Konten dari Pengguna

Mengenal Lebih Dekat Mansur Al-Hallaj

Laila Muhibah
Mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur.
24 Maret 2021 10:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Laila Muhibah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi | Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi | Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pembahasan yang berhubungan dengan tasawuf sampai detik ini masih menjadi isu yang sangat menarik untuk didiskusikan, karena tasawuf merupakan pendidikan moral dan mental dalam rangka pembersihan jiwa dari pengaruh-pengaruh yang berhubungan dengan hal duniawi. Banyak yang menjelaskan bahwa banyak tokoh-tokoh Sufi yang wafatnya dibunuh karena ajaran-ajarannya dianggap kontradiktif. Oleh karena itu, hal ini menjadikan pembahasan tasawuf menarik untuk selalu didiskusikan. Pada abad ke-3 pertumbuhan tasawuf tidak dapat dilepaskan dari seorang sufi yang sangat luar biasa. Seperti tokoh Sufi yang satu ini, beliau sudah tidak asing lagi, Beliau juga disebut sebagai pelopor ajaran Al-Hulul, dan dapat dikatakan juga bahwasanya Al-Hallaj pada zamannya nya menjadi Puncak perkembangan kaum Sufi pada zaman itu. Akan tetapi, Al-Hallaj dipandang telah merusak pokok-pokok kepercayaan Islam oleh ulama-ulama, karena dianggap telah membuat kontroversi dunia fiqih dengan ajarannya. Sejak saat itu, beliau terkenal dengan kesyahidannya karena ajaran sesatnya.
ADVERTISEMENT
Kehidupan Singkat Al-Hallaj
Sebagai seorang sufi yang mempelopori ajaran Al-Hulul, Al-Hallaj memiliki nama lengkap yaitu Abu Al-Mughis Al-Husain Ibn Mansur Ibn Muhammad Al-Baidhawi, dan lebih dikenal dengan nama Al-Hallaj. Beliau cucu dari Muhammad yang yang sebelumnya adalah pemeluk agama Majusi yang menjadi penyembah api, yang kemudian masuk Islam. Namun, juga ada yang mengatakan bahwasannya Al-Hallaj adalah keturunan dari Abu Ayyub, salah satu dari sahabat Nabi Muhammad SAW. Di dalam bacaan lain Al-Hallaj memiliki nama lengkap yaitu Husein bin Mansur Al-Hallaj. Ia lahir pada tahun 244 H atau 858 M, di salah satu kota kecil Persia, yaitu kota Baidha.
Al-Hallaj menghabiskan masa kecilnya di kota Wasith yang dekat dengan Baghdad, kota yang terkenal dengan pendidikan Al-Qurannya, di Wasith Ayah Al-Hallaj bekerja sebagai pembuat kapas, karena ketekunan dan keuletannya ia sampai bisa mendirikan sebuah pabrik. Kemudian Al-Hallaj dimasukkan ke sekolah khusus Al-Quran. Bahkan pada usia yang terbilang masih muda yaitu 12 tahun Al-Hallaj sudah memahami maksud dan tafsiran ayat-ayat Al-Quran. Beliau tinggal di kota Wasith sampai beliau berumur 16 tahun.
ADVERTISEMENT
Pada saat umur 16 tahun, iya mulai meninggalkan kota Wasith untuk menuntut ilmu di Tustar yang terkenal sebagai tempat perkebunan kapas dan tempat tinggal para penyortir kapas. Pada usia ke-16, ia menguasai berbagai macam ilmu. Berdasarkan nasihat dari pamannya, akhirnya ia meninggalkan Wasith menuju Tustar untuk belajar serta berguru kepada seorang sufi besar dan terkenal, yaitu Sahl bin Abdullah at-Tustury, yang berada di wilayah Ahwaz. Belajar dari gurunya, Al-Hallaj mulai mengenal dan mengetahui ajaran tasawuf pada tahap awal, seperti melaksanakan sunah-sunah Rasul seperti puasa, dan melaksanakan salat-salat sunah. Dan juga melaksanakan praktik kezuhudan.
Setelah itu, Al-Hallaj pergi ke Bashrah untuk menuntut ilmu dan berguru kepada Amr Al-Makki, setelah kurang lebih dua tahun belajar di negeri Ahwaz. Kemudian pada tahun 624 H, ia pergi ke Baghdad untuk melanjutkan belajar dan berguru kepada Al-Junaid yang merupakan seorang tokoh sufi besar dan juga terkenal. Pada saat di Baghdad, Al-Hallaj mengarang kitab-kitab yang berjumlah sekitar 49 judul buku. Ada di antara bukunya mengenai politik, dan yang paling terkenal berjudul Al-Siyasah wa Al-Khulafa’ wa Al-Umara’. Kitab ini ditemukan di perpustakaan ‘Ali bin ‘Isa Al-Wazir. Akan tetapi, kitab yang sampai kepada kita hanyalah kitab yang judulnya Al-Tawasin.
ADVERTISEMENT
Al-Hallaj merupakan sosok yang mempunyai keinginan besar untuk mempelajari ilmu dan berguru kepada para tokoh-tokoh sufi yang besar dan terkenal. Tidak hanya itu, beliau juga sudah melaksanakan rukun Islam yang ke-5 sebanyak tiga kali pada saat itu. Pada tahun 897, Al-Hallaj tiba di Makkah, dan ia pun memutuskan untuk mencari jalan sendiri untuk bersatu dengan tuhan, pada saat itu Al-Hallaj dapat dikatakan sudah memulai pemikiran-pemikirannya tentang menyatu dengan tuhan. Akan tetapi, saat ia menemukan cara bagaimana menyatu dengan tuhan dan mulai menyampaikan ajaran-ajarannya kepada orang lain, ia dianggap sebagai orang gila, bahkan penguasa Makkah juga mengancamnya untuk dibunuh, sebab ancaman tersebut Al-Hallaj kembali ke Baghdad.
