurusan baik untuk pengurus harian maupun pengurus di luar pusat.
Disamping beliau sanggup memegang amanat dari ayahanda nya, beliau sendiri masih banyak memegang tugas kedinasan dan profesinya sebagai seorang dosen di UGM Yogyakarta dan juga beliau banyak diperbantukan di pos-pos lain sesuai dengan profesi dan keahliannya.
ADVERTISEMENT