Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Sudirman Said: Kita Harus Berani Menggeser Arah Pembangunan Di Jateng
26 Desember 2017 14:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
Tulisan dari Lala Nurlatifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pembangunan di Jawa Tengah perlu dikaji ulang secara keseluruhan. Pasalnya, perkembangan Jateng saat ini selain tidak merata, juga menimbulkan persoalan sosial, budaya, dan masalah lingkungan. Akibatnya, pembangunan di Jawa Tengah tidak serta merta berkorelasi dengan perbaikan kualitas hidup penduduknya.
ADVERTISEMENT
Jawa Tengah terkenal sebagai daerah paling padat di Pulau Jawa. Terutama di kota-kota besar, kepadatan penduduk menjadi persoalan besar karena berhubungan erat dengan rendahnya kualitas hidup, pembangunan manusia, dan perubahan lingkungan. Hari ini, kepadatan penduduk di kota-kota besar di Jawa Tengah beriringan dengan jumlah besar penduduk miskin kota, kriminalitas, kerusakan lingkungan kota, kemacetan, dan kerentanan sosial.
Jawa Tengah juga termasuk daerah yang paling rentan mengalami bencana alam, terutama di setiap memasuki musim penghujan. Banjir menjadi musibah langganan yang dibarengi dengan tanah longsor di berbagai daerah. Di sisi lain, ketika musim kemarau, di beberapa daerah di Jateng justru mengalami kekeringan parah. Ini tentu saja menandakan bahwa kondisi lingkungan hidup di Jateng sudah sangat kritis.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pembangunan di Jateng mulai melupakan akar budaya dan tradisinya. Ini dapat kita jumpai pada perubahan gaya hidup, kebebasan yang melampaui batas, kehidupan generasi muda yang tak terarah, dan kerusakan moralitas. Jateng termasuk daerah dengan tingkat kriminalitas sangat tinggi, mulai dari kejahatan berat mapun kejahatan ringan yang dilakukan secara berkelompok maupun individual. Dan seringkali aksi-aksi kriminalitas ini dilakukan oleh anak-anak, remaja, dan generasi muda yang seharusnya mampu mendayagunakan energi mereka untuk sesuatu yang lebih bermanfaat.
Oleh karena itu, Sudirman Said menyebutkan bahwa perlu ada wawasan baru dalam pembangunan Jateng. Wawasan baru ini harus lebih holistik dengan menggabungkan aspek-aspek fisik dengan non-fisik dalam pembangunan. Sebab, dalam falsafah bangsa ini, membangun jiwa bahkan harus didahulukan dari pembangun fisik, sebagaimana dalam lagu Indonesia Raya “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya”.
ADVERTISEMENT
Misalnya, pembangunan sebuah bangunan infrastruktur apa pun tidak boleh mengabaikan jalinannya dengan lingkungan, masyarakat, dan kehidupan sosial-budaya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata persoalan fisik atau keuntungan-keuntungan pragmatis, melainkan juga harus mempertimbangkan resiko non-materil dari sebuah pembangunan.
Inilah yang oleh Sudirman Said sebagai falasafah pembangunan negara dalam semua tingkatan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, hingga dusun. Jika arah pembangunan dapat digeser ke arah yang lebih holistik di daerah-daerah, maka kesejahtraan masyarakat akan tumbuh dan beriringan dengan kualitas hidup yang lebih baik.