Konten dari Pengguna

Legitimasi Keagungan Majapahit Versi Kakawin Negarakertagama

laila rohma
Study in Universitas of Jember
9 Juni 2022 21:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari laila rohma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penampakan asli dari manuskrip kuno Negarakertagama (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan asli dari manuskrip kuno Negarakertagama (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh dari historiografi tradisional yang ada di Indonesia yaitu Kakawin Negarakertama atau nama lainnya Desawarnana. Kakawin ini merupakan sebuah karya sastra klasik yang dikarang oleh Dhang Acarya Nadendra atau yang lebih dikenal dengan nama Mpu Prapanca pada masa kemasyhuran kerajaan Majapahit. Negarakertagama memiliki arti kisah pembangunan negara yang menguraikan keagungan dari Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk) dan menceritakan tentang kebesaran negara Majapahit umumnya (Muljana, 2006: 317). Karya ini berbentuk puisi atau bisa disebut pupuh. Dalam pujasastra Negarakertagama terdiri atas 98 pupuh. Ringkasnya, 98 pupuh tersebut ditulis berdasarkan latar belakang perjalanan politik kerajaan Majapahit dan tatanan masyarakatnya dari aspek kebudayaan. Aspek kebudayaan yang dituliskan oleh sang pengarang Mpu Prapanca berisi tentang perhatian kepada leluhur yang dibuktikan dengan pengadaan berbagai tradisi upacara sebagai bentuk spiritualitas masyarakat Majapahit. Selanjutnya akan dibahas mengenai legitimasi keagungan Majapahit yang digambarkan dalam Kakawin Negarakertagama ini.
ADVERTISEMENT
Raja Majapahit digambarkan sebagai sosok dewa dan pribadi yang luhur
Masyarakat Jawa masa kerajaan Majapahit telah mengenal istilah dewaraja yaitu konsep dalam ajaran Hindu-Budha yang menganggap raja memiliki sifat dewa. Mpu Prapanca dalam Negarakertagama pupuh 1 menyebut nama beberapa dewa untuk menggambarkan sosok Sri Rajasanegara yang telah mengamalkan ajaran serta asta brata yaitu suatu etika kepemimpinan dengan mengikuti sifat-sifat para dewa yang ada dalam agama Hindu. Asta Brata ini merupakan wejangan Sri Rama kepada Wibisanapada saat beliau dilantik menjadi Raja Alengka. Uraian itu juga dapat diartikan sebagai usaha Prapanca untuk memohon berkah dari para dewa agar mau melindungi raja dan kerajaannya. Dengan menyebut nama-nama dewa bertujuan untuk meningkatkan kekuatan magis seseorang raja yang sedang dipuja. Bagi Prapanca sendiri merupakan seruan kepada para dewa agar mau memberikan berkahnya dan mau menjelma dalam karangan buatannya ini (Alit dkk, 2022: 34).
ADVERTISEMENT
Keagungan Majapahit juga digambarkan dari sistem pemerintahannya. Dalam pupuh ke-81 digambarkan bahwa Majapahit di masa kekuasaan Hayam Wuruk memiliki suasana yang tentram dan gemah lipah loh jinawi. Elemen masyarakat dari kasta brahmana hingga sudra sempurna dalam pengabdiannya, pajak mengalir bagaikan air, semua daerah berlimpah hasil buminya. Narasi ini jelas menunjukan sikap Prapanca yang ingin membuktikan keluhuran dan kesejatian kekuasaan para penguasa Majapahit.
Istana megah kerajaan Majapahit
Prapanca lewat Negarakertagama memberikan pujian akan kemegahan istana Majapahit. Bagi para pujangga maupun rakyat biasa, istana tidak hanya pusat aktifitas politik dan budaya melainkan juga sebagai pusat keramat kerajaan yang menjadi lambang makrokosmos. Keagungan seorang raja akan terlihat dari keindahan dan kemegahan istananya. Atribut-atribut keduniawian yang dimiliki oleh seseorang akan mencerminkan setatus sosialnya. Prapanca yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri keadaan Majapahit pada abad ke-14 memberikan keterangan terperinci tentang kompossi keraton Majapahit yang keindahannya sampai pada para punggawa dan pegawai kerajaan. Semua rumah bertiang kuat berukir indah, pondasinya berasal dari batu merah dan genting atapnya menarik perhatian. Bunga tanjung kesara, cempaka dan lain-lainnya banyak tumbuh di halaman. Begitulah Prapanca memuji keindahan istana Majapahit (Alit dkk, 2022: 40).
ADVERTISEMENT
Wilayah luas milik Majapahit
Dalam pupuh ke-13 dan 14 menceritakan luas wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit, karena luas wilayah kekuasaan juga merupakan indikator kabesaran sebuah kerajaan. Berdasarkan pupuh-pupuh dalam Negarakertagama, dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah Indonesia yang sekarang dan beberapa wilayah di malaysia seperti Melayu, Sulu menjadi wilayah kekuasaan Majapahit. Luasnya wilayah kekuasaan Majapahit ini tidak bisa dilepaskan dari peranan Gajah Mada. Gajah Mada yang diangkat sebagai patih Amangkubhumi, pada saat peresmiannya ia telah mengucapkan sumpah yang sekarang dikenal dengan Sumpah Palapa (Mulyana 1983 : 164).