Mengenal Reverse-Slope Hearing Loss Atau Gangguan Pendengaran Terbalik

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
19 Januari 2019 1:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Peristiwa unik dan langka terjadi pada seorang wanita yang diketahui berasal dari Xiamen, Pantai Timur China. Saat terbangun di pagi hari ia mendapati dirinya tidak dapat mendengar suara kekasihnya. Wanita yang dikenal bernama Chen tersebut kemudian mendatangi spesialis THT di Rumah Sakit Qianpu. Chen menceritakan kepada Dr. Lin Xiaoqing yang saat itu menanganinya bahwa malam sebelumnya ia mengalami dengungan di telinganya atau yang dikenal dengan istilah tinnitus. Tidak hanya itu, kondisi ini diikuti pula dengan muntah-muntah. Selama pemeriksaan Xiaoqing menyadari bahwa saat Chen mampu mendengar suara sang dokter, ia tidak dapat mendengar suara pasien laki-laki yang berada di sekitarnya sama sekali. Ini artinya Ia tidak mampu mendengar suara dengan frekuensi rendah, termasuk suara rata-rata pria. Atas kondisinya ini, Chen didiagnosis memiliki salah satu bentuk kehilangan pendengaran berfrekuensi rendah yang disebut sebagai Reverse-Slope Hearing Loss (RSHL) atau Gangguan Pendengaran Terbalik. Sebelum membahas lebih jauh tentang RSHL, kita perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai gangguan pendengaran yang umum dialami manusia. Karakteristik yang biasanya nampak pada mereka yang merasa pendengarannya berkurang yaitu hilangnya suara pada suara yang lebih tinggi. Frekuensi-frekuensi tersebut berhubungan dengan apa yang kita sebut sebagai suara bernada tinggi. Dengan demikian, saat seseorang pertama kali menyadari tipe gangguan pendengaran ini, biasanya hal ini dikarenakan mereka memiliki masalah dalam mendengar suara wanita atau anak-anak, serta memiliki kesulitan untuk mendengar percakapan di keramaian. Karena jenis gangguan pendengaran khusus ini tidak mempengaruhi suara-suara berfrekuensi rendah, namun mempengaruhi frekuensi pada level menengah hingga atas, maka gangguan ini menunjukkan gambaran yang berbeda pada alat yang disebut audiogram. Alat ini merupakan visualisasi grafis hasil tes pendengaran. Pada audiogram, grafik dimulai di sudut kiri atas dan menurun ke bawah secara tajam layaknya pada lereng ski atau lebih halus terjadi penurunan secara bertahap sepanjang rentang frekuensi. Oleh karenanya tipe gangguan ini lebih umum dinamakan gangguan pendengaran lereng ski atau mudahnya disebut gangguan kemiringan. Sementara itu nama RSHL sendiri berasal dari bentuknya di audiogramnya yang berkebalikan dengan gangguan pendengaran lereng ski. Artinya grafik pada gangguan ini dimulai dari pojok kiri bawah dan miring ke atas secara curam. Karena sebagian besar mempengaruhi frekuensi-frekuensi pada suara rendah, maka gangguan pendengaran ini dinamakan gangguan pendengaran frekuensi rendah. Berdasarkan laporan klinik audiologi Audiology HEARS, P.C., di Cumming-Georgia, untuk setiap 12.000 orang yang menderita gangguang pendengaran, hanya 1 orang yang dinyatakan memiliki RSHL. Sejumlah peneliti yang tertarik pada kasus ini menyatakan pendapatnya mengenai apa yang terjadi pada Chen. Salah satunya Dr. Michelle Kraskin, seorang audiolog sekaligus asisten direktur bidang Kemampuan Bicara dan Pendengaran untuk Weill Cornell Medical Center di New York-Presbyterian Hospital, Kota New York. Ia menjelaskan bahwa manusia mendeteksi suara melalui getaran rambut-rambut halus di dalam telinga, dan seiring waktu rambut-rambut tersebut dapat menjadi rapuh dan rentan terhadap kerusakan. Penyebabnya pun beragam, mulai dari faktor genetik, cedera, maupun penggunaan obat-obatan. Kraskin menambahkan, rambut-rambut yang mengeluarkan suara berfrekuensi tinggi diketahui lebih halus, sehingga cenderung akan mati terlebih dahulu. Hal ini turut menjelaskan mengapa kehilangan pendengaran lebih sering mempengaruhi kemampuan untuk mendengar suara bernada lebih tinggi dibanding yang lebih rendah. Sementara itu gangguan pendengaran suara bernada lebih rendah, seperti yang dialami Chen, merupakan hal yang kurang umum karena bagian pemrosesan suara bass pada koklea sangat terlindungi. Hal ini diungkapkan Jackie Clark, profesor klinis dari School of Behavioral and Brain Science di University of Texas, Dallas. Penyebab munculnya RSHL secara tiba-tiba, menurut Clark, dapat diakibatkan oleh masalah pembuluh darah atau trauma. Gangguan autoimun yang mempengaruhi telinga bagian dalam juga dapat menjadi penyebab RSHL. Kondisi autoimun di telinga bagian dalam mampu menimbulkan masalah keseimbangan yang dapat menyebabkan muntah-muntah sebagaimana gejala yang dialami Chen. Kabar baiknya adalah jika RSHL terdeteksi secara cepat, akan ada kesempatan gangguan pendengaran ini dapat dikembalikan. Fakta ini didukung oleh pernyataan Clark yang menyebut bahwa berdasarkan kebanyakan penelitian, jika kita dapat mendeteksi gangguan ini dalam 48 jam, akan ada kesempatan untuk pemulihan. Perawatannya mencakup steroid dosis tinggi, meskipun terkadang kondisi tersebut akan hilang tanpa perlu perawatan apapun. Pada kasus Chen, stres karena bekerja lembur dan kurang tidur menyebabkan penurunan pendengaran berfrekuensi rendah, sehingga istirahat yang cukup akan sangat mampu dalam memulihkan kondisi Chen.
Sumber gambar: unsplash.com/JessicaFlavia
ADVERTISEMENT