Pada saat di Baghdad, Al-Hallaj giat melaksanakan aksi-aksi ceramah dan pengajian. Kemudian pengikutnya semakin bertambah banyak karena kecaman-kecamannya terhadap keburukan pemerintah yang memegang kekuasaan pada saat itu. Secara kebetulan, Al-Hallaj mempunyai sahabat bernama Nashr Al-Qusyairi yang menjadi kepala rumah tangga istana pada saat itu. Untuk melakukan perbaikan dalam pemerintahan, Al-Hallaj selalu mendorong sahabatnya untuk melakukannya. Al-Hallaj selalu melontarkan kritik-kritik terhadap penyelewengan yang terjadi dalam pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Al-Hallaj kembali lagi ke Makkah setelah sepuluh tahun berlalu, untuk melaksanakan rukun Islam yang ke-5. Kemudian ia kembali lagi ke Baghdad untuk menyampaikan ajaran-ajarannya lagi tentang kecintaan kepada Allah. Ia menyampaikan ajaran-ajarannya dengan berjalan-jalan di pasar-pasar. Di dalam isi ceramah-ceramahnya ia menyampaikan keinginannya untuk mati secara terhina di tangan kaumnya, dan ia berkata “Wahai kaum muslimin, selamatkan aku dari Allah. Karena Allah telah menghalalkan darahku untukmu. Maka bunuhlah aku”. Pada saat itulah, ia merasa bahwa hijab-hijab tuhan telah terbuka dan juga menyebabkan dirinya dapat bertatap muka dengan sang kebenaran (Al-Haq). Selain itu, ia juga mengungkapkan perkataan yang pada saat itu dipandang cukup ganjil, yaitu: “Ana Al-Haq (Akulah Yang Maha Benar)”. Ternyata kata-kata tersebut mengilhami rakyat untuk menuntut adanya perbaikan dalam kehidupan mereka. Dan masyarakat pun menuntut khalifah. Sebab tuntutan tersebut, Al-Hallaj dianggap bertanggung jawab. Kemudian, pada tahun 910 M/ 297 H, ia ditangkap serta dipenjarakan. Namun Al-Hallaj berhasil meloloskan diri dan bersembunyi di Kuzistan. Akan tetapi, tiga tahun kemudian ia ditangkap lagi dan ia juga dihadapkan kepada salah satu seorang menteri pemerintahan Baghdad yaitu Ali bin Isa. Pada tahun 922 M, Ali bin Isa dan Hamid memimpin berlangsungnya sidang pengadilan terhadap Al-Hallaj dengan tuduhan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Ajaran yang berlebihan sehingga meyakini dirinya sebagai tuhan.
2. Keyakinan terhadap penyatuan dirinya dengan tuhan.
3. Pendapatnya tidak wajib menunaikan haji.
Al-Hallaj mendapat hukuman gantung setelah ia dipenjara selama delapan tahun. Pada hari selasa tanggal 26 Maret 922 M, dengan adanya alasan-alasan yang bersifat teologis dan politis menjadi sebab Al-Hallaj dituntut hukuman mati. Al-Hallaj dihukum di tiang dan digantung. Setelah itu tangan dan kakinya dipotong, kepalanya dipenggal dan tubuhnya juga disiram dengan minyak kemudian dibakar, dan abunya dibawa ke mrnara di tepi sungai Tigris.
Sebelum dihukum gantung, ia dicambuk seribu kali tanpa mengadu kesakitan, lalu ia dipenggal kepalanya. Namun, sebelum ia dipenggal ia meminta waktu untuk melaksanakan salat sebanyak dua rakaat. Setelah ia selesai melaksanakan salat, tangan dan kakinya dipotong, dan digantung di pintu-pintu gerbang kota Baghdad, agar menjadi peringatan bagi para ulama yang lainnya yang berbeda pendirian, sungguh sangat sadis dan kejam pembunuhan yang dilakukan oleh para penguasa terhadap meninggalnya seorang sufi ternama. Setelah itu badannya dibakar, kemudian abunya dibuang ke sungai. Sedangkan kepalanya dibawa ke Khurasan untuk dipertontonkan. Al-Hallaj wafat pada tahun 922 M. Kematian tragis yang terjadi kepada Al-Hallaj tidak membuat gentar para pengikutnya. Ajaran-ajarannya masih tetap berkembang, terbukti setelah satu abad dari kematiannya.
ADVERTISEMENT
Berhubungan dengan sebab terbunuhnya Al-Hallaj, hingga saat ini masih terdapat simpang siur. Banyak orang yang mengatakan bahwa sebab dibunuhnya Al-Hallaj karena perbedaan paham dengan ulama fiqih yang pro penguasa. Hal ini masih perlu dipertanyakan lagi, sebab para sufi-sufi yang lain seperti Ibn Arabi dan Dhun Nun Al-Misri yang juga pada saat itu bertentangan dengan ulama fiqih ketika itu tidak dibunuh. Sedangkan menurut Harun Nasution, Al-Hallaj dibunuh karena memiliki hubungan dengan Qaramithah (carmatians) satu sekte syiah yang dibentuk oleh HamdanIbnu Qarmat di akhir abad ke IX M. Sekte ini memiliki paham komunis, mengadakan teror, menyerang Mekkah, dan lain-lain.