Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Lahirnya ‘Program KOTAKU’ Memberi Titik Terang bagi Tuntasnya Fenomena Slum Area
23 Agustus 2023 10:49 WIB
Tulisan dari Lailatul Mubarokhah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, fenomena slum area (pemukiman kumuh) masih menjadi masalah bersama yang sulit dan sangat perlu untuk ditangani bersama. Pemukiman kumuh atau slum area merupakan suatu permasalahan kompleks di permukaan yang secara fisik ditandai dengan bentuk rumah yang kecil dengan kondisi lingkungan yang buruk, pola settlement yang acak-acakan dan tidak teratur, kualitas lingkungan yang buruk, sulitnya air bersih dan sanitasi yang tidak layak, serta tidak adanya fasilitas umum yang dapat diakses oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurut data yang diperoleh dari Kementerian PUPR Republik Indonesia faktanya masih terdapat sebanyak 4.170 hektar kawasan pemukiman kumuh yang harus ditangani dan ditata oleh pemerintah. Kondisi ini biasanya diperburuk dengan adanya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat tiap tahunnya. Di mana pada akhirnya akan menambah wilayah-wilayah pemukiman kumuh yang baru jika tidak dibarengi dengan konsep inti pembangunan manusia yang baik dan benar.
Permasalahan slum area atau pemukiman kumuh pada dasarnya tidak hanya terjadi di wilayah urban atau sub-urban saja. Banyak daerah di pedesaan yang juga dapat dikategorikans ebagai wilayah slum area. Meskipun demikian, fokus utama pemerintah dalam mengatasi wilayah slum area biasanya akan mengarah pada wilayah pinggiran yang biasanya menjadi titik utama bagi munculnya slum area baru.
ADVERTISEMENT
Urbanisasi sebagai Salah Satu Faktor Utama
Pada dasarnya sebab terjadi atau munculnya wilayah slum area terjadi karena ada perpindahan massal dari desa ke kota, atau biasa disebut dengan urbanisasi. Urbanisasi sendiri terjadi karena adanya dorongan sosial-ekonomi yang memaksa orang untuk berpindah dan mencari pekerjaan di wilayah kota atau urban. Akan tetapi, realitas yang terjadi berbanding terbalik. Misalnya, individu memaksa mengadu nasib di kota tanpa adanya bekal pendidikan dan ekonomi yang memadai. Pada akhirnya, kondisi ini yang mengakibatkan kegagalan dan memaksa mereka untuk mencari pekerjaan dan wilayah tempat tinggal seadanya.
Karena tingginya minat tersebut, malah mengakibatkan padatnya masyarakat yang datang di suatu wilayah. Juga akan berpengaruh pada lapangan pekerjaan yang tentunya semakin sedikit ditambah dengan persaingan kerja yang tidak mudah. Akibat ketatnya persaingan kerja akan menimbulkan kemiskinan yang terjadi secara kompleks pada masyarakat perkotaan. Masyarakat yang cenderung menengah ke bawah akan memilih tempat tinggal dengan biaya hidup serendah mungkin (low budget) demi bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
Tidak jarang juga kawasan yang dari awal kurang layak untuk dibangun pemukiman, akan tetap dibangun oleh masyarakat karena alasan biaya yang rendah tersebut. Ada juga mengenai faktor geografis, faktor ini terjadi karena sulitnya mendapatkan lahan di kawasan atau pemukiman yang lebih layak. Hal ini juga berkaitan dengan tekanan faktor ekonomi dimana mengharuskan mereka tidak punya pilihan dan membangun pemukiman ditempat yang tidak semestinya. Beberapa faktor itulah yang menyebabkan setiap tahunnya pemukiman kumuh ini terus bertambah dan menjadi masalah global dan kompleks.
Dengan adanya model semacam itu, permasalahan sosial laten yang terjadi selama bertahun-tahun dapat menimbulkan adanya permasalahan sosial slum area di wilayah perkotaan. Intensitas urbanisasi yang cepat dan tanpa adanya dukungan pendidikan dan ekonomi yang memadai menciptakan kondisi bagi munculnya slum area yang baru. Menurut data Bappenas Republik Indonesia pada tahun 2020, terdapat 5 provinsi dengan wilayah pemukiman kumuh terbesar. Urutan pertama adalah DKI Jakarta (42%), Kepulauan Bangka Belitung (21%), Jawa Barat (19%), Kepulauan Riau (17%), dan Kepulauan Riau (17%).
ADVERTISEMENT
Data statistik tersebut menunjukkan bahwa provinsi-provinsi di atas menjadi beberapa tujuan urbanisasi terbesar yang menciptakan kondisi bagi munculnya wilayah-wilayah slum area baru di Indonesia. Adanya faktor mobilitas masyarakat ini, dikarenakan masyarakat yang berada di daerah perlunya lapangan pekerjaan yang layak dan variatif. Di mana lapangan pekerjaan yang beraneka ragam ini biasanya banyak ditemukan di area perkotaan.
Hal ini juga berkaitan dengan perekonomian masyarakat yang terbilang rendah, di mana ingin mendapatkan kelayakan hidup lebih baik dengan berpindah keperkotaan. Kemudian faktor yang paling banyak ialah karena kemiskinan, tentu saja semua orang memiliki harapan untuk kehidupannya dimasa yang akan datang lebih layak dengan memperbaiki perekomian agar keluar dari jerat kemiskinan. Dengan harapan diperkotaan mendapatkan upah yang sepadan atau lebih tinggi daripada di daerah yang ditempati sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Permasalahan slum area (pemukiman kumuh) ini menjadi lebih kompleks lagi karena berpengaruh pada lingkungan sekitarnya, seperti bagaimana akses sanitasi, air bersih dan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut dapat terpenuhi. Atas dasar fakta bahwa keterbatasan yang dimiliki pemukiman kumuh pada akhirnya akan berdampak buruk pada kehidupan sosial masyarakat. Tidak sedikit kurangnya akses air bersih di pemukiman kumuh tersebut menjadi salah satu faktor permasalahan utama yang dihadapi.
Pentingnya Menciptaka Kawasan Bersih dan Sehat Sejalan dengan Konsep SDGs
Padahal sejalan dengan Tujuan 6 Sustainable Development Goals (SDGs) mengenai aksesibilitas air bersih dan sehat menjadi salah satu kunci utama dalam pembangunan manusia dan penciptaan inklusivitas pembangunan. Air bersih yang tidak memadai ini mengakibatkan masyarakat terpaksa untuk melakukan aktivitas sehari hari menggunakan air kotor dan tidak aman yang dapat menyebabkan penyakit juga mengganggu kesehatan masyarakat. Kondisi akses sanitasi yang kurang layak juga berpengaruh untuk lingkungan, di mana jika ada rumah yang tidak memiliki toilet maka limbah yang sudah dibuang di sungai atau lahan kosong akan mencemari air dan lingkungan sekitarnya. Tentunya kesehatan masyarakat akan menurun dan mudah tertular penyakit dari ruang lingkup pemukiman kumuh tersebut.
ADVERTISEMENT
Atas dasar permasalahan tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Development Programme (UNDP) menciptakan kebijakan SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu pilar ke-11 mengenai kota dan pemukiman yang berkelanjutan yang berkelindan dengan Tujuan SDGs lainnya. Dalam pilar ke-11 tersebut dijelaskan bahwa seiring bertambahnya jumlah populasi di suatu wilayah, kemiskinan akan tercipta dan pola kemiskinan tersebut akan terpusat, sehingga dalam hal ini pemerintah harus dapat menciptakan kota yang aman serta berkelanjutan dan memastikan akses pada pemukiman atau perumahan penduduk yang aman dan terjangkau, serta memperbaiki dan menata atau menyelesaikan permasalahan mengenai Kawasan kumuh atau slum area.
Berkaca dari kompleksitas permasalahan yang ada, salah satu cara unik yang digunakan oleh pemerintah sebagai pemangku utama perumus dan pelaksana kebijakan untuk menangani slum area adalah melalui kebijakan turunan yang disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi. Salah satu kebijakan menarik yang diciptakan Kementerian PUPR adalah peluncuran program terbaru yaitu KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh).
ADVERTISEMENT
Program Kotaku ini merupakan salah satu kebijakan yang didalamnya berisi upaya strategis direktorat jenderal cipta karya kementrian PUPR yang tujuannya adalah untuk mempercepat penanganan pemukiman kumuh di perkotaan. Kotaku ini memiliki target berupa “Gerakan 100-0-100” yaitu 100 persen akses air minum layak, 0 persen pemukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak. Terkait tujuan umum dalam program kotaku ini, yaitu pembangunan/rehabilitasi infrastruktur pemukiman baik skala lingkungan maupun skala kawasan, Penguatan kapasitias masyarakat dan pemerintah daerah, serta pembangunan infrasturktur pendukung kehidupan (livelihood) masyarakat.
Bercermin dari Kota Salatiga dalam Realisasi Program KOTAKU
Kota Salatiga menjadi salah satu contoh keberhasilan terealisasinya program KOTAKU yakni Pemanfaatan ruang terbuka hijau dan revitalisasi kawasan Sumber Mata Air Benoyo. Program Kotaku hadir sebagai bentuk solusi dari pemerintah untuk menangani kasus permukiman kumuh yang selama ini masih belum mendapatkan penanganan dengan baik di Salatiga. Dimana yang dulunya kawasan Sumber Mata Air Benoyo ini kawasan yang kumuh dan bahkan belum tersentuh juga tidak diperhatikan oleh pemerintah setempat.
ADVERTISEMENT
Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar yang mempengaruhi kualitas lingkungan Sumber Mata Air Benoyo. Banyak masyarakat yang masih membuang sampah di Kali Benoyo sembarangan sehingga sampah tersebut kumuh menumpuk dan mengeluarkan bau tidak sedap mengakibatkan lingkungan tidak nyaman. Juga limbah rumah tangga yang langsung dibuang begitu saja mencemari kualitas air tersebut. Lalu program kotaku hadir untuk merubah dan merombak adanya permasalahan di sumber mata air benoyo.
Program KOTAKU bertujuan untuk merubah kondisi lingkungan sumber mata air benoyo untuk mengubah tampak dan kondisi asli di lingkungan tersebut. Program kotaku memiliki tujuan agar dapat digunakan oleh masyarakat terkhusus dapat digunakan sebagai area bermain anak-anak di lingkungan dan juga difungsikan untuk dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau di mata air Benoyo.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya lingkungan saja tetapi program ini juga fokus pada sumber daya manusia yaitu masyarakat dilingkungan tersebut dengan mengadakan sosialisasi berupa pelatihan, edukasi, dan pendisiplinan kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan. Agar karakter dan mindset masyarakat berubah untuk lebih mencintai, peduli, dan ikut berpatisipasi membenahi lingkungan sekitarnya dan merasakan kenyamanan atas perubahan yang telah dilakukan. Perubahan kawasan kumuh Sumber Air Benoyo menjadi area terbuka hijau ini tentunya telah berhasil mengimplementasikan dan menuntaskan sebagian permasalahan fenomena slum area di Kota Salatiga.