Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Tradisi dan Ritual ‘Mengendalikan Awan’ dari Berbagai Belahan Dunia
17 Desember 2020 8:52 WIB
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika Anda pikir tradisi dan ritual mengendalikan awan –pawang hujan− hanya ada di Indonesia, sayang sekali Anda salah. Negara Afrika Selatan, Jepang, dan Thailand ternyata memiliki tradisi dan ritual yang juga dipercaya dapat memanggil ataupun menangkal hujan. Percaya?
ADVERTISEMENT
Ritual Suku Pedi, Afrika Selatan
Jika di Indonesia ada pawang hujan, maka Suku Pedi di Afrika Selatan memiliki ‘orang pintar’ yang dipercaya dapat memanggil dan mengusir hujan.
Untuk memanggil hujan, tiap desa Suku Pedi memiliki ritual yang berbeda-beda, namun secara umum mereka memiliki ‘pawang hujan’ yang dianggap memiliki kekuatan untuk mempersembahkan seni memanggil hujan. Pawang hujan dalam Suku Pedi disebut dengan moroka (dokter tradisional pembuat hujan).
Menurut tradisi Suku Pedi, penduduk desa akan memberikan uang/persembahan kepada moroka agar moroka dapat memilih awan yang menghasilkan hujan yang baik untuk desa. Kesuksesan ritual memanggil hujan bergantung pada jumlah uang yang diberikan, karena bersaing dengan moroka dari keluarga/desa lain. Semakin besar uang/persembahan yang diberikan, maka semakin besar peluang moroka memilih awan yang bagus.
ADVERTISEMENT
Ritual moroka dilakukan menggunakan tanduk ajaib yang ditempatkan di gua atau tempat sakral. Mereka juga mempersembahkan bir dan jagung, dan melakukan ritual pembuat hujan. Ritual tersebut dilakukan anak gadis dan laki-laki perawan bersama para tetua dengan memukul-mukul tongkat ke tanah sambil meneriakkan kata ‘pula, pula, pula’ atau ‘hujan, hujan, hujan’ beberapa kali.
Sementara itu untuk menolak hujan, dahulu Suku Pedi menggunakan kulit dahi sapi. Saat ini kulit dahi sapi sudah tidak populer digunakan, dan berevolusi menjadikan sepatu kulit dahi sapi untuk mencegah hujan.
Tradisi tersebut dilakukan oleh seorang wanita tua atau paruh baya yang membawa sepatu kulit dahi sapi di punggung mereka sepanjang upacara. Ketika upacara selesai, wanita tersebut bisa melepas sepatu tersebut dari punggungnya. Para penduduk berkata bahwa sesaat setelah sepatu dilepas, hujan akan mulai turun.
ADVERTISEMENT
Teru Teru Bozu dari Jepang
Di Jepang terdapat sebuah ungkapan untuk memohon cuaca cerah: ‘ashita tenki ni naare!’ yang artinya ‘biarkan esok menjadi hari yang cerah!’ Ungkapan tersebut biasa diungkapkan saat seseorang berharap cuaca cerah di hari berikutnya.
Selain mengungkapkan permohonan cuaca cerah, Jepang juga memiliki tradisi yang cukup populer untuk memanggil cuaca cerah. Tradisi tersebut disebut dengan Teru teru bozu.
Teru teru bozu adalah boneka kecil yang terbuat dari kertas atau kain putih yang diikat dengan tali, kemudian digantungkan di jendela. Tradisi menggantungkan teru teru bozu dipercaya dapat memanggil cuaca cerah di keesokan harinya. Teru teru sendiri secara harfiah berarti ‘bersinar, bersinar’ seperti sinar matahari, dan Bozu adalah sebuah istilah untuk biksu Buddha.
ADVERTISEMENT
Tradisi teru teru bezo konon awalnya berasal dari Tiongkok pada periode Heian. Legenda mengatakan bahwa teru teru bezo awalnya adalah seorang gadis yang membawa sapu –sapu tersebut diyakini akan menyapu awan− Menurut cerita, gadis tersebut dikorbankan untuk menyelamatkan kota dari amukan badai besar. Sejak saat itu orang-orang mengingatnya dengan membuat boneka yang mirip dengan sang gadis. Namun seiring berjalannya waktu, bentuk boneka tersebut berevolusi menjadi bentuk seorang biksu Buddha yang dikenal karena kemampuannya memanggil cuaca yang baik.
Pada beberapa daerah di Jepang, selain untuk ‘memanggil cuaca cerah’ toru toru bezu juga digunakan untuk ‘memanggil hujan’ yaitu dengan membuat teru teru bezo dari kertas hitam yang digantung terbalik.
Sereh dan gadis perawan di Thailand
ADVERTISEMENT
Thailand adalah negara tropis dengan curah hujan yang melimpah tiap tahunnya. Serupa dengan Indonesia, Thailand juga ternyata memiliki tradisi populer untuk ‘mencegah dan menghentikan’ turunnya hujan. Di Thailand ritual tersebut dilakukan dengan sebatang sereh yang ditancapkan terbalik ke tanah oleh seorang gadis perawan.
Yup, Thailand memiliki kepercayaan bahwa untuk menangkal hujan, mereka harus menemukan perawan kemudian memintanya untuk menancapkan seikat sereh terbalik ke tanah. Dengan begitu, hujan akan berhenti.
Tradisi dan kepercayaan ini sudah ada di Thailand sejak berabad tahun yang lalu, namun sayang penulis belum menemukan asal usul tradisi ini.
Sumber: Suku Pedi, Teru teru bezo, Sereh Thailand