4 Pasangan Suami-Istri Saintis yang Memenangkan Hadiah Nobel

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
11 Desember 2018 17:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kini lebih dari 150 tahun kemudian, sains semakin membuka kesempatan selebar-lebarnya kepada para wanita yang memiliki passion di bidang sains. Yuk, mari kita simak siapa saja wanita saintis yang berhasil memenangkan Nobel bersama dengan pasangan mereka.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1984 setelah lebih dari satu tahun bekerja bersama di laboratorium, peneliti di Sorbonne Prancis, Pierre memutuskan untuk melamar mahasiswa doktoral di laboratoriumnya. Marie yang sebenarnya berasal dari Polandia bingung atas lamaran tersebut karena ia merencanakan kembali ke negaranya.
Namun, nasib berkata lain, University of Krakow Polandia menolak lamaran wanita yang di masa depan akan memenangkan dua kali hadiah Nobel tersebut. Pierre yang kemudian mendengar kabar penolakan ini mengirim surat pada Marie menerangkan bahwa ada riset baru mengenai elektromagnetisme di laboratorium mereka. Ia menggunakan siasat ini untuk meyakinkan Marie kembali ke Prancis.
Marie kemudian kembali ke Prancis dan menikah dengan Pierre. 4 tahun setelah menikah tepatnya pada 1898, pasangan ini mengumumkan penemuan dua elemen radioaktif yaitu Radium dan Polonium. Kemudian pada 1903 pasangan ini memenangkan Nobel di bidang fisika bersama kolega mereka Henri Becquerel. Namun, di tahun 1906 Pierre meninggal dunia karena tertabrak kereta kuda.
ADVERTISEMENT
Pada 1911 Marie tersangkut skandal perselingkuhan dengan mantan mahasiswa Pierre yang sudah menikah. Isu-nya telah menyebar ke seantero Eropa. Namun, kejadian ini tidak mempengaruhi keputusan Swedish Academy untuk menghadiahkannya hadiah Nobel setahun kemudian, kali ini di bidang kimia.
Irene adalah putri Marie dan Pierre. Setelah kematian Pierre, Irene “didorong” oleh Marie untuk menggantikan posisi Pierre. Irene masih berusia 17 tahun ketika ibunya menginstal puluhan unit mesin X ray dan ia diserahi tanggung jawab atas mesin-mesin tersebut untuk kemudian mendampingi dokter bedah melakukan operasi. Irene akan menunjukkan dimana letak peluru, atau serpihan logam di dalam tubuh pasien.
Beberapa tahun kemudian pada 1926 saat Prancis sudah memasuki keadaan damai pasca perang, Irene menikah dengan sesama saintis yaitu Frederic Joliot yang merupakan asisten ibunya. Pernikahan ini sempat ditentang oleh Marie yang berpikiran bahwa Joliot hendak memanfaatkan nama besar keluarga Curie.
ADVERTISEMENT
Saking khawatirnya, Marie membuat dokumen legal bahwa pewaris Curie Institute adalah Irena dan bukan Joliot. Sebaliknya Joliot menyimpan rasa hormat dan kagum yang besar terhadap ibu mertuanya. Maka ia selalu bersedia kapanpun saat diminta menjadi kolaborator riset. Pada 1935 pasangan ini kemudian dianugerahi hadiah Nobel di bidang fisika untuk penemuan elemen radioaktif baru.
Gerty Theresa Ratniz lahir pada tahun 1896 di masa ketika sangat sedikit wanita ingin menjadi seorang ilmuwan. Namun, ia diterima di Fakultas kedokteran University of Prague, Ceko, tempat dimana kemudian ia bertemu dengan suaminya Ferdinand Cori. Mereka berdua menikah tepat setelah kelulusan dan kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat untuk meninggalkan Eropa yang carut marut karena perang.
ADVERTISEMENT
Pasangan ini kemudian bekerja di Roswell Park yang merupakan sebuah institusi peneliti kanker. Mereka berfokus untuk meneliti bagaimana gula dalam karbohidrat diolah dalam sistem metabolisme tubuh. Pada 1947, pasangan ini memenangkan Nobel di bidang kedokteran bersama dengan ilmuwan Argentina Bernardo Houssay. Pencapaian ini menjadikan Gerty sebagai wanita ketiga yang pernah menerima Nobel setelah Marie dan Irene.
Butuh sekitar 70 tahun setelah pencapaian Gerty Theresa dan Ferdinand Cori untuk melahirkan pasangan Nobel baru di tahun 2014, May Britt dan Edvard Moser. Mereka dianugerahi Nobel di bidang kedokteran bersama dengan ilmuwan John O’Keefe atas penemuan “sistem GPS di dalam otak” yang memungkinkan manusia memiliki orientasi arah.
ADVERTISEMENT
Penemuan ini juga memberikan informasi bagaimana otak kita merekam jalan sehingga mengenali jika kita akan melewati jalan yang sama di masa depan.
Sumber : https://www.bbvaopenmind.com/en/science-done-by-couples/
Sumber Gambar : Wikimedia Common