9 Fakta Menarik tentang Pemilu: Dari India hingga Korea Utara

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
17 Desember 2018 19:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Sumber gambar: Wikimedia Commons)
Indonesia sedang bersiap-siap menyambut pesta demokrasi yang akan dilaksanakan tahun depan. Sudah mulai banyak poster dan atribut pemilu lainnya ditempel di tempat-tempat umum.
ADVERTISEMENT
Media-media dalam negeri pun mulai dipenuhi dengan informasi terkait aktivitas kampanye dari capres-cawapres dan juga para calon legislatif. kumparan sendiri juga meluncurkan saluran online bernama PEMILUPEDIA untuk memberikan informasi lengkap tentang caleg, capres, dan cawapres.
Pemilu memang selalu menarik untuk diikuti. Namun, bukan hanya Indonesia yang bergairah jika ada pemilu. Negara-negara lain pun juga bersemangat. Berikut adalah fakta-fakta menarik mengenai pemilu di seluruh dunia yang telah dirangkum oleh Lampu Edison.
1. Pemilu di India dapat berjalan selama berminggu-minggu
Saking luas negaranya, pemilu di India tidak dapat dilaksanakan dalam satu hari. Pemilu di India membutuhkan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.
Tidak heran, karena ada lebih dari 800 juta masyarakat India yang memiliki hak suara. Fakta tersebut menjadikan India sebagai negara demokrasi terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
Untuk mengakomodir semua orang yang ingin menggunakan hak pilihnya, pemerintah harus melakukan pemilu dalam hitungan minggu. Pada pemilihan 543 anggota parlemen pada tahun 2014 lalu, voting dilaksanakan selama sembilan hari berbeda selama lima minggu.
2. Masyarakat Swedia dan Prancis menjadi pemilih secara otomatis
Jika di Indonesia seseorang harus mendaftarkan dirinya sebagai pemilih dalam setiap pemilu, berbeda rupanya dengan masyarakat Swedia dan Prancis. Masyarakat Prancis secara otomatis terdaftar sebagai pemilih ketika mereka berumur 18. Sementara di Swedia, mereka yang membayar pajak langsung mendapatkan hak pilihnya.
3. Voting dapat dilakukan secara online di Estonia
Sejak tahun 2005, masyarakat Estonia dapat memilih secara online jika tidak ingin pergi ke TPS. Meskipun pergi ke TPS masih lebih populer, tetapi pada tahun 2015, lebih dari 30 persen masyarakat Estonia melakukan voting secara online.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dapat dilakukan karena setiap masyarakat Estonia memiliki kartu identitas yang dapat dipindai lengkap dengan pinnya. Kartu identitas ini dapat digunakan untuk mengisi pajak, membayar denda perpustakaan, sampai melakukan voting saat pemilu. Namun pada saat pemilu, identitas masyarakat Estonia akan terenkripsi, sehingga informasi tentang pemilih akan menjadi anonim.
4. Memilih wajib hukumnya di Australia
Setiap warga Australia yang berumur 18 tahun ke atas wajib secara hukum untuk memilih dalam pemilihan federal. Bagi mereka yang tidak memilih dalam pemilu akan dikenakan denda sebesar 20 Dolar Australia. Jika denda tidak juga dibayarkan, maka nilai denda akan meningkat menjadi 180 Dolar Australia dan dapat dianggap sebagai tindakan kriminal.
5. Pemilu kebanyakan dilakukan pada hari Minggu
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Indonesia yang biasanya pemilu dilaksanakan pada hari kerja, kebanyakan negara di dunia melaksanakan pemilu pada hari Minggu. Meskipun negara berbahasa Inggris di dunia ada yang masuk ke dalam pengecualian, seperti AS pada hari Selasa, Kanada pada hari Senin, Inggris pada hari Kamis, serta Australia dan Selandia Baru pada hari Sabtu. Namun di luar negara-negara tersebut, biasanya pemilu dilaksanakan pada hari Minggu.
6. Astronot dapat memilih
Astronot yang sedang bertugas di stasiun luar angkasa internasional dapat mengikuti pemilu sejak tahun 1997. Untuk memilih, para astronot akan menerima surat suara dalam bentuk PDF yang harus dikembalikan lagi ke bumi.
Dokumen yang berbentuk sandi tersebut akan diterima oleh petugas untuk kemudian dicetak. Surat suara tersebut akan dikumpulkan bersama surat suara yang lain dan dihitung.
ADVERTISEMENT
7. Cara Gambia mengakomodir pemilih yang illiterasi
Tidak semua orang bisa membaca dan menulis atau menggunakan kertas suara untuk melakukan voting. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Gambia cukup kreatif menawarkan solusi.
Para pemilih di Gambia melakukan voting dengan cara menjatuhkan kelereng ke dalam drum yang ditempeli foto kandidat yang ingin dipilih. Setiap drum dilengkapi dengan lonceng yang akan berbunyi ketika kelereng masuk ke dalam drum. Jika lonceng berbunyi lebih dari satu kali, maka petugas akan tahu bahwa pemilih telah melakukan kecurangan.
8. Ratu Inggris boleh memilih
Tidak ada hukum di Inggris yang melarang Ratu Elizabeth II untuk berpartisipasi dalam pemilu. Meskipun begitu, untuk menghindari ketidakobjektifan, biasanya ratu tidak memilih.
9. Korea Utara juga punya pemilu meskipun bukan negara demokrasi
ADVERTISEMENT
Meskipun Korea Utara juga mengadakan pemilu, kegiatan ini jauh dari kata demokrasi. Pada tahun 2015, sekitar 99,7 persen pemilih menggunakan hak suaranya.
Namun, masyarakat Korea Utara tidak memiliki banyak kandidat untuk dipilih. Setiap kandidat yang muncul di surat suara sebenarnya sudah dipilih sebelumnya oleh partai yang memimpin Korea Utara.
Untuk memilih, masyarakat Korea Utara hanya harus menjatuhkan kertas berisi nama kandidat di sebuah kotak suara. Sebuah kotak lain juga tersedia untuk menyatakan penolakan terhadap kandidat-kandidat yang ada. Namun biasanya, kandidat yang terpilih memenangkan 100 persen dari total suara. Artinya, para pemilih biasanya tidak ingin memilih kandidat yang berbeda, atau jika mereka melakukannya, surat suara mereka biasanya tidak dihitung.