Musik Sarana Diplomasi Politik Internasional

LAILA ANGELINA
Mahasiswa S1 Teknik Telekomunikasi di Institut Teknologi Telkom Purwokerto
Konten dari Pengguna
12 Juli 2022 14:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari LAILA ANGELINA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi musik (sumber : pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi musik (sumber : pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilmu Hubungan Internasional merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang hubungan interaksi antara negara satu dan negara lainnya dalam lingkup global. Ilmu Hubungan Internasional identik dengan negara, politik, dan militer. Ketiga aspek ini tidak bisa dipisahkan dari disiplin ilmu Hubungan Internasional dan sepertinya masih akan terus mendominasi. Hubungan atau interaksi antara negara di dunia sendiri bersifat dinamis, berubah-ubah, bahkan sering diwarnai dengan ketegangan.
ADVERTISEMENT
Interaksi yang dilakukan oleh negara-negara ini tentunya didorong oleh adanya tujuan atau kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh negara tersebut. Dua hal ini mencangkup mengumpulkan kekuatan sebanyak-banyaknya dan mempengaruhi atau mengendalikan negara lain. Tujuan dan kepentingan nasional dapat dicapai dengan berbagai cara, salah satunya diplomasi. Diplomasi secara leksikal dapat didefinisikan sebagai urusan atau penyelenggaraan perhubungan resmi antara satu negara dan negara yang lain.
Kekuatan dalam ilmu Hubungan Internasional dapat diklasifikasikan dua jenis, hard power dan soft power. Hard power adalah kekuatan yang berorientasi pada ide bahwa suatu bangsa menggunakan sumber daya material untuk mencapai pengaruh yang lebih besar. Jenis kekuatan ini adalah yang paling tertua di antara jenis kekuatan lainnya karena telah digunakan oleh negara-negara sejak awal ditemukannya ilmu Hubungan Internasional.
ADVERTISEMENT
Kekuatan ini lebih banyak melibatkan sumber daya material, seperti ukuran populasi dan wilayah, ketersediaan sumber daya, keterampilan ekonomi, kekuatan militer, stabilitas dan kompetensi politik . Sementara itu, Soft power adalah kekuatan yang tercipta dari kohesi sosial, kebebasan, toleransi, dan karakteristik gaya hidup menarik yang dapat mengumpulkan kekaguman yang besar. Kekuatan ini berkembang setelah terjadinya peristiwa Perang Dingin, seiring dengan berubahnya sistem politik internasional.
Kekuatan ini lebih melibatkan hal-hal yang tidak dapat dilihat atau tidak berwujud, serta berdasarkan informasi. Hal ini tentulah berbeda jauh dengan hard power yang menggunakan sumber daya material berdasar kapital yang dapat jelas terlihat atau ada wujudnya. Hal yang tidak berwujud yang dimaksud adalah seperti budaya, penghormatan, pengaruh, dan keterkaitan. Gabungan dari kedua kekuatan ini dapat disebut sebagai smart power.
ADVERTISEMENT
Musik adalah salah satu unsur yang dapat dijadikan sebagai alat diplomasi suatu negara terhadap negara lainnya. Menurut pengklasifikasian kekuatan, musik dapat dikategorikan sebagai soft power karena merupakan bagian dari budaya dan tidak berwujud. Musik secara dasarnya adalah suatu jenis seni, didasarkan oleh suara, di mana suatu pemusik mengombinasikan suara yang memiliki nada sehingga membentuk untaian nada yang indah didengarkan.
Musik telah berperan penting sebagai alat diplomasi. Sejarah mencatat bahwa Kekaisaran Cina pernah menggunakan musik untuk menyebarkan pengaruhnya terhadap daerah sekitarnya, terlebih Korea. Kaisar Cina Hui-Tsung berpendapat bahwa musik adalah salah satu unsur penting dalam kekaisaran, karena musik dapat mengubah pikiran seseorang untuk mencapai suatu keharmonisan serta mengubah dunia.
Selain itu, dibelahan dunia lain, yaitu di benua Eropa, musik juga berperan penting dalam pelaksanaan diplomasi. Pada abad ke-18 dan ke-19, dari lima puluh diplomat yang bekerja di Wina, enam belas di antaranya berkontribusi dalam kehidupan musikal kota tersebut.
