Syirik Bukan Budaya Kita

Laila Nur Herjananti
Mahasiswi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
26 November 2021 19:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Laila Nur Herjananti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
unplash.com/Omar Elsharawy Photos
zoom-in-whitePerbesar
unplash.com/Omar Elsharawy Photos
ADVERTISEMENT
Sudah tidak dipungkiri di zaman modern ini perilaku syirik kadang dilakukan tanpa kita sadari. Perilaku syirik yang biasa dilakukan di zaman modern ini beraneka ragam macamnya. Namun, sebelum kita menelaah lebih jauh, perlu diketahui bahwa syirik adalah perilaku yang menyekutukan Allah. Terdengar seperti hal yang sangat besar, namun tanpa kita sadari, kadang kita sering kali kita melakukannya.
ADVERTISEMENT
Mulai dari masa nabi Musa AS yang berani menentang Firaun, padahal saat itu Firaun ‘di Tuhan kan’ oleh masyarakat Mesir. Pada masa itu nabi Musa datang untuk menyebarkan ajaran tauhid, namun tidak dipungkiri bahwa nabi Musa malah menjadi buronan pada masa itu karena tidak menyembah Firaun. Nabi memang diturunkan untuk membimbing umat manusia supaya berada di jalan yang benar, setelah para nabi dan rasul wafat manusia memang masih mengamalkan ajaran tauhid, tetapi tentu berbeda dengan zaman nabi.
Nah, pada masa modern ini syirik yang dilakukan oleh manusia masih banyak dijumpai. Bisa jadi dengan sadar melakukan ataupun tanpa sadar melakukan. Yang sering dilakukan oleh para remaja maupun orang dewasa, seperti percaya zodiak. Terlihat remeh dan persoalan kecil bagi beberapa orang, namun tidak dipungkiri percaya pada zodiak merupakan salah satu dari perbuatan syirik. Bagaimana bisa hal tersebut menjadi perbuatan syirik? Nah, dalam islam sendiri melarang manusia percaya dengan hal – hal yang berhubungan dengan ramalan, horoskop, dan lain lain.
ADVERTISEMENT
Rasulullah menjelaskan jika kita mendatangi dukun maupun peramal dan percaya atas perkataan dukun tersebut maka ibadah sholatnya tidak diterima selama 40 hari. “Barangsiapa yang datang kepada tukang ramal, kemudian percaya apa yang dikatakan, maka salatnya tidak diterima selama 40 hari.” (Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). Bukan hanya soal percaya akan zodiak. Syirik dapat dilakukan dengan tanpa sadarnya kita menuhankan manusia, seperti pada kisah Firaun yang dituhankan oleh manusia, di zaman yang serba canggih ini hal tersebut malah sering didapati, namun dalam versi yang berbeda.
Manusia tidak layak untuk dituhankan oleh manusia lain dari segi kekuasaan, kedudukan, maupun harta bendanya. Manusia memang diciptakan ‘merdeka’ dan hanya bergantung kepada Allah. Salah satu ciri dari manusia yang menuhankan manusia adalah ‘budaya’ suap menyuap di Indonesia. Suap menyuap merupakan hal yang seharusnya tidak dilakukan, namun disisi lain suap menyuap malah menjadi budaya karena di Indonesia sendiri hal ini sangat dinormalisasikan dan menjadi fenomena yang sering dijumpai sehari hari.
ADVERTISEMENT
Manusia yang memiliki kedudukan maupun kekuasaan seakan akan diposisikan menjadi tuhan oleh manusia lain. Seperti pada budaya suap di Indonesia, manusia yang memiliki wewenang untuk memegang keputusan seakan akan disembah oleh orang lain supaya mendapatkan ‘posisi’ yang sedang dicarinya. Allah sebagai Tuhan semesta alam posisinya telah tergeser untuk yang kesekian kalinya. Bukankah hal tersebut pada zaman modern ini menjadi common sense dan banyak dijumpai di kehidupan sehari hari.
Sudah seharusnya manusia percaya dan teguh terhadap kekuasaan Allah, kekuasaan manusia maupun ‘posisi’ yang diinginkan tidak ada apa apanya dibandingkan kekuasaan Allah yang tidak ada batasnya. Takdir yang telah ditentukan oleh Allah sebelum manusia diciptakan, yang dapat diubah maupun tidak dapat diubah sudah dikehendaki oleh Allah, maka kita sebagai makhluk hidup yang mengimani dan mengamalkan ajaran tauhid tidak seharusnya melakukan pelanggaran ataupun cheat untuk mendapatkan apa yang kita mau.
ADVERTISEMENT
Krisis ‘budaya’ suap menyuap yang menjadi perhatian serius, tidak hanya di bidang agama, di bidang sosial pun sudah sangat jelas bahwa hal tersebut melanggar norma maupun hukum yang ada. Selain menjadikan manusia seperti menyembah manusia lain, para pelaku yang melakukan praktik suap menyuap ini oleh Allah digolongkan sebagai manusia yang terkutuk. Akan selamanya menjadi negara berkembang jika Sumber daya manusianya masih menjadikan suap menyuap sebagai ‘budaya’.
Yang pasti menurut pandangan saya semua agama yang ada di sekitar kita pasti mengajarkan hal – hal yang baik. Yang ada di sekitar kita saat ini seperti penyuapan maupun hal buruk lainnya, bukanlah hal yang diajarkan oleh agama. Pada hakikatnya agama akan membawa keselamatan manusia di dunia maupun di akhirat. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa sebagaimana mestinya, tugas manusia bukan melanggar perintah-Nya, manusia diciptakan untuk beribadah dan menjaga kelestarian alam. Jika manusia terus melakukan hal hal buruk dan mulai menormalisasikan hal tersebut, tatanan yang ada pada alam semesta ini lama kelamaan menjadi tidak semestinya. Maka dari itu sebagai makhluk yang cerdas dan lebih ‘sempurna’ dari makhluk lain tidak seharusnya melakukan hal – hal yang melanggar norma agama maupun hukum negara.
ADVERTISEMENT