Konten dari Pengguna

Gen-Gen Menyeramkan yang dapat Diturunkan Orang Tua ke Anaknya (1)

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
26 November 2019 18:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gen yang kita miliki menentukan hampir semua fitur fisik dan non-fisik kita. Gen-gen tersebut merupakan warisan dari orang tua, mulai dari warna mata, bentuk rambut, warna kulit, dan lain sebagainya. Namun, tidak semua gen warisan merupakan gen yang baik. Ada juga gen yang buruk yang mungkin lebih baik kita tidak memilikinya. Gen-gen buruk ini bukanlah rambut kribo, hidung pesek, kulit hitam, atau standar kecantikan lainnya. Melainkan kondisi-kondisi yang tidak pernah kamu bayangkan dan dapat berhubungan dengan gen-mu. Apa saja gen-gen tersebut?
Ilustrasi gen. Sumber gambar: Wikimedia Commons.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gen. Sumber gambar: Wikimedia Commons.
Gen bunuh diri
ADVERTISEMENT
Para saintis telah menemukan hubungan antara depresi, bunuh diri, dan gen RGS2. Sebuah penelitian yang dilakukan pada 2011 oleh John Mann dari New York State Psychiatric Institute menunjukkan bahwa satu varian gen RGS2 menyebabkan depresi. Sementara satu varian lainnya dapat membuat seseorang cenderung untuk melakukan bunuh diri.
Para peneliti percaya jika gen RGS2 dapat menjelaskan mengapa orang-orang dari generasi yang berbeda dalam keluarga yang sama terkadang melakukan bunuh diri.
Contohnya keluarga seorang penulis terkenal Ernest Hemingway yang tewas bunuh diri pada 1961 juga memiliki ayah yang juga mati bunuh diri pada 1928. Bukan hanya itu saja, cucu dan kedua saudara Hemingway juga mati bunuh diri.
Penelitan oleh Mann melibatkan 412 orang yang menderita deperesi. Dalam kelompok tersebut, 154 di antaranya pernah mencoba bunuh diri. Empat puluh tiga persen dari 154 orang tersebut memiliki varian bunuh diri yang cukup agresif dari gen RGS2 dan 20% lainnya memiliki varian bunuh diri yang kurang agresif.
ADVERTISEMENT
Mann berpendapat bahwa pendeteksian gen dapat digunakan sebagai indikator apakah orang tersebut berpotensi untuk melakukan bunuh diri atau tidak. Namun, ia juga menambahkan bahwa penelitian tersebut belum selesai dan penelitan lanjutan masih harus dilakukan.
Gen kematian
Beberapa studi menunjukkan bahwa manusia perempuan dan hewan betina hidup lebih lama dari pada manusia laki-laki dan hewan jantan. Dalam dunia manusia, rata-rata harapan hidup perempuan lebih panjang lima sampai enam tahun dibandingkan laki-laki. Para peneliti mengungkapkan bahwa hal tersebut dikarenakan adanya gen yang sering disebut-sebut sebagai “Mother’s Curse” atau “Kutukan Ibu” yang ada dalam DNA mitokondria yang diwariskan dari ibu.
Kedua kelamin sebenarnya memiliki gen tersebut, tapi mereka tidak terlalu menguntungkan bagi laki-laki. Gen ini membuat laki-laki menua lebih cepat dan mati lebih dulu dari pada perempuan. Sementara pada perempuan, gen tersebut tidak terlalu berpengaruh karena perempuan akan mewariskan gen tersebut ke anak mereka.
ADVERTISEMENT
Gen bicara
Masyarakat luas percaya bahwa perempuan berbicara lebih banyak dari pada laki-laki. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan berbicara sekitar 20 ribu kata per hari, sementara laki-laki hanya berbicara sebanyak 7000 kata per hari. Selain itu, perempuan juga lebih cepat belajar bahasa dan dapat membaca dan berbicara pada umur yang lebih muda dari pada laki-laki.
Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti di University of Maryland of Medicine menunjukkan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena gen-gen yang ada dalam tubuh manusia. Penelitian tersebut menunjuk gen FOXP2 sebagai gen yang bertanggung jawab atas kemampuan manusia berbicara. Gen FOXP2 tersebut mengeluarkan sebuah protein khusus di dalam otak. Protein tersebutlah yang membuat perempuan lebih banyak bicara secara alami dibandingkan dengan pria.
ADVERTISEMENT
Studi tersebut melibatkan 10 anak kecil, 5 perempuan dan 5 laki-laki. Sebuah pengecekan yang dilakukan pada otak mereka menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki 30 persen lebih banyak protein yang dimaksud dibandingkan anak laki-laki.
Meskipun studi tersebut adalah awal yang baik, para peneliti setuju bahwa penelitan lanjutan masih harus dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih banyak.