ADVERTISEMENT
Strategi diplomasi dengan berbagai pertukaran budaya baik musik, tari, maupun kesenian lain yang saat ini semakin tidak terbendung akibat fenomena globalisasi juga mengancam rasa nasionalisme generasi bangsa. Hal ini akibat terlalu bebasnya budaya asing masuk dan generasi bangsa yang tidak memfiltrasi kebudayaan yang diterima. Bukan tidak mungkin musik yang memiliki nilai-nilai positif kembali mengundang ancaman bagi identitas bangsa.
Berdasarkan uraian di atas, artikel ini disusun menggunakan metode penelitian deskriptif dengan studi literatur dan kasus yang berhubungan dengan fokus utama pembahasan yaitu bagaimana musik menjadi sarana diplomasi negara-negara di dunia, mulai dari alat propaganda hingga suatu bentuk hegemoni budaya yang mengancam budaya asli bangsa. Fenomena ini ada di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hegemoni budaya adalah suatu bentuk dominasi terhadap masyarakat oleh suatu pihak tertentu yang membentuk budaya masyarakat tersebut (seperti keyakinan, persepsi, nilai-nilai, dan adat istiadat) sehingga pandangan pihak tertentu budaya umum. Hegemoni budaya ini dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif dari masyarakat. Dampak positif yang dapat diambil adalah nilai-nilai yang dibawakan oleh alat hegemoni budaya itu belum tentu nilai negatif, bahkan bisa nilai positif.
Dampak negatif yang dapat dilihat adalah bahwa hegemoni budaya ini dapat menggerus kebudayaan asli dari masyarakat tersebut. Hegemoni budaya ini dapat berbentuk seni seperti musik, atau kebudayaan yang dikomersialisasikan seperti tradisi natal. Hegemoni budaya ini dapat dilakukan oleh beberapa pihak juga berkat globalisasi. Globalisasi adalah alat untuk hegemoni budaya karena globalisasi memudahkan pertukaran informasi dan budaya antara negara satu dengan negara lainnya.
ADVERTISEMENT
Di zaman sekarang ini, tentulah kita menemukan banyak musisi yang mengglobal, dan musisi tersebut tidak hanya berasal dari Amerika Serikat, seperti Adele, Ed Sheeran, ABBA, BTS, EXO, NCT, dan Blackpink. Musisi ini dapat terkenal berkat adanya internet serta globalisasi. Mereka bermusik tidak dengan alasan politik seperti pada zaman Perang Dingin, tetapi lebih pada pendefinisian musik sebagai seni itu sendiri, yaitu sebagai alat untuk mengekspresikan diri. Nilai-nilai yang dibawakan oleh mereka pun juga belum tentu negatif. Ada banyak sekali contoh-contoh nilai-nilai positif yang dapat diambil dari musik yang dibawakan oleh mereka.
Halsey dalam albumnya yang berjudul Manic menulis lagu-lagu tentang bagaimana ia berjuang melawan depresinya serta bagaimana orang-orang seharusnya peduli terhadap masalah kesehatan mental pada anak muda zaman sekarang ini. Namun, beberapa lagu yang dibawakan oleh musisi ini juga dapat berhubungan dengan politik. Taylor Swift dalam lagunya yang berjudul Only The Young menyatakan bahwa yang dapat menyelamatkan negara Amerika Serikat dari pejabat yang korup adalah anak muda, lagu ini juga membawa pesan kepada anak muda Amerika untuk memilih pejabat yang tidak korup.
ADVERTISEMENT
Lagu ini ditulis Taylor Swift pada saat pemilihan umum senat. Sebelum merilis lagu ini, Taylor pernah menulis dalam unggahan Instagram tentang pandangan politiknya serta mengimbau untuk para pemuda untuk segera mendaftarkan dirinya untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut. Unggahan ini berdampak pada jumlah pemilih muda saat itu, tercatat setelah unggahan artis tersebut, banyak anak muda mendaftarkan diri sebagai pemilih dalam pesta demokrasi saat itu.
Selain itu, Taylor juga pernah menulis lagu The Man di mana lagu ini mengkritisi unsur patriarki dalam industri musik. Nilai-nilai ini tersebar kepada banyak sekali penikmat musik di seluruh dunia, berkat adanya globalisasi. Berkat hal ini, nilai-nilai tersebut diaplikasikan dalam masyarakat luas, tidak hanya di negara tertentu saja. Contohnya, sekarang banyak sekali orang yang lebih peduli tentang kondisi politik sekitarnya dan juga tentang kondisi kesehatan mental seseorang.
