Mengetahui Dampak Erupsi Gunung Berapi

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
31 Juli 2019 15:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lanskap Kawah Ratu pascaerupsi Gunung Tangkuban Parahu, di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (28/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
zoom-in-whitePerbesar
Lanskap Kawah Ratu pascaerupsi Gunung Tangkuban Parahu, di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (28/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
ADVERTISEMENT
Letusan gunung seperti yang terjadi pada Tangkuban Perahu baru-baru ini menimbulkan berbagai dampak pada lingkungan.
ADVERTISEMENT
Letusan gunung berapi adalah salah satu bencana alam paling berbahaya dan mengancam hampir setengah miliar orang. Saat ini, ada sekitar 500 gunung berapi aktif di Bumi dan setiap tahunnya ada 10-40 letusan gunung berapi.
Indonesia memiliki serangkaian gunung api aktif yang tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara. Dengan kurang lebih 130 gunung api aktif terbentang di wilayah ini, Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia.
Gunung berapi sendiri berisi material panas yang berbentuk lava atau cairan. Saluran fluida atau kawah yang berisi material panas tersebut dibalut oleh tanah berbentuk kerucut yang kita kenal sebagai gunung. Negara-negara yang dilewati oleh pegunungan Mediterania dan Sirkum biasanya kaya akan gunung api, salah satunya adalah indonesia.
ADVERTISEMENT
Erupsi gunung berapi umumnya berdampak terhadap ekosistem dan vegetasi di sekitarnya. Beberapa aktivitas vulkanik yang dapat mempengaruhi vegetasi diantaranya adalah aliran lava dan aliran piroklastik.
Aliran lumpur vulkanik yang disebut lahar mempunyai dampak yang membahayakan, tidak hanya bagi manusia namun juga ekosistem sekitarnya. Gelombang lumpur dan puing-puing yang mengalir deras ini, dapat melesat di sisi gunung berapi dan mengubur daerah di sekitarnya.
Aliran piroklastik terdiri dari gas panas, abu vulkanik, dan bebatuan atau tefra. Aliran ini dapat bergerak menuruni gunung dengan kecepatan 700 km per jam. Gas panas (beberapa menyebutnya sebagai awan panas) dapat mencapai suhu 1.000 derajat celsius yang meluncur dengan kecepatan tinggi. Di Gunung Merapi, Yogyakarta, fenomena ini dinamakan wedhus gembel. Dampak dari wedhus gembel atau aliran piroklastik adalah terjadinya kebakaran yang dapat menghanguskan vegetasi.
ADVERTISEMENT
Abu adalah bahaya vulkanik lainnya. Berbeda dengan abu hasil pembakaran potongan-potongan kayu yang lembut dan halus, abu vulkanik terbuat dari pecahan batu tajam dan kaca vulkanik yang masing-masing berukuran kurang dari dua milimeter. Abu terbentuk dari hancurnya batu dan bekunya magma saat terjadi letusan.
Nah, tahukah kalian, abu vulkanik dan zat lain seperti sulfur dioksida, memiliki efek pendingin? Hal ini disebabkan karena abu maupun sulfur dioksida (atau zat yang menyebabkannya) dapat menghalangi sinar matahari, sehingga daerah di sekitar menjadi lebih gelap, dingin dan kualitas udaranya menjadi buruk.
Pengaruh pendinginan khususnya terjadi pada kasus letusan besar seperti yang terjadi pada Gunung Pinatubo di Filipina (tahun 1991). Peristiwa letusan Gunung Pinatubo menyebabkan terjadinya penurunan suhu global secara signifikan pada 1-2 tahun pasca-letusan.
ADVERTISEMENT
Sulit untuk mengetahui dengan pasti bahwa suhu dingin yang diamati setelah letusan tertentu merupakan dampak dari letusan itu, tetapi pengukuran rata-rata perubahan suhu global setelah beberapa letusan membuktikan adanya hubungan yang erat.
Kondisi Gunung Bromo saat erupsi. Foto: Dok. Sutopo
Zat lain yang dikeluarkan saat terjadi erupsi gunung berapi adalah karbon dioksida (CO2). CO2 dapat menyebabkan pemanasan global dengan meningkatkan efek rumah kaca. Menurut British Geological Survey dan US Geological Survey, gunung berapi di darat dan bawah laut diperkirakan dapat melepaskan secara total sekitar 100-300 juta ton CO2 setiap tahun. Jumlah ini hanya sekitar 1 persen jumlah yang dilepaskan manusia dari pembakaran bahan bakar fosil saja. Dampak pemanasan akibat erupsi gunung berapi ini dapat terjadi dalam jangka waktu yang lama.
ADVERTISEMENT
Selain pengaruh terhadap lingkungan, erupsi gunung berapi juga berdampak pada kesehatan manusia. Menurut artikel yang dilansir dari situs resmi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, secara umum, dampak erupsi gunung berapi terbagi menjadi dua, yaitu dampak akibat padatan/debu dan gas yang memiliki potensi berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Debu vulkanik dapat mengakibatkan gangguan pernafasan dan iritasi mata. Hal ini bisa berdampak lebih serius bila debu tersebut mengandung beberapa unsur logam.
Dalam artikel tersebut, Profesor Tjandra menyatakan bahwa unsur-unsur logam yang perlu diwaspadai adalah silica, yang secara fisik berupa butiran kecil dan agak tajam. Bila silika terhirup, maka dapat menyebabkan batuk bahkan iritasi pada saluran pernafasan. Unsur-unsur logam lain yang biasanya ada, yaitu natrium, kalsium dan kalium yang bersifat iritatif bila terhirup.
ADVERTISEMENT
Profesor Tjandra juga menjelaskan bahwa letusan gunung berapi mengandung gas yang bisa membahayakan kesehatan masyarakat. Kandungan gas yang dikhawatirkan adalah SO2, karena reaksi alam dapat membentuk unsur sulfat yang sangat iritatif baik pada kulit, mata maupun saluran pernafasan.
Selain itu, gas berbahaya lainnya adalah karbon monoksida (CO). CO bersifat mengikat oksigen sehingga bila terhirup maka seseorang bisa meninggal karena kekurangan oksigen.
Nah, sekarang kalian sudah mengetahui tentang dampak dari erupsi atau letusan gunung berapi. Bencana alam seperti erupsi gunung berapi memang tidak dapat dicegah dan sulit diprediksi, oleh karena itu, terus waspada dan pahami upaya-upaya penyelamatan diri yang dibutuhkan saat terjadi bencana.
Ilustrasi letusan gunung berapi. Sumber Gambar: Pixabay