Konten dari Pengguna

Apakah Cuaca Dingin Melemahkan Imun Tubuh?

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
17 Juli 2021 14:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pergantian musim adalah berkah bagi umat manusia. Dari musim panas, semi, gugur, dan dingin −di negara empat musim− ataupun musim kemarau dan hujan di negara tropis. Perubahan musim dan cuaca ini selain membawa berkah, juga ternyata membawa perubahan yang cukup signifikan pada tubuh manusia.
ADVERTISEMENT
Saat musim dingin (salju) datang misalnya, banyak peneliti percaya bahwa paparan cuaca dingin dapat berdampak buruk pada respon kekebalan seseorang. Hal ini berujung pada tubuh yang lebih sulit melawan infeksi.
Namun bukan hal yang mustahil juga bahwa ada beberapa kasus yang ‘abnormal’. Di Skandinavia dan Rusia misalnya, banyak orang secara aktif mencari cuaca dingin –seperti berenang di musim dingin di air dingin dipercaya dapat memberikan keajaiban kesehatan− dan ada beberapa ilmu pengetahuan −tidak banyak− yang menunjukkan bahwa hal itu mungkin saja terjadi.
Namun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa cuaca dingin memiliki dampak yang besar bagi kesehatan tubuh manusia. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat kematian mencapai puncak pada musim dingin. Musim dingin juga kerap disebut sebagai musim flu, karena virus flu menyebar dengan lebih mudah dan cepat pada udara kering musim dingin.
Ilustrasi virus COVID-19 | Foto: Kumparan
Lebih cepat sakit di musim dingin
ADVERTISEMENT
Tim ilmuwan dari Universitas Yale mengumumkan penemuan mereka bahwa suhu yang lebih rendah melemahkan garis pertama pertahanan kekebalan hidung. Penelitian di tahun 2015 itu menguji seberapa baik sel-sel yang melapisi saluran udara untuk melawan virus pada suhu yang berbeda. Mereka menemukan bahwa suhu yang lebih dingin berdampak pada respons kekebalan yang lebih lambat dan kerentanan yang lebih besar terhadap infeksi.
Selain itu, beberapa hipotesis mengatakan bahwa menurunnya imun saat musim dingin berhubungan dengan beberapa organisme menular, seperti virus flu, berkembang biak di suhu yang lebih dingin, sehingga peluang infeksi meningkat. Beberapa hipotesis mengatakan bahwa udara dingin yang masuk ke saluran hidung membuat infeksi lebih mungkin terjadi dengan mengurangi respons imun lokal di sana.
ADVERTISEMENT
Musim dingin dan kelangkaan vitamin D
Ketika musim dingin datang (atau jika di Indonesia musim hujan), maka awan sering kali melingkupi langit sehingga suasana harian cenderung gelap dan matahari pagi jarang terlihat. Musim dingin juga mempengaruhi pergerakan manusia yang mengurangi aktivitas di luar rumah untuk menghindari udara dingin. Sehingga hal ini berdampak pada kurang terpaparnya tubuh manusia pada sinar matahari pagi berdampak pada pasokan vitamin D yang menurun.
Kurangnya asupan vitamin D pada tubuh berpengaruh pada modulasi respon imun tubuh. Annelise Barron, seorang bioengineer di Stanford University, mengungkapkan bahwa vitamin D memainkan peran penting pada setidaknya 200 jalur kimia yang terlibat langsung dengan sistem pertahanan tubuh.
Micaela Martinez, ahli ekologi penyakit menular di Universitas Columbia, yang mempelajari ritme biologis dan penyakit musiman, merekomendasikan sebisa mungkin untuk menyerap semburan sinar matahari pagi.
ADVERTISEMENT
Imun tubuh harian
Imun tubuh ternyata tidak hanya berubah akibat kurangnya pasokan vitamin D saat musim dingin atau penghujan, namun juga berfluktuatif sepanjang hari.
Beberapa penelitian mengajukan gagasan bahwa siklus siang malam mempengaruhi kerentanan –metabolisme, hormone, dan kekebalan− tubuh. Beberapa peneliti misalnya, telah mengusulkan untuk mempelajari bagaimana gangguan tidur mempengaruhi kesehatan tenaga kesehatan. Atau pada pukul berapa yang terbaik untuk memberikan pengobatan pada pasien COVID-19 yang parah.
Sumber: 1 dan 2