ADVERTISEMENT
Ideologi budaya populer ini tentunya dapat mengancam eksistensi budaya Indonesia, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki budaya yang sangat kaya. Ancaman eksistensi budaya Indonesia dapat mengakibatkan merosotnya wawasan kebangsaan masyarakat NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) melalui hilangnya rasa cinta tanah air. Suguhan produk budaya populer yang terus menggempur Indonesia begitu pesat.
Sebagai contoh tren budaya pop yang saat ini sedang populer di Indonesia adalah budaya pop asal Korea yang disebut Korean Wave/hallyu. Suguhan produk hallyu melalui media informasi yang semakin canggih membuat masyarakat Indonesia semakin dimudahkan untuk mengonsumsi produknya. Ditambah lagi saat ini Indonesia sebagai anggota ASEAN yang sejak tahun 2015 telah memberlakukan MEA. Keikutsertaan Indonesia dalam MEA pertimbangan yang besar karena satu sisi Indonesia mendapatkan manfaat dalam meningkatkan ekonomi melalui produk ekspor maupun impor dan satu sisi lain dapat bumerang kompetisi Bangsa Indonesia karena persaingan yang sangat kompetitif.
ADVERTISEMENT
Rasa cinta tanah air masyarakat Indonesia yang sudah dipupuk bertahun-tahun mungkin saja akan memudar seiringnya suguhan media yang menayangkan produk budaya negara lain secara terus menerus. Hal tersebut menimbulkan masalah pada rasa cinta tanah air sebagai negara kesatuan yang menjunjung nilai Pancasila dan mungkin saja gugurnya rasa cinta tanah air dan bangsa akibat kurangnya filter dan komitmen diri sebagai Bangsa Indonesia.
Fanatisme para penggemar Korea tentunya mengkhawatirkan bangsa karena akan menimbulkan masalah lain yakni konsumerisme yang berawal dari timbulnya kebutuhan hiburan palsu para penggemar Korea. Para penggemar Korea rela merogoh kocek yang besar untuk membeli produk Korea bahkan membayar tiket konser dan segala atribut idola mereka. Perubahan cara pandang atau pola pikir generasi muda merupakan ancaman.
ADVERTISEMENT
Produk budaya korea yang kental merupakan tolak ukur para generasi muda Indonesia untuk meniru dan berpikir bahwa budaya Korea patut diikuti dan patokan hidup. Jika hal tersebut terjadi, maka kemungkinan budaya lokal Indonesia pun memudar serta menurunnya rasa cinta tanah air dan bangsa dengan cara membeli barang luar dan kurangnya kebanggaan untuk memakai produk dalam negeri karena sejatinya fanatisme dan konsumerisme ini bentuk dari kurangnya kecintaan mereka terhadap bangsanya.
Hegemoni budaya ini akan menimbulkan dominasi budaya di Indonesia. Layaknya efek western culture yang melahirkan dampak negatif westernisasi yang menjangkit generasi muda. Hallyu mungkin saja akan menutupi pola pikir generasi muda Indonesia terhadap budaya lokal. Generasi muda senantiasa memaklumi dan meyakini hallyu sebagai budaya yang patut dicontoh dan layak diikuti tanpa berpikir akan identitas asli Budaya Indonesia dan seakan-akan mereka dibutakan dengan keindahan produk budaya pop Korea.
ADVERTISEMENT
Hegemoni budaya sebagai salah satu produk globalisasi seharusnya dapat dijadikan acuan bagi masyarakat untuk memajukan bangsanya dan dijadikan ajang untuk mempromosikan daerahnya. Era globalisasi bukan untuk ajang merendahkan diri dan masyarakat yang pasif terhadap kebaharuan, melainkan masyarakat yang kritis dan aktif serta mampu berdaya saing tinggi. Tidak hanya dalam lingkup nasional saja, namun lingkup internasional. Nyatanya saat ini masyarakat begitu terlena dengan produk hegemoni budaya. Hal ini yang apabila berlarut-larut akan membahayakan keutuhan cinta masyarakat terhadap tanah airnya.