Konten dari Pengguna

Isu Kesehatan Mental Ternyata Masih Sering Diremehkan oleh Masyarakat

Lala Fransisca
Majoring in Mass Communication, BINUS University
14 Desember 2021 17:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lala Fransisca tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mental Health Issues , Foto: Pexels/RODNAE Production
zoom-in-whitePerbesar
Mental Health Issues , Foto: Pexels/RODNAE Production
ADVERTISEMENT
Isu kesehatan mental adalah salah satu topik yang paling banyak dibicarakan di kalangan masyarakat. Pembicaraan mengenai isu ini tidak lepas dari pro dan kontra yang ada akibat adanya perbedaan pandangan pada setiap masyarakat sehingga sering terjadi perdebatan dalam memahami isu tersebut. Namun, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap isu kesehatan mental sebenarnya cukup berdampak pada orang yang memiliki gangguan mental.
ADVERTISEMENT
Ucapan yang sering didengar adalah "kamu lemah", "kamu cuma capek", "kamu harus intropeksi diri", "kamu kurang ibadah". Hal tersebut menandakan bahwa isu kesehatan mental di masyarakat rupanya masih sering diremehkan sehingga tak jarang orang yang terkena gangguan mental tidak mau speak-up karena mereka akan ditanggapi dengan kata-kata tersebut. Jika mereka berkonsultasi ke psikolog, orang-orang akan menganggap mereka gila. Stigma-stigma tersebut cukup membuat penderita menjadi sulit untuk menceritakan isi hatinya. Seorang penderita gangguan mental membutuhkan sebuah dukungan bukan sebuah nasihat.
Berdasarkan pengalaman saya sendiri ketika masih SMA, saya pernah mengalami gangguan mental, yaitu depresi dan gangguan kecemasan yang tak kunjung hilang. Gangguan tersebut muncul setelah adanya rasa tertekan akibat kekerasan verbal yang dilakukan oleh teman sekelas sehingga saya cenderung mengasingkan diri dan menjadi takut untuk berinteraksi dengan orang di lingkungan sekitar sekolah. Akibat yang dirasakan pun tidak main-main. Saya mengalami trust issue dan menjadi tidak percaya diri untuk berbicara di depan umum.
ADVERTISEMENT
Lalu, saya bercerita kepada orang tua tentang gangguan mental yang saya alami. Namun, reaksi mereka cukup membuat saya kecewa karena menganggap saya anak yang lemah dan mereka selalu mengatakan "kamu lemah masa gitu ajak gak bisa lawan". Tidak hanya orang tua, guru-guru di sekolah pun mengabaikan permasalahan yang dialami saya dengan teman sekelas. Pada saat pengambilan rapor, wali kelas memberi tahu orang tua saya bahwa saya adalah anak yang pendiam di kelas dan tidak pandai bergaul. Padahal, saya sebenarnya sudah mencoba untuk mendekatkan diri dengan teman-teman, tetapi saya tetap diacuhkan dan dihina dengan kata-kata kasar.
Jika kita amati lingkungan sekitar kita, masih banyak masyarakat yang memberikan tanggapan nasihat ketika ada penderita gangguan mental yang bercerita. Tanpa disadari, hal tersebut bukannya mendukung melainkan membuat kondisi penderita semakin buruk. Mereka ingin didengarkan bukan dinasihati hal-hal yang membuat mereka semakin tertekan.
ADVERTISEMENT
Saat menghadapi penderita yang memiliki gangguan mental, hal yang paling penting untuk dilakukan adalah menjadi pendengar ketika mereka ingin bercerita. Penderita gangguan mental memiliki keinginan untuk menumpahkan segala keluh kesahnya ketika sudah tidak sanggup lagi menahan beban yang ada di pikirannya. Tak perlu memberi saran atau solusi asalkan mau mendengar mereka berbicara dan memberikan dukungan untuk menguatkan mereka.
Sebagian penderita mungkin merasa tidak apa-apa dengan saran dan solusi yang diberikan. Namun, tidak semua dapat menerima hal seperti itu. Ada mereka yang hanya ingin didengarkan dan diberi dukungan.
Oleh karena itu, penting untung menyadari bahwa kesadaran akan isu kesehatan mental adalah hal yang penting untuk menangani orang yang sedang mengalami gangguan mental. Daripada menghendaki, alangkah baiknya memahami terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT