Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Sudirman Said Bicara Kemajemukan dan Kekuatan Persatuan
27 Desember 2017 15:07 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
Tulisan dari Lala Nurlatifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa apa yang membentuk Republik Indonesia ini adalah kemajemukan. Bahkan, dalam ruang lingkup yang lebih kecil pun, kehidupan tidak mungkin ada tanpa kemajemukan. Sebab itu, sikap kita saat ini adalah bukan lagi mempersoalkan perbedaan yang pasti ada dalam setiap kemajukan, melainkan merefleksi kemajemukan itu sebagai sebuah kekuatan yang mempersatukan.
ADVERTISEMENT
Indonesia tersusun secara geografis dari ribuan pulau yang terpisah sekaligus disatukan oleh laut. Di pulau-pulau ini ditinggali oleh penduduk dengan keragaman budaya, adat istiadat, bahasa, agama, hingga ekspresi kehidupan sehari-hari. Artinya, letak geografis menentukan keragaman demografis Indonesia.
Artinya, kemajemukan dapat dianggap sebagai sunnatullah yang seharunya bukan menjadi alasan untuk membeda-bedakan, tapi untuk saling memahami dan menjalin kerjasama. Setiap tahun misalnya kita akan menemukan cukup banyak hari-hari besar agama sesuai dengan keenam agama yang diakui oleh negara. Bahkan, setelah Mahkamah Konstitusi mengakui aliran kepercayaan sebagai bagian dari komunitas yang harus diakui oleh negara, maka keragaman agama dan keyakinan adalah realitas yang tidak bisa kita pungkiri di Republik ini.
Oleh sebab itu, daripada saling membeda-bedakan, maka jauh lebih baik – dan menjadi ajaran agama – untuk terus berlaku baik, menjalin silaurrahim, saling mengenal, bekerjasama, dan menemukan titik temu diantara kemajemukan yang ada. Dengan demikian, hidup akan damai dan harmonis, serta semua potensi bangsa ini dapat dimaksimalkan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Sudirman Said menilai bahwa kemajemukan seharusnya bukan menjadi masalah yang membeda-bedakan. Bahkan menurutnya, kita harus malu jika kemajemukan saat ini membuat kita terpecah, saling curiga, dan saling menegasikan. Kita harus malu dengan para pendiri bangsa yang memperjuangkan persatuan Indonesia justru bukan dari kesamaan latar-belakang sosial-budaya, justru dari kemajukan bangsa-bangsa di bumi Nusantara ini.
Bagi Sudirman Said, kita harus malu jika perbedaan membuat kita saling membeda-bedakan, sebab Republik Indonesia ini berdiri bukan di atas satu golongan, melainkan untuk semua golongan. Artinya, dalam wawasan para pendiri bangsa ini, kemajemukan ditempatkan sebagai kekuatan maha dahsyat untuk membangun negeri, bukan sebaliknya, menjadi rintangan dan hambatan.
Sudirman Said meyakini bahwa persatuan Indonesia tidak akan kuat tanpa pengakuan pada kemajemukan itu sendiri. Pasalnya, ini adalah konsekuensi dari menjadi Indonesia.
ADVERTISEMENT