Belajar Dalam Tidur. Mungkinkah?

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
17 Maret 2019 1:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belajar dalam tidur atau yang dikenal dengan Hypnopedia merupakan upaya untuk mengalirkan informasi kepada seseorang ketika dalam kondisi tidur. Konsep ini membawa kita pada sebuah penelitian pelopor berumur lebih dari 100 tahun lalu. Rosa Heine, seorang psikolog asal Jerman, melakukan penelitian pertamanya terkait tidur dan memori, serta manfaatnya dalam proses belajar. Studi yang diterbitkan pada tahun 1914 tersebut menemukan bahwa mempelajari materi baru sebelum tidur di malam hari mampu menghasilkan ingatan yang lebih baik dibanding pembelajaran yang dilakukan sepanjang siang. Sejak saat itu penelitian-penelitian lanjutan berkembang hingga ditemukan suatu pendekatan yang sangat populer yaitu menggunakan Psycho-phone, seperangkat alat yang populer di tahun 1930-an. Alat yang diciptakan oleh Alois Benjamin Saliger ini memainkan pesan-pesan motivasi yang dapat membantu individu menyerap ide-ide bawah sadar mereka, sehingga ketika terbangun kepercayaan diri mereka lebih terpancar. Pada tahun-tahun berikutnya, ide mengenai belajar dalam tidur ini menjadi terbantahkan sejak di tahun 1950-an, ilmuwan mulai mengenal dan menggunakan EEG untuk memantau gelap otak saat tidur. Para peneliti menemukan bahwa jika memang terjadi proses belajar, hal tersebut lebih dikarenakan adanya stimulus yang membangunkan partisipan. Oleh karenanya, belajar dalam tidur (sleep learning) kemudian dianggap sebagai ilmu semu (pseudoscience).
ADVERTISEMENT
Menariknya, penelitian terkini mendapati bahwa pada saat tidur, sesungguhnya otak tidak benar-benar berdiam. Temuan ini menyebutkan bahwa memungkinkan bagi otak pada waktu tidur untuk menyerap informasi dan bahkan bentuk memori-memori baru. Meski perlu diingat bahwa memori-memori tersebut bersifat implisit atau tidak sadar. Dengan kata lain, bentuk pembelajaran yang dicapai sangatlah mendasar, lebih sederhana dari apa yang biasanya dapat dicapai otak saat kita mempelajari materi-materi seperti mempelajari bahasa atau ilmu yang menggunakan rumus-rumus kompleks. Walau bagaimana pun, temuan ini menjadi penanda bahwa sleep learning bukan lagi suatu impian, tapi dapat dijelaskan secara ilmiah. Karakteristik implisit dari sleep learning ini dapat dimanfaatkan untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buru atau membentuk kebiasaan baru yang lebih baik. Dalam sejumlah studi ditemukan bahwa bentuk pembelajaran dasar yang disebut dengan conditioning, dapat terjadi selama tidur. Melalui penelitian di tahun 2012 misalnya, disebutkan bahwa peneliti Israel menemukan orang-orang dapat belajar menghubungkan suara dengan bau-bauan selama tidur. Para peneliti melakukan eksperimen dengan memainkan sebuah nada kepada partisipan yang diminta tidur, sambil melepaskan bau ikan yang amis ke udara. Yang terjadi kemudian, setelah partisipan bangun dan diperdengarkan nada yang sama, mereka seketika menahan napas untuk mengantisipasi munculnya bau busuk. Temuan ini agaknya menggunakan dasar yang sama dengan teori belajar Pavlov dimana dimana proses belajar terjadi karena adanya pembiasaan. Dalam hal ini pembiasaan dibentuk selama tidur dengan menghadirkan memori-memori baru pada otak. Meski memori yang diperoleh tergolong implisit, namun hal ini dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Sebagaimana ditemukan dalam penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Neuroscience di tahun 2014, menyatakan bahwa perokok yang diberikan bau rokok bersamaan dengan bau telor busuk atau amis ikan semalaman, akan cenderung mengurangi penggunaan rokok di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Pada penelitian berikutnya, jauh dari sekedar pengkondisian sederhana, nyatanya sebuah studi di tahun 2017 yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communication menemukan bahwa partisipan mampu memilih pola suara yang kompleks yang didengarnya selama tidur. Tidak melulu terkait pengkondisian, belajar dalam tidur juga dapat dimanfaatkan untuk proses mempelajari bahasa. Partisipan yang diperdengarkan kata-kata tak bermakna dan dipasangkan dengan makna katanya diketahui menunjukkan performa yang lebih baik saat diminta menyusun kata dan pasangan maknanya dalam bentuk tes pilihan ganda. Contoh pasangan kata yang digunakan misalnya “guga” yang dimaknai sebagai “gajah.” Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, dapat kita maknai bahwa belajar dalam tidur berfungsi sebagai penguat otak kita dalam menyimpan memori-memori baru yang kita terima. Ketika seseorang tidur, otak memutar ulang pengalaman-pengalaman yang berlangsung dalam sehari, kemudian menstabilkannya dengan memindahkan dari hippocampus, tempat dimana memori pertama kali terbentuk, ke area-area sekitar otak. Prinsip ini dapat kita terapkan sehari-hari dengan membiasakan membaca atau mendengarkan sebelum tidur untuk memperkuat ingatan kita.
Sumber gambar: unsplash.com/AnnieSpratt
ADVERTISEMENT