Konten dari Pengguna

Wajah Masjid Gedhe Kauman: Cara Islam Merangkul Keberagamaan

Laluna Hilwa Imtitsal
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Mengambil konsentrasi konseling di program studinya, aktif dalam organisasi, kegiatan di dalam maupun diluar kampus, dan senang mencoba hal baru.
11 November 2024 12:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Laluna Hilwa Imtitsal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta yang didalamnya banyak simbol bermakna menjadikan masjid sangat filosofis. Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta yang didalamnya banyak simbol bermakna menjadikan masjid sangat filosofis. Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Wajah Masjid Gedhe Kauman: Cara Islam Merangkul Keberagamaan Melalui Unsur Ornamen-ornamen Masjid
ADVERTISEMENT
Berdiri di tengah keramaian Kota Jogja selama 257 tahun lamanya. Masjid Gedhe Kauman dibangun pada 29 Mei 1773 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan maksud dan tujuan yang mulia. "Masjid Gedhe Kauman menjadi pusat aktivitas keagamaan islam seperti ibadah, mahkamah kabiro untuk akad pernikahan, sidang perceraian, bagi waris, pembacaan syahadat bagi mualaf, dan lain sebagainya" Ucap Bapak Prayudi selaku relawan masjid yang menjadi narasumber kami. Selain itu masjid ini menjadi simbol persatuan antar umat beragama di sekitarnya. Hal ini bisa kita lihat salah satunya dari segi interior bangunan yang didesain oleh sultan secara mendetail dan penuh makna.
Sultan Hamengku Buwono I yang merupakan seorang pemimpin Yogyakarta pada saat itu sangat memahami adanya keberagaman di wilayah kekuasaannya. Sultan juga memiliki niat dakwah untuk menyebarkan ajaran islam agar semakin meluas tetapi bisa diterima dengan baik oleh masyarakatnya yang berbeda keyakinan dan juga masih sangat kental dengan nilai-nilai jawa (kejawen).
ADVERTISEMENT
Selain sebagai pemimpin dan juga kyai, sultan yang juga seorang arsitek turun langsung dalam perancangan arsitektur Masjid Gedhe Kauman dibantu oleh Abdi Dalemnya yang juga seorang arsitek dan kyai yaitu Kyai Wiryokusumo. Dengan niat dakwah dan juga menyatukan berbagai keberagamaan di wilayahnya, sultan memasukkan nilai-nilai agama tersebut ke berbagai sudut masjid. Salah satunya adalah ornamen dari tiang-tiang penyangga masjid yang sangat terlihat filosofis dan khas jawa. Dimulai dari dasar tiang dengan garis meliuk yang memukau menggambarkan dengan warna keemasan dan warna dasar hitam adalah melambangkan agama Hindu.
Ornamen tiang Masjid Gedhe Kauman yang dibawahnya menggambarkan agama Budha diatadnya tergambar bunga teratai yang menggambarkan agama Hindu. Sumber: Dokumen Pribadi
Kemudian diatasnya tergambar bunga teratai emas dan warna dasar biru menggambarkan agama Budha. Selanjutnya Ditengah-tengah tiang jika kita perhatikan lebih cermat akan terlihat adanya tulisan Muhammad dan juga di atasnya tertulis lafadz Allah.
ADVERTISEMENT
Ornamen tiang Masjid Gedhe Kauman ditengahnya tertulis Muhammad dan diatasnya lafadz Allah. Sumber: Dokumen Pribadi
Untuk merangkul elemen-elemen keberagamaan selain dari simbol-simbol yang ditorehkan dalam interior, Masjid Gedhe Kauman tidak hanya diperuntukkan sekedar kepentingan agama Islam sebagaimana masjid-masjid pada umumnya. Namun masjid ini terbuka untuk seluruh masyarakat disekitarnya tidak memandang dari apa keyakinannya. Banyak tradisi-tradisi yang digelar di dalam maupun di sekitar masjid yang melibatkan atau mengundang seluruh umat beragama sehingga tradisi tersebut terlaksana dengan sangat indah diselimuti oleh toleransi beragama yang kuat.
Demikianlah Masjid Gedhe Kauman melambangkan persatuan dan juga seni dalam akulturasi budaya yang diinisiasi oleh kehebatan Sultan Hamengku Buwono I. Masjid yang menjadi pusat peribadatan umat islam memberi wajah bagaimana Islam merangkul agama dan keyakinan yang berbeda-beda.
Oleh: Laluna Hilwa Imtitsal dan Fitria Rahmadhani
ADVERTISEMENT